Dunia Usaha Gelisah, Perekonomian RI Pasca Pemilu Makin Goyah

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindio) Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan kondisi perekonomian saat ini sedang tidak baik-baik saja.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Mar 2024, 16:00 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindio) Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan kondisi perekonomian saat ini sedang tidak baik-baik saja. Foto: Tira Santia

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindio) Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan kondisi perekonomian saat ini sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, para pengusaha sangat memperhatikan dinamika perekonomian pasca pemilu Presiden.

"Kalau kita lihat kondisi ekonomi saat ini saya selalu mengarahkan dari pelaku usaha sedang tidak baik baik saja. Jadi, memang pada saat ini kondisi apapun yang terjadi dalam politik memang situasi ekonomi ke depan terutama bagi pelaku usaha ini sesuatu yang harus kita perhatikan," kata Shinta saat ditemui di Jakarta, Minggu (24/3/2024).

Lebih lanjut, Shinta juga menyoroti terkait target pertumbuhan ekonomi tahun 2024 yang dikhawatirkan tidak akan mampu tercapai. Diketahui Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini dikisaran 4,8 - 5,2 persen.

"Pelaku usaha proyeksinya saya rasa proyeksi dari pelaku usaha juga sama 4,8-5,2 persen, tapi yang lebih mengkhwatirkan kita yakin gak sih bahwa proyeksi tersebut dapat tercapai," ujar Shinta.

Kekhawatiran target pertumbuhan ekonomi tersebut muncul lantaran dunia usaha melihat kondisi perekonomian global masih dipenuhi dengan ketidakpastian, yang tentunya akan berpengaruh terhadap Indonesia.

"Kenapa saya sebut tahun ini sebagai tahun penuh ketidakpastian karena kita tidak yakin saat membuat proyeksi 2024 itu akan capai, kita buat banyak asumsi tapi kenyataannya penuh dengan ketidakpastian," katanya.

Cita-Cita Indonesia

Disamping itu, ia juga menyinggung terkait cita-cita Indonesia menjadi negara maju. Menurutnya, untuk mewujudkan hal tersebut, setidaknya pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dikisaran 6-7 persen.

"Saya juga perhatikan bagaimana caranya mau jadi negara maju dan keluar dari middle income trap pertumbuhan ekonomi Indonesia harus 6-7 persen dan ini permasalahan yang besar," pungkasnya.

 


Pengusaha Minta Prabowo-Gibran Evaluasi Kenaikan PPN 12%

Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Penerimaan pajak tercatat melampaui target 2022 meskipun tanpa pelaksanaan program pengungkapan sukarela atau PPS dan kenaikan tarif pertambahan nilai atau PPN menjadi 11%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani meminta pasangan calon presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mengevaluasi kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen pada 2025 mendatang. 

Shinta mengatakan, pihaknya sudah mendengar masukan dari pelaku usaha agar pemerintah turut memperhatikan situasi ekonomi yang tengah berjalan dalam mendongkrak PPN 12 persen. 

"Ini harus jadi perhatian, pada saatnya itu sudah masuk (jadi kebijakan) di pemerintah baru. Sehingga mereka bisa mengevaluasi dan melihat perkembangan saat ini," ujar Shinta di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Shinta mewajari jika kebijakan tersebut bukan sesuatu yang dadakan. Namun, ia meminta pemerintah bisa mengerti beberapa kelompok usaha yang tidak mampu mengantisipasi gejolak kondisi global saat ini. 

"Karena jelas ini sesuatu yang tidak kami antisipasi bahwa kondisi global akan separah ini. Dan nantinya PPN 12 persen pasti akan berpengaruh ke konsumen. Semoga bisa jadi perhatian dan pertimbangan apakah tepat waktunya (dinaikan per 1 Januari 2025)," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Shinta juga menaruh harapan besar ke pemerintah baru di bawah Prabowo-Gibran agar bisa terus berkolaborasi dengan dunia usaha. Khususnya dalam mengantisipasi situasi ekonomi yang kian tidak menentu ke depannya. 

"Kita kan sekarang dalam kondisi ekonomi global yang tidak mudah. Sehingga saya rasa pemerintah yang akan datang musti peka, untuk bagaimana nanti meneruskan keberlanjutan dari reformasi struktural yang sudah dilakukan oleh pemerintah Jokowi," pintanya. 

Dalam hal ini, ia turut mendorong pemerintah baru nantinya bakal mengutamakan kepastian hukum. Sebab, Shinta tak ingin implementasi hukum yang tidak sesuai regulasi terus berulang.

"Tumpang tindih regulasi dan perizinan kerap kali ini jadi tantangan, ini juga harus terus jadi perhatian. Kita juga melihat bahwa banyak sekali sekarang permasalahan yang kita hadapi di lapangan, gap antara bagusnya policy tapi implementasi yang kurang," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya