Liputan6.com, Jakarta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) telah mengeluarkan surat edaran terkait Tunjangan Hari Raya (THR). Tunjangan ini diharapkan dapat membantu pekerja untuk mendukung kesejahteraan pekerja dan keluarganya selama Hari Raya Idul Fitri.
Menanggapi, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, menilai meski rutin diberikan tiap tahunnya, ada beberapa catatan terkait pemberian THR ini.
Advertisement
Disisi lain, Edy mengapresiasi kepada Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah yang telah mengeluarkan surat edaran dengan Nomor SE Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat ini dikeluarkan pada Senin lalu (18/3/2024).
“Dengan adanya surat ini menunjukkan bahwa atensi pemberian THR tidak hanya diawasi pusat tapi juga pemerintah daerah. Sebab surat ini ditujukan kepada gubernur di setiap provinsi," kata Edy kepada Liputan6.com, Kamis (21/3/2024).
Aturan THR
Edy menjelaskan, aturan terkait THR sendiri sudah tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Selain itu juga Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016. Dalam aturan ini telah dituliskan ketentuan pekerja mendapatkan THR. Misalnya saja terkait batas waktu maksimal pemberian THR dan besaran THR itu sendiri.
“Menurut saya, ada yang harus direvisi dalam aturan pemberian THR ini. Yakni THR bisa diberikan maksimal tujuh hari sebelum hari raya,” kata Edy.
Legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini berpandangan bahwa durasi maksimal ini harus diubah. Setidaknya 14 hari sebelum Idul Fitri. Alasannya, Indonesia memiliki kebiasaan mudik ke kampung halaman. Sementara harga tiket angkutan umum meroket saat ini. Dengan adanya THR ini maka akan membantu pekerja untuk mencukupi kebutuhan mudiknya.
"Ini bermanfaat juga untuk perputaran ekonomi. Jadi selama perjalanan dan di kampung punya uang untuk dibelanjakan," ujarnya.
Dianggap Terlalu Mepet
Selain itu, durasi tujuh hari sebelum hari raya ini terlalu mepet untuk menyelesaikan sengketa. Dimana sering ada pengusaha yang tidak sesuai dalam memberikan THR sehingga merugikan pekerja. H-7 hari raya biasanya mendekati cuti bersama dan ketika ada sengketa rawan diselesaikan setelah lebaran.
“Dengan kondisi ini, saya mengusulkan batas maksimal pemberian THR adalah 14 hari sebelum hari raya. Sehingga ketika ada sengketa, pengawas tenaga kerja punya waktu yang lebih panjang. Harapannya THR akan diberikan sebelum Lebaran,” ujarnya.
Edy juga menyoroti soal modus nakal pengusaha. Ia mencontohkan masih ada perusahaan yang mencicil THR. Selain itu ada juga yang memecat pekerjanya sebelum hari raya lalu tidak membayarkan hak pekerjanya.
Padahal pekerja tersebut sudah bekerja di perusahaan dengan lama kerja yang sudah masuk syarat mendapatkan THR. Alasannya si pekerja sudah tidak berkontribusi lagi di kantor sehingga tidak mendapatkan THR.
“Masalah ini tiap tahun ada saja. Dibukanya posko aduan oleh Kemenaker dan pemerintah daerah sudah baik. Namun kalau masih terjadi, perlu ditanyakan bagaimana penindakan hukumnya?” kata Edy.
Advertisement
Dorong Evaluasi
Pihaknya mendorong evaluasi terus dijalankan. Menurutnya, perusahaan yang sebelumnya diketahui nakal harus diawasi dengan diterjunkan pengawas tenaga kerja.
“Aturan denda 5 persen dari kewajiban THR yang harus dibayarkan sesuai Pasal 10 Permenaker Nomor 6/2016 juga harus dijalankan. Harus dipastikan dibayarkan agar menjadi efek jera,” pungkas Edy.