Liputan6.com, Kabul - Sekolah-sekolah di Afghanistan dibuka untuk tahun ajaran baru pada Rabu (20/3/2024), dan anak-anak perempuan mengeluh karena dilarang mengikuti kelas menengah selama tiga tahun berturut-turut.
Pada Rabu (20/3) pagi, anak laki-laki berseragam membawa bendera hitam putih Taliban saat mereka berbaris di pintu masuk sekolah Amani di Kabul, tempat pejabat setempat tiba untuk upacara tahun ajaran baru.
Advertisement
Namun Zuhal Shirzad, warga Kabul berusia 18 tahun, harus tinggal di rumah ketika bel sekolah berbunyi.
"Setiap tahun ketika kakak saya bersekolah, saya merasa sangat kecewa," katanya kepada AFP.
"Saya bahagia untuknya dan sedih untuk diri saya sendiri," ujar dia, seperti dilansir CNA, Kamis (21/3).
"Musim dingin ini, dia sedang belajar dan mempersiapkan ujian masuk universitas," tambahnya.
"Saya memandangnya dengan putus asa dan berkata bahwa jika saya diizinkan bersekolah, saya juga akan mempersiapkan ujian masuk universitas sekarang."
Pihak berwenang Taliban melarang anak perempuan bersekolah di sekolah menengah pada bulan Maret 2022, setelah kembali berkuasa pada tahun 2021 dan menerapkan visi Islam yang keras.
Afghanistan adalah satu-satunya negara yang melarang pendidikan anak perempuan setelah sekolah dasar.
"Tidak ada anak perempuan seperti saya yang bisa melanjutkan pendidikan dan studi, dan sungguh menyedihkan jika anak laki-laki bisa melanjutkan," kata Asma Alkozai (18) dari kota Herat di bagian barat.
"Ketika ada hambatan terhadap pendidikan di masyarakat, masyarakat seperti itu tidak akan pernah maju," kata dia.
Karena aturan tersebut, kelas daring bermunculan sebagai respons terhadap pembatasan, namun kelangkaan komputer dan internet, serta isolasi pembelajaran melalui layar, menjadikan kelas daring sebagai pengganti pembelajaran tatap muka yang tidak efektif.
Tanggapan Siswa Laki-laki
Faiz Ahmad Nohmani, yang memulai sekolah menengah di sebuah institusi swasta di Herat pada hari Rabu, sangat bersemangat untuk memulai tahun ajaran baru namun mengatakan dia “sangat menyesal” karena anak perempuan juga tidak kembali.
"Hari ini, ketika saya datang ke sekolah, saya ingin saudara perempuan kami juga datang karena mereka adalah separuh dari masyarakat," kata remaja berusia 15 tahun itu kepada AFP.
"Mereka harus belajar seperti kita."
Ali Ahmad Mohammadi, seorang siswa berusia 18 tahun yang duduk di bangku sekolah menengah atas, juga di Herat, mengatakan dia sadar akan peluang yang dimilikinya untuk belajar.
"Literasi membantu kita maju, menyelamatkan masyarakat," kata remaja yang berharap bisa melanjutkan ke universitas.
"Masyarakat yang buta huruf akan selalu menghadapi stagnasi."
Advertisement
Jurnalis Perempuan Dilarang Meliput
Kementerian Pendidikan mengumumkan tahun ajaran baru pada hari Selasa, sehari sebelum dimulainya tahun baru kalender Afghanistan, dalam sebuah undangan media yang secara tegas melarang jurnalis perempuan untuk meliput upacara di sekolah Amani.
Universitas negeri juga baru saja memulai tahun ajaran baru, tetapi perempuan juga dilarang sejak Desember 2022.
Di bawah pemerintahan Taliban, perempuan telah dikucilkan dari banyak bidang kehidupan publik. Salon kecantikan telah ditutup dan perempuan dilarang memasuki taman, pasar malam, dan pusat kebugaran.
Hak-hak perempuan masih menjadi hambatan utama bagi pengakuan internasional terhadap pemerintahan Taliban, yang belum diakui oleh negara mana pun.
Pihak berwenang Taliban telah bersikeras sejak anak perempuan dilarang masuk sekolah menengah bahwa mereka berupaya membangun sistem yang sejalan dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam.