AS Tuduh Apple Monopoli Pasar Smartphone, Perusahaan Lawan Balik!

AS menuding Apple telah melakukan monopoli pada pasar ponsel pintar dan menghindari persaingan.

oleh Robinsyah Aliwafa Zain diperbarui 22 Mar 2024, 15:04 WIB
Karyawan Apple berdiri di luar toko Apple pada hari peluncuran iPhone X di Paris pada 3 November 2017. Philippe Lopez/AFP

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan terhadap Apple. AS menuding perusahaan tersebut telah melakukan monopoli pada pasar ponsel pintar (smartphone) dan menghindari persaingan.

Dalam tuntutannya, departemen kehakiman menuduh Apple menyalahgunakan kendalinya atas App Store iPhone untuk "mengunci" pelanggan dan pengembang.

Dikutip dari BBC, Jumat (22/3/2024), AS menuduh perusahaan yang bermarkas di Cupertino itu mengambil langkah ilegal untuk menghalangi pengembang aplikasi yang dipandang dapat menyaingi aplikasi bawaaan dari Apple dan membuat produk pesaingnya menjadi kurang menarik.

Laporan tersebut menuduh Apple menggunakan serangkaian upaya yang dapat mengubah aturan dan membatasi akses terhadap perangkat keras dan perangkat lunaknya, bertujuan untuk meningkatkan keuntungan.

Apple juga dituduh meningkatkan biaya bagi pelanggan dan menghambat inovasi.

“Apple telah mempertahankan kekuatan monopoli di pasar ponsel pintar tidak hanya dengan tetap menjadi yang terdepan dalam persaingan namun juga dengan melanggar undang-undang anti-trust (UU antimonopoli),” kata Jaksa Agung Merrick Garland pada konferensi pers yang mengumumkan gugatan tersebut.


Apple Dituduh Hambat Persaingan

Ilustrasi Apple (AP Photo/Mary Altaffer, File)

Laporan setebal 88 halaman tersebut berfokus pada lima area di mana Apple diduga menyalahgunakan kekuasaannya.

Misalnya, AS menuduh Apple menggunakan proses peninjauan aplikasinya untuk menjegal pengembangan superapp dan aplikasi streaming, karena khawatir aplikasi tersebut akan memberikan lebih sedikit dorongan bagi pelanggan untuk tetap menggunakan iPhone.

Laporan itu juga mengatakan bahwa Apple telah mempersulit koneksi iPhone ke smartwatch merek lain dan memblokir bank serta perusahaan keuangan lainnya untuk mengakses teknologi tap-to-pay miliknya.

Pemblokiran tersebut memungkinkan Apple memperoleh biaya miliaran dari pemrosesan transaksi Apple Pay.

Keluhan itu juga berfokus pada cara Apple memperlakukan pesan yang dikirim dari ponsel pesaingnya, membedakannya dengan ikon gelembung hijau dan membatasi video serta fitur lainnya.

Dikatakan bahwa tindakan Apple telah menciptakan “stigma sosial” yang membantu raksasa teknologi itu mempertahankan posisinya di pasar.


Apple Melawan Tuduhan dari Pemerintah AS

Ilustrasi: Selain menjadi toko ritel pertama di Asia Tenggara, Apple Store ini juga menjadi toko pertama yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan (sumber : bgr.com)

Kendati demikian, Apple melawan gugatan tersebut dan menyangkal klaim tersebut.

Apple mengatakan pelanggan setia terhadap pelayanannya karena fitur yang diberikan Apple dirasa bermanfaat

Selain itu, menurut Apple, berdasarkan hukum AS, perusahaan bebas memilih mitra bisnisnya. Mereka telah menunjuk pada masalah privasi dan keamanan untuk membenarkan aturannya.

Perusahaan mengatakan akan meminta pengadilan untuk membatalkan gugatan tersebut.

“Kami yakin gugatan ini salah berdasarkan fakta dan hukum, dan kami akan melakukan pembelaan keras terhadapnya,” kata perwakilan Apple.

Ini merupakan tuntutan hukum ketiga yang dihadapi Apple dari pemerintah AS sejak 2009 dan gugatan antimonopoli pertama yang diajukan terhadap perusahaan tersebut di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden.

Jika pemerintah memenangkan persidangan, hal ini dapat memaksa Apple untuk merombak kontrak dan praktik yang ada saat ini, atau bahkan menyebabkan perpecahan di internal perusahaan.

Karena kasus ini, saham Apple turun lebih dari 4% karena investor mencerna implikasi dari pertarungan hukum tersebut.


Bukan Pertama Kalinya Apple Terkena Gugatan

Kantor Apple

Apple menghadapi reaksi hukum yang semakin besar atas ekosistem iOS dan praktik bisnisnya.

Mereka terlibat dalam kasus hukum yang panjang dengan Epic Games, pembuat Fortnite.

Bulan lalu, Apple didenda €1,8 miliar oleh Uni Eropa karena melanggar undang-undang persaingan dalam streaming musik.

Perusahaan tersebut telah mencegah layanan streaming untuk memberi tahu pengguna tentang opsi pembayaran di luar App Store Apple, kata Komisi Eropa.

Komisaris persaingan usaha Margrethe Vestager mengatakan Apple telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar selama satu dekade, dan memerintahkan raksasa teknologi itu untuk menghapus semua pembatasan.

Profesor Universitas Vanderbilt Rebecca Allensworth menyebut kasus ini sebagai "sebuah pertunjukan sinema", menyusul tuntutan hukum lain yang diajukan Departemen Kehakiman terhadap raksasa teknologi besar.

Dia mengatakan, hal ini adalah tentang meningkatkan fungsionalitas antar smartphone dan menjadikan teknologi dan perangkat lunak lebih mudah diakses oleh konsumen dan bisnis lainnya.

“Ini bukan tentang memecah Apple menjadi unit-unit kecil atau memisahkan divisi-divisi perusahaan,” katanya.


Apple Kucilkan Pesaingnya di Ekosistemnya

Para pekerja tengah memasang logo Apple di Moscone West pada 3 Juni (Foto: Mashable)

Anat Alon-Beck, profesor hukum bisnis di Case Western Reserve University di Ohio, mengatakan gugatan baru Departemen Kehakiman “jauh lebih luas” dibandingkan gugatan hukum sebelumnya di Uni Eropa.

“Ini bukan hanya tentang biaya toko aplikasi sebesar 30%, tetapi tentang praktik inti Apple yang tidak adil,” katanya.

“Apple secara sistematis mengucilkan pesaingnya dari ekosistem Apple. Dengan cara itu, Apple merugikan banyak bisnis startup, pemangku kepentingan, costumer, dan, menurut pendapat saya, termasuk pemegang sahamnya,” ujarnya.

Menurut Departemen Kehakiman, pangsa Apple di pasar smartphone AS melebihi 70%, dan pangsa pasar smartphone yang lebih luas melebihi 65%.

Infografis Keuntungan iPhone terhadap Apple (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya