Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid menampik isu akan terbentuk kembalinya Selat Muria yang telah hilang sekitar 300 tahun yang lalu pasca banjir Demak.
Menurutnya, Selat Muria yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria dahulu tidak mungkin terbentuk dalam waktu dekat atau bisa terbentuk kembali melalui proses geologi yang dahsyat, seperti gempa bumi tektonik dengan berkekuatan besar.
Advertisement
"Di daerah pesisir Demak kecepatan land subsidence diperkirakan berkisar 5-11 cm/tahun. Beberapa tempat di daerah pesisir memiliki elevasi yang lebih rendah dibanding muka air laut, sehingga bila terjadi banjir rob akan menjorok jauh masuk ke daratan. Meski terjadi penurunan tanah di daerah Demak dan sekitarnya, Selat Muria bukan berarti akan terbentuk kembali dalam waktu dekat. Banjir saat ini yang lama surut, lebih dipengaruhi oleh iklim yakni curah hujan yang tinggi, adanya kerusakan infrastruktur," tegas Wafid di Bandung, ditulis Minggu (24/4/2024).
Wafid menjelaskan, tanggul dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan yang didominasi lapisan lempung lunak yang cenderung bersifat impermeable sehingga lama meloloskan air. Selain itu, terjadinya banjir rob juga menyebabkan banjir yang cukup tinggi di daerah pesisir dan akan mengalami genangan yang cukup lama.
"Secara teori, Selat Muria mungkin saja terbentuk kembali, yakni apabila terjadi proses geologi yang dahsyat, misalnya terjadinya gempa bumi tektonik berkekuatan sangat besar yang menyebabkan terjadinya amblasan tiba-tiba (graben) dan mencakup areal yang luas," jelas Wafid.
Penurunan Tanah
Menurut Wafid, Graben Land Subsidence atau penurunan tanah tidak cukup sebagai faktor penyebab Selat Muria terbentuk kembali. Jikapun terjadi akan memerlukan waktu yang sangat lama (skala waktu geologi; ratusan sampai ribuan tahun) dan kecepatan penurunannya harus seragam mulai dari Demak hingga Pati.
Fakta di lapangan berdasarkan penelitian Badan Geologi memperlihatkan terdapat perbedaan kecepatan penurunan tanah, dimana pada daerah pesisir lebih cepat dibanding daratan.
"Beberapa perkiraan faktor dominan kemungkinan akan kembali terbentuknya Selat Muria adalah terjadinya penurunan muka tanah yang besar yang juga disertai kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim serta terganggunya pola aliran sungai karena elevasi daratan lebih rendah dibanding muka air laut," pungkas Wafid.
Banjir Demak Disebut-sebut Jadi Isyarat Kemunculan Selat Muria
Meski sudah surut, banjir masih mendampak aktivitas warga kawasan pantura Jawa Tengah. Terakhir jalur lalu lintas penghubung antara Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak Jawa Tengah sempat lumpuh total akibat jebolnya tanggul Sungai Wulan. Air kemudian melimpas ke jalan sehingga wilayah Kecamatan Karanganyar Demak kembali terendam banjir setinggi 1,5 meter.
Tanggul Sungai Wulan yang sebelumnya sempat diperbaiki oleh Kementrian PUPR itu, tidak mampu menahan debit air sungai akibat intensitas hujan yang sangat tinggi dalam sepekan terakhir. Banjir Demak menyebabkan terganggunya aktivitas warga.
Belakangan muncul isu banjir Demak disebut-sebut berhubungan dengan kemunculan kembali Selat Muria. Selat Muria sendiri merupakan selat yang pernah ada dan menguhubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria. Selat ini dulunya merupakan daerah perdagangan yang ramai, dengan kota-kota perdagangan seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana.
Pada sekitar tahun 1657, endapan sungai yang bermuara di selat ini terbawa ke laut sehingga selat ini semakin dangkal dan menghilang, sehingga Pulau Muria menyatu dengan Pulau Jawa.
Menurut teori geologis, wilayah Semarang Utara, Demak, hingga daerah kaki Gunung Muria dahulunya merupakan selat. Sehingga dataran Pulau Jawa dan Pulau Muria dipisahkan oleh lautan yang dinamakan Selat Muria.
Advertisement
Bukti Selat Muria
Bukti Selat Muria pernah ada terbukti dengan adanya penemuan fosil hewan laut di Situs Purbakala Patiayam, Kudus. Selat ini juga pernah menjadikan kota Demak sebagai kota pelabuhan yang ramai.
Kawasan sekitar selat tersebut juga terdapat beberapa pelabuhan kecil, tetapi karena adanya konflik politik membuat komoditas yang berasal dari daerah sekitar Selat Muria beralih menuju ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Namun, karena adanya sedimentasi dan pendangkalan, wilayah tersebut perlahan berubah menjadi daratan sampai saat ini.
Namun karena adanya proses geologis seperti aktivitas vulkanik, tektonik, dan sedimentasi secara bertahap membuat selat tersebut menjadi dangkal dan terbentuk daratan seperti sekarang. Dan banjir yang terjadi belakangan ini disebut-sebut sebagai isyarat kemunculan kembali Selat Muria.