Liputan6.com, Jakarta Tiap negara punya penerapan dan kebijakan tersendiri dalam menetapkan sertifikasi halal. Di Indonesia, pemberian label halal dilakukan oleh Badan Pemberi Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah naungan MUI dan Kementerian Agama, dengan standar yang sudah ditentukan berdasarkan hukum Islam. Lalu, bagaimana dengan negara-negara lainnya di Asia seperti Thailand dan Turki yang berbatasan dengan Eropa?
Di Thailand, sertifikasi halal di menjadi wewenang Central Islamic Concil of Thailand (CICOT) yang merupakan wadah ulama Thailand di tingkat nasional. Dukungan Negara berupa pendanaan dan dukungan lain dalam bentuk lembaga kajian ilmiah yaitu Halal Center Institute di Chulakungcorn University. Di Thailand sertifiksi halal menjadi wewenang penuh Central Islamic Council Of Thailand (CICOT), semacam MUI di Indonesia.
Advertisement
Meski umat muslim bukan mayoritas, Thailand telah mengembangkan sejumlah strategi kunci untuk memperkuat industri halal, terutama dalam hal memenuhi standar global, mendorong daya saing pengusaha, meningkatkan kemampuan sertifikasi halal dan perumusan standar serta meningkatkan penelitian dan pengembangan.
Melansir dari Iqna News, Sabtu, 23 Maret 2024, hal itu dilakukan Pemerintah Thailand agar negaranya menjadi pusat industri halal yang diakui dalam sains dan pengujian. Hal itu juga dilakukan untuk mendatangkan banyak wisatawan muslim yang sangat potensial, baik dari kawasan ASEAN seperti Malaysia dan Indonesia maupun dari negara-negara Timur Tengah.
Thailand juga mendirikan Central Islamic Council of Thailand (CICOT), yang merupakan lembaga sertifikasi halal resmi di Thailand. Lembaga tersebut juga telah diakreditasi oleh Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) Uni Emirate Arab (UEA). Semua produk halal termasuk makanan yang diekspor ke UEA diperiksa dan disertifikasi oleh CICOT untuk memastikannya memenuhi standar dan peraturan ESMA.
Selain itu, Thailand juga mendirikan Pusat Ilmu Halal Universitas Chulalongkorn yang difungsikan untuk mendukung proses pemeriksaan dan sertifikasi halal berdasarkan analisis laboratorium yang valid. Pusat tersebut bekerja pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam analisis makanan untuk menjaga standar halal.
Standar Halal di Malaysia
Sementara di Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) merupakan lembaga yang mengurus administrasi urusan agama Islam di negeri jiran tersebut. Dalam kelembagaan, JAKIM berada dibawah perdana menteri Malaysia.
Dilansir dari laman halal.org dan berbagai sunber lainnya, Lembaga Sertifikasi Halal diberi nama Divisi Poros Halal (Halal Hub Division) yang mulai tahun 1971 bertugas untuk menguji dan mempelajari berbagai produk yang ada di Malaysia, termasuk dengan produk-produk impor dari luar negeri.
Tugas Halal Hub adalah mengawasi dan menguji produk halal di Malaysia, JAKIM melakukan kerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Halal diberbagai negara untuk memastikan kehalalan yang diimpor ke Malaysia.
Pada dasarnya penetapan sertifikasi halal di Malaysia tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Contohnya dalam hal makanan, tidak mengandung sedikitpun bahan yang diharamkan, serta melewati proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat islam bagi produk daging. Produk makanan juga tidak mengandung najis yang diharamkan serta tidak membahayakan konsumen.
Selain itu, tidak menggunakan alat yang digunakan untuk hal-hal najis dalam mempersiapkan produk makanan. Makanan halal juga tidak boleh sedikitpun mengandung organ manusia serta turunannya yang diharamkan dalam syariat Islam. Dalam proses produksi hingga distribusi, produk makanan halal harus dipisahkan dengan berbagai produk yang menyalahi standar syariat Islam.
Advertisement
Restoran Halal di Turki
Sedangkan Turki yang punya presentasi jumlah muslim yang tinggi juga memiliki Badan Akreditasi Halal atau Helal Akreditasyon Kurumu (HAK). HAK merupakan lembaga yang berwenang untuk memberikan layanan akreditasi halal pada produk dalam negeri di Turki.
Lembaga ini juga memberikan layanan akreditasi untuk produk luar negeri yang akan dipasarakan secara luas di Turki. Sedangkan kebijakan untuk tempat makan seperti restoran halal di Turki termasuk unik dan mungkin jarang dijumpai di negara lain.
"Semua restoran di Turki halal karena kami tidak menyediakan bahan makanan yang diharamkan dalam Islam. Cara penyembelihan dan pengolahan daging seperti sapi juga mengikuti ketentuan dalam agama Islam," terang Mehmet Donmez, salah seorang pemandu dari Türkiye Tourism Promotion and Development Agency (TGA), pada Liputan6.com di Eskejerin, Turki, Rabu, 20 Maret 2024.
|Penduduk Turki 99 persen muslim jadi semua harus menurut ketentuan Islam. Kami rasa para wistawan atau turis dari negara non-muslim juga sudah mengetahui itu. Jika mereka datang ke Turki maka mereka akan menyantap daging sapi atau domba tapi kami paling banyak mengonsumsi daging sapi. Kalau ada yang menyajikan daging non-halal memang tidak ada sanksi dari pemerintah tapi restoran itu pasti akan sepi dan ditinggal pelanggannya," sambungnya.
Makanan Halal dan Minuman Beralkohol
Meski begitu ada tempat-tempat tertentu yang menyediakan daging non-halal tapi jumlahnya sangat sedikit dan biasanya hanya dijual mentah dan dimasak sendiri oleh konsumen yang membeli. Menurut Mehmet, mereka memang tetap menjual makanan non-halal karena toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama lainnya.
"Ada satu hotel yang saya tahu di daerah Anatolia, mereka menyediakan daging non-halal tapi itu tempatnya khusus dan mereka hanya menjual mentahnya saja. Seperti saya bilang tadi, mereka yang datang ke Turki pasti tahu mereka akan lebih banyak menjumpai daging sapi, jadi yang non-halal tidak tumbuh banyak, hanya segelintir saja," tutur pria yang tinggal di Konya, Turki ini.
Uniknya, reetoran maupun tempat perbelanjaan menyediakan minuman beralkohol. Jadi kita bisa menjumpai minuman ini di berbagai tempat karena ternyata orang Turki juga suka mengonsmsi minuman beralkohol terutama dalam bentuk wine (anggur).
"Di beberapa daerah bahkan minum wine sudah jadi tradisi dan hal yang biasa. Itulah keunikan Turki. Anda hampir dipastikan tak akan menjumpai tempat makan non-halal tapi bisa mendapatkan minuman beralkohol terutama wine karena kami memang banyak menanam anggur dan kemudian dijadikan bahan utama untuk memnbuat wine," pungkasnya.
Advertisement