Pacar Tolak Bayar Mahar Rp492 Juta, Perempuan Aborsi Janin Berusia 5 Bulan

Keluarga si pacar menjanjikan perempuan itu biaya pengantin, atau mahar, sebesar Rp492 juta, tapi tak kunjung dibayar hingga lewat batas waktu.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Mar 2024, 20:32 WIB
Ilustrasi cincin kawin (dok.unsplash/sandy miar)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan di Fujian, China, memutuskan mengaborsi janinnya yang sudah berusia lima bulan setelah kekasihnya menolak membayar biaya pengantin alias mahar. Kisahnya kemudian beredar viral di media sosial dan membuat warganet terbelah.

Tingting (35), nama perempuan itu, mulai berkencan dengan pacarnya, Liang, pada Agustus 2023. Ia yang memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya lalu hamil dua bulan setelahnya.

Dilaporkan South China Morning Post, pada Oktober 2023, keluarga Liang mengatakan akan memberi Tingting 220 ribu yuan (sekitar Rp492,4 juta) sebagai mahar. Namun, uang itu baru akan diberikan dua bulan lagi karena Liang masih menyimpannya di bank sebagai investasi.

Tingting dilaporkan setuju menunggu, tapi ia meminta Liang membayar sebagian uangnya terlebih dulu agar dapat mengurus surat nikah. Namun, Liang menolak melakukannya dan hanya meminta pacarnya menunggu.

Saat Desember tiba, Tingting meminta uang pada Liang yang lagi-lagi menolak memberikan. Tingting kemudian mengetahui bahwa ibu pacarnya akan menggunakan uang itu untuk merenovasi rumahnya. "Apakah renovasi rumahnya lebih penting daripada kita menikah?" dia bertanya pada pacarnya, dikutip dari AsiaOne, Sabtu, 23 Maret 2024.

Sebelumnya, Tingting telah setuju mengizinkan ibu Liang menggunakan sebagian dari mahar untuk biaya renovasi rumah. Namun belakangan, Liang tetap tidak juga membayar mahar yang dijanjikan. Alasannya makin beragam. Ia mengaku khawatir orangtua Tingting akan memberi uang itu pada kakaknya, yang juga berencana menikah.


Putuskan Aborsi

Ilustrasi cincin pernikahan. (Photo by Andrik Langfield on Unsplash)

Tingting berusaha meyakinkan Liang bahwa orangtuanya tidak akan menyentuh uang tersebut. Namun, Liang bersikukuh. Tingting yang kecewa menyatakan akan mengaborsi bayi yang dikandungnya.

Pada Januari 2024, Tingting menggugurkan bayinya dan putus dengan Liang. Ia juga menuntut Liang meminta maaf dan memberi uang kompensasi padanya. Kisah ini beredar di media sosial Tiongkok, membuat warganet heboh. "Harga pengantinnya terlalu besar bukan?" kata warganet

"Menggugurkan bayi itu benar, kalau tidak dia dan bayinya akan menderita," komentar yang lain. Tidak diketahui nasib Tingting dan Liang setelah itu.

Di tempat berbeda, anggota parlemen Prancis pada Senin, 4 Maret 2024, secara mayoritas menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memasukkan hak aborsi ke dalam konstitusi, menjadikannya satu-satunya negara yang secara eksplisit menjamin hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan secara sukarela.

Langkah tersebut disetujui dengan suara 780-72. Hak aborsi dilaporkan mendapat dukungan luas di Prancis di sebagian besar spektrum politik dan telah legal sejak 1975.


Usulan Presiden Macron

Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Ludovic Marin)

Langkah bersejarah itu diusulkan oleh Presiden Emmanuel Macron sebagai cara untuk mencegah kemunduran hak aborsi sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun terakhir. Kedua majelis di parlemen Prancis, Majelis Nasional dan Senat, secara terpisah telah menyetujui rancangan undang-undang untuk mengubah Pasal 34 Konstitusi Prancis, namun amandemen tersebut memerlukan konfirmasi akhir oleh tiga perlima mayoritas dalam sidang gabungan khusus .

Menjelang pemungutan suara, Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal berpidato di depan lebih dari 900 anggota parlemen yang berkumpul untuk sidang bersama di Istana Versailles. Dia meminta mereka menjadikan Prancis sebagai pemimpin dalam hak-hak perempuan dan memberikan contoh bagi negara-negara di seluruh dunia.

"Kita memiliki utang moral terhadap perempuan," kata Attal, seperti dilansir AP, Selasa, 5 Maret 2024.

Dia memberikan penghormatan kepada Simone Veil, seorang legislator terkemuka, mantan menteri kesehatan, dan tokoh feminis utama yang pada 1975 memperjuangkan RUU yang mendekriminalisasi aborsi di Prancis. "Kita mempunyai kesempatan untuk mengubah sejarah," tutur Attal. "Buatlah Simone Veil bangga."


Didukung Mayoritas Warga Prancis

Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Eric Feferberg)

Tidak ada satupun partai politik besar di Prancis yang mempertanyakan hak aborsi, termasuk partai sayap kanan National Rally pimpinan Marine Le Pen dan Partai Republik yang konservatif. Le Pen, yang memenangkan rekor jumlah kursi di Majelis Nasional dua tahun lalu, mengatakan pada Senin bahwa partainya berencana untuk memberikan suara mendukung RUU tersebut. Namun, dia menambahkan bahwa tidak perlu menjadikan ini hari bersejarah.

Sebuah jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan dukungan terhadap hak aborsi di kalangan masyarakat Prancis mencapai lebih dari 80 persen, konsisten dengan survei sebelumnya. Jajak pendapat yang sama juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mendukung dimasukkannya undang-undang tersebut ke dalam konstitusi.

Sarah Durocher, pemimpin gerakan Keluarga Berencana, mengungkapkan pemungutan suara itu adalah kemenangan bagi kaum feminis dan kekalahan bagi aktivis anti-pilihan.

"Kita meningkatkan tingkat perlindungan terhadap hak fundamental ini," kata Anne-Cecile Mailfert dari Women’s Foundation. "Ini adalah jaminan bagi perempuan saat ini dan di masa depan untuk memiliki hak melakukan aborsi di Prancis."

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya