Liputan6.com, Jakarta - Pada era Orde Baru (Orba), KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi simbol pembaharu, sekaligus perlawanan. Dia menjadi sentrum gerakan pembaruan yang sangat diwaspadai aparat.
Dengan posisinya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahlatul Ulama (PBNU), Gus Dur menjadi rujukan banyak tokoh yang tak puas dengan tata pemerintahan kala itu. Alhasil, acara-acara Gus Dur dan NU kerap dipersulit.
Salah satunya adalah rencana rapat akbar NU pada awal tahun 1990-an yang sedianya akan digelar di Lapangan Timur Senayan. Pemerintah Orde Baru, dalam hal ini Mendagri, alot menerbitkan izin.
Pasalnya, kegiatan tersebut berencana menghadirkan satu juta warga. Sontak hal itu membuat geger, terutama kalangan aparat keamanan dan menteri dalam negeri.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah khawatir, acara yang dihadiri sedemikian banyak orang akan kacau balau. Dengan kedatangan satu juta warga NU dari segala penjuru, akan sulit mengatur logistik hingga keperluan MCK di Jakarta.
"Menurut Polisi, susah mengamankan massa yang sedemikian besar. Sementara menurut Mendagri yang bagian mengeluarkan perizinan, secara teknis sulit bagaimana mengatur mereka, menyediakan makanan dan menyediakan MCK buat warga," demikian dinukil dari laman nu.or.id, Kamis (21/3/2024).
Rupanya, persoalan itu ramai dikabarkan media massa. Hal itu mendorong beberapa paranormal mendatangi panitia yang diketuai oleh Abu Hassan.
Di tengah menghadapi terpaan halangan yang berbagai macam itu kelihatan Abu Hassan terpengaruh oleh promosi paranormal yang mengaku bisa mendatangkan pasukan jin untuk mengamankan rapat akbar tersebut.
Abu Hasan, dan panitia, tentu melihat bahwa ini juga merupakan siasat bagus agar acara itu berlangsung sukses tanpa halangan.
Simak Video Pilihan Ini:
Isu Pasukan Jin dan Siasat Kiai Ahmad Bagja
Masih melansir laman yang sama, menurut Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017) mencatat, dari kejadian itu lalu Abu Hassan menanyakan kepada Wakil Sekjen PBNU KH Ahmad Bagdja. Pak Bagdja tidak menolak tetapi menyanggupi untuk mencari jalan yang lebih bagus.
Lalu diserahkan lah urusan pasukan jin itu kepada Ahmad Bagdja. Setelah bertemu pengurus PBNU, paranormal tadi sempat berbincang dengan wartawan, sehingga isu akan hadirnya ribuan pasukan jin itu juga menghiasi media massa, yang bikin pemerintah dan masyarakat makin kaget.
Sejak saat itulah wacana tentang jin muncul dalam perbincangan politik dan publik. Dalam setiap rapat panitia, setelah membicarakan soal acara, konsumsi akomodasi dan keamanan yang ditangani oleh belasan ribu anggota Banser itu, Abu Hassan masih menandaskan bahwa sesuangguhnya Banser harus tetap berkoordinasi dengan pasukan besar yang dipimpin Pak Bagdja.
Tentu saja peserta penasaran, pasukan besar mana yang dibawa Pak Bagdja, sehingga semuanya merasa hormat kepada Pak Bagdja.
Sementara yang bersangkutan hanya tersenyum dalam hati. Tetapi setidaknya ia puas bisa meyakinkan pada panitia menghadapi tekanan Orde Baru dari segala penjuru itu.
Sehingga isu pasukan jin juga bisa mengguatkan niat mereka dan termasuk membuat grogi aparat yang mau menggnggu acara itu. Karena itu, Pak Bagdja dan Gus Dur (Ketua Umum PBNU saat itu) hanya tersenyum ketika dikonfirmasi wartawan tentang adanya pasukan jin tersebut.
Advertisement
Acara Sukses Terlaksana dengan Bantuan 'Pasukan Jin'
Ketika dana diturunkan, Bagdja merasa geli dengan pekerjaan barunya itu. Sebab ia sama sekali tidak mengenal paranormal, apalagi jin.
Lalu dibicarakanlah dengan beberapa tokoh NU, kemudian diambil keputusan dana tersebut digunakan untuk melakukan doa memohon keselamatan kepada Allah di berbagai masjid dan Surau yang ada di Jakarta. Dengan doa itu para pengurus NU yakin Allah akan menurunkan pasukannya terdiri dari malaikat untuk melindungi mereka.
Maka dibelilah ribuan tasbih dan dicetak pula ribuan eksemplar surat yasin dengan logo PBNU. Dengan demikian selama dua minggu mereka melakukan riyadhoh untuk kesuksesan dan keselamatan Rapat Akbar.
Karena sejak revolusi 1966 belum ada model mobilisasi massa besar, sehingga membuat repot penyelenggara dan aparat keamanan termasuk pemerintah. Maka dengan adanya doa itu ketua panitia menjadi makin percaya diri.
Dengan kesiapan panitia itu, Gus Dur juga semakin tegar tidak mau mundur dari niatnya walaupun tekanan dari Orde Baru cukup kuat. Ditambah komentar para pengamat yang meremehkan acara tersebut, hanya sebagai show of force yang tidak berarti.
Tapi acara tetap dijalankan dan ternyata berjalan lancar. Orang mengira, itu karena dijaga jin. Sementara kalangan NU merasa mereka berada di bawah lindungan Allah, karena memang mereka selalu memanjatkan doa dalam acara itu.
Namun demikian, Gus Dur masih kurang puas karena merasa beberapa peserta dari luar kota dihadang oleh aparat keamanan sehingga mereka tidak bisa menghadiri Rapat Akbar. (sumber: nu.or.id).