Israel Deklarasi 800 Hektare Tanah di Tepi Barat Jadi Milik Negara, Palestina Mengutuk

Proyek pembangunan permukiman di Tepi Barat yang dicanangkan oleh Israel kabarnya terus berlanjut meski menuai respos keras dari beragam pihak.

oleh Tim Global diperbarui 05 Mei 2024, 15:49 WIB
Ilustrasi Israel. (AFP Photo/Thomas Coex)

Liputan6.com, Tepi Barat - Proyek pembangunan permukiman di Tepi Barat yang dicanangkan oleh Israel kabarnya terus berlanjut meski menuai respos keras dari beragam pihak.

Mengutip VOA Indonesia, Minggu (24/3/2024), Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Jumat (22/3) dilaporkan telah mendeklarasikan 800 hektare lahan di Tepi Barat yang diduduki sebagai tanah negara. Pernyataan tersebut adalah bagian dari langkah yang akan mempermudah penggunaan tanah tersebut untuk pembangunan permukiman.

Pengumuman itu menggarisbawahi tekad Israel untuk terus melanjutkan pembangunan permukiman di Tepi Barat, meskipun ada penolakan dari dunia internasional.

Smotrich mengumumkan hal tersebut bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken ke Israel, untuk melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Pihak berwenang Palestina mengutuk tindakan tersebut.

"Meskipun ada pihak-pihak di Israel dan di dunia yang berusaha untuk melemahkan hak kami atas Yudea dan Samaria dan negara secara umum, kami mendorong permukiman melalui kerja keras dan dengan pendekatan strategis di seluruh negeri,” kata Smotrich. Ia menggunakan nama-nama yang disebutkan dalam Alkitab untuk wilayah Tepi Barat.

Adapun penetapan lahan seluas 1.976 hektare di Lembah Yordan sebagai tanah negara itu mengikuti penetapan serupa atas tanah seluas 300 hektare di kawasan Maale Adumim di Tepi Barat, yang diinginkan Palestina sebagai inti negara merdeka di masa depan.

 


Respons Palestina: Itu Kelanjutan dari Pemusnahan dan Pengusiran Warga Kami...

Palestina (iStock)

Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan langkah terbaru tersebut merupakan “kelanjutan dari pemusnahan dan pengusiran warga kami dari tanah air mereka”.

"Kegagalan internasional dalam melindungi rakyat kami adalah bentuk keterlibatan dan kedok Israel untuk menghindari hukuman," tambah Kementerian Luar Negeri Palestina.

Smotrich merupakan pemimpin berpengaruh dari salah satu partai sayap kanan pro-pemukim dalam koalisi Netanyah. Ia sendiri tinggal di permukiman dan secara konsisten mendukung pembangunan permukiman.

Tekanan internasional untuk memulai kembali upaya mencapai solusi dua negara, di mana Palestina menjadi negara merdeka bersama Israel, semakin meningkat di tengah usaha untuk mengakhiri perang hampir enam bulan di Gaza.

Hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai status negara Palestina sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada awal 1990an. Salah satu hambatannya adalah perluasan permukiman Israel.


Permukiman Israel di Tepi Barat Tak Sejalan Hukum Internasional

Ilustrasi Amerika Serikat (AS). (Freepik)

Adapun AS mengatakan pada bulan lalu bahwa perluasan permukiman Israel di Tepi Barat tidak sejalan dengan hukum internasional. Hal tersebut menandakan kembalinya kebijakan lama AS yang dibatalkan oleh pemerintahan Donald Trump sebelumnya.

Perubahan tersebut membuat Washington kembali sejalan dengan sebagian besar negara di dunia, yang menganggap permukiman yang dibangun di wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967 adalah tindakan ilegal. Israel sendiri membantah pandangan itu, dengan alasan bahwa orang-orang Yahudi memiliki ikatan historis dan Alkitab dengan tanah tersebut.

Palestina mengatakan perluasan permukiman di Tepi Barat adalah bagian dari kebijakan Israel yang disengaja, untuk melemahkan ambisinya untuk menciptakan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

 

 


Israel Berencana Bangun 3.300 Permukiman di Tepi Barat, PM Palestina Mengecam

Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)

Sebelumnya, Israel dikabarkan berencana membangun 3.300 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki. Mengetahui hal tersebut, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh pada Jumat (23/2/2024) mengecam rencana tersebut.

Shtayyeh menggambarkan pengumuman Israel sebagai "tantangan terang-terangan terhadap komunitas internasional" dan hambatan dalam upaya mendirikan negara Palestina merdeka, kantor berita resmi Palestina Wafa melaporkan, mengutip pernyataan perdana menteri.

Dia menekankan bahwa tindakan Israel, termasuk melanjutkan aktivitas pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Palestina, "menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap hukum internasional dan pembangkangan yang disengaja terhadap undang-undang tersebut."

Perdana Menteri Palestina menambahkan bahwa Israel mengambil keuntungan dari "rasa impunitasnya, seperti yang diungkapkan oleh veto AS di Dewan Keamanan PBB."

Sebelumnya pada hari Jumat (23/2), Perusahaan Penyiaran Israel mengatakan komite terkait diperkirakan akan bertemu dalam waktu dua minggu untuk menyetujui pembangunan 2.350 unit rumah di permukiman Maaleh Adumim, sekitar 300 unit di permukiman Kedar, dan 700 unit di permukiman Efrat.

Keputusan tersebut diambil sebagai tanggapan atas serangan penembakan pada hari Kamis (22/2) di dekat permukiman Maaleh Adumim, yang mengakibatkan kematian seorang tentara Israel dan melukai sedikitnya delapan orang lainnya.

Menurut data Palestina, sekitar 725.000 pemukim tinggal di 176 permukiman dan 186 pos terdepan di seluruh Tepi Barat yang diduduki.

Berdasarkan hukum internasional, semua permukiman Yahudi di wilayah pendudukan dianggap ilegal.

Untuk pertama kalinya sejak pembentukannya pada tahun 1948, Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, badan peradilan tertinggi PBB, atas perang Gaza.

Keputusan sementara pada bulan Januari 2023 memerintahkan Tel Aviv, untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya