Pengamat Nilai Harus Ada Parpol Kalah Pilpres 2024 Jadi Oposisi Kuat dan Tangguh

Ujang menilai partai politik (parpol) yang kalah Pilpres 2024 perlu membangun oposisi yang kuat dan tangguh. Hal itu, kata Ujang guna memastikan adanya fungsi pengawasan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.

oleh Winda Nelfira diperbarui 25 Mar 2024, 09:25 WIB
Sebelumnya Surya Paloh memberikan ucapan selamat kepada Prabowo-Gibran setelah hasil rekapitulasi KPU mengumumkan mereka sebagai pasangan terpilih dalam Pilpres 2024. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih RI periode 2024-2029 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Sejak saat itu, Prabowo nampak mulai merangkul lawan politik di Pilpres 2024 dengan menyambangi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Nasdem sendiri mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin, mengatakan hal itu dilakukan Prabowo karena menyadari pemerintahannya nanti membutuhkan kekuatan mayoritas di parlemen.

Meski begitu, Ujang menilai partai politik (parpol) yang kalah Pilpres 2024 perlu membangun oposisi yang kuat dan tangguh. Hal itu, kata Ujang guna memastikan adanya fungsi pengawasan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Kita ini sebagai bangsa membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh agar terjadi check and balances, agar terjadi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan," kata Ujang kepada Liputan6.com, Senin (25/3/2024).

Pasalnya, Ujang menyebut tidak akan bagus pula jika semua parpol berada dalam koalisi pemerintahan yang baru. Oleh sebab itu, kata Ujang mestinya ada pihak-pihak yang kuat dan tangguh untuk menjadi oposisi.

"Dalam konteks hari ini ya tadi karena yang menang merangkul yang kalah sehingga mayoritas meninggalkan oposisi yang kecil, tidak ada check and balances. Perlu dipikirkan bagaimana ada formula oposisi yang kuat dan tangguh sehingga ada check and balances," jelas Ujang.

Ujang memprediksi, PDI Perjuangan (PDIP) akan menjadi salah satu parpol oposisi yang kuat di pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, PDIP bakal menjadi oposisi yang loyal.

"Kita lihat kemungkinan besar ya PDIP yang akan siap menjadi oposisi dan oposisinya pun bukan oposisi radikal, tapi kelihatannya oposisi loyal ataupun oposisi konstruktif begitu," ucap Ujang.


Oposisi Loyal

Presiden terpilih RI periode 2024-2029 Prabowo Subianto menyambangi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2024). Sebelumnya, Surya Paloh menyampaikan selamat kepada Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Ujang memprediksi, PDI Perjuangan (PDIP) akan menjadi salah satu parpol oposisi yang kuat di pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, PDIP bakal menjadi oposisi yang loyal.

"Kita lihat kemungkinan besar ya PDIP yang akan siap menjadi oposisi dan oposisinya pun bukan oposisi radikal, tapi kelihatannya oposisi loyal ataupun oposisi konstruktif begitu," ucap Ujang.

Sebelumnya, Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) kembali meluncurkan survei nasionalnya dengan tema, Persepsi Gen Z dan Milenial Terhadap Peluang Rekonsiliasi Politik PDIP-Gerindra.

Wakil Direktur LPI, Ali Ramadan menjelaskan, ceruk responden Gen Z dan Milenial diambil sebab mereka memiliki cara pandang yang kritis dan melek digital sepanjang Pemilu 2024

“Untuk masa pemerintahan 2024-2029 atau pihak yang kalah harus mengambil peran sebagai oposisi, ragam padangan itulah yang terangkum dalam survei kali ini. LPI secara khusus mengambil kluster responden dari GEN Z oleh sebab karakteristiknya yang independen, kritis dan digital native,” kata Ali saat jumpa pers hasil surveinya di Plaza Semanggi Jakarta, seperti dikutip Selasa (19/3/2024).


Mayoritas Responden Ingin PDIP di Jalur Oposisi

Ali mengungkap, hasil dari survei tersebut adalah mayoritas responden menyatakan keinginan PDIP berada di jalur opisisi. Mereka tidak setuju jika PDIP dirangkul kelompok pemenang Pilpres 2024.

“Jadi didapati sebanyak 48.8% responden tidak menyetujui rekonsiliasi PDI Perjuangan dengan Partai Gerindra. Sementara yang menjawab setuju sebanyak 17.2% responden,” jelas Ali.

Ali menambahkan, saat ditanya lebih lanjut soal apa yang menjadi alasan responden tidak setuju soal rekonsiliasi PDIP dan Gerindra, jawabannya, sebanyak 44.3% dari mereka mengatakan agar bisa mengurangi instabilitas politik di parlemen yang berdampak terhadap kondusivitas jalannya pemerintahan di masa 2024-2029.

“Disusul 21.2% responden yang menjawab bahwa PDI Perjuangan dan Gerindra sama-sama partai besar yang berpengaruh,” ungkap Ali.

Ali menambahkan, alasan berikutnya dari responden adalah 66.2% dari mereka berharap agar PDIP tidak bergabung di kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran dan mengambil peran sebagai oposisi politik di parlemen atau kekuatan penyeimbang.

“Lalu sebanyak 17.1% responden menyebutkan bahwa bila PDIP dan Gerindra berkoalisi kembali, hanya untuk kepentingan segilintir elite politiknya,” Ali menandasi.

Infografis Pidato Kemenangan Pilpres 2024 Prabowo-Gibran. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya