Liputan6.com, Yogyakarta - Kue kering atau cookies menjadi salah satu kudapan yang kerap disajikan saat hari raya Idulfitri. Umumnya, kue kering terbuat dari terigu, gula, mentega, dan telur.
Pengaruh tradisi menyajikan kue kering lebaran di Indonesia dibawa oleh Belanda. Namun, jauh sebelum dibawa Belanda, kue kering memiliki sejarah panjang.
Dikutip dari berbagai sumber, kue kering atau kukis memiliki banyak sebutan di seluruh dunia. Di Belanda, kudapan yang biasanya digunakan sebagai teman kopi dan teh ini dikenal sebagai koekje.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan di Jerman, kukis disebut juga dengan istilah keks atau plzchen, orang Italia menyebutnya dengan nama amaretti atau biscotti.
Sedangkan, orang Inggris menyebutnya dengan nama biskuit. Kue kering pertama kali ditemukan pada abad ke-7 tepat saat gula pertama kali ditemuakan dan menyebar dari satu benua ke benua lainnya.
Gula yang ditemukan dan diproduksi di Asia Selatan, akhirnya menyebar luas hingga ke Persia. Dengan adanya gula, dapur kekaisaran bisa mengepul sempurna, menciptakan aneka sajian manis pastry dan kue-kue basah yang menggiurkan.
Resep pastry menyebar cepat hingga ke Eropa, sejalan dengan perang dan penjelajahan-penjelajahan di masa lalu. Uniknya, kue kering tercipta secara tidak sengaja.
Sejarah kue kering berasal dari para tukang roti yang ingin membuat kue seperti biasanya. Saat hendak memanggang kue, para tukang kue kesulitan menentukan suhu oven yang akan digunakan.
Untuk mendapatkan suhu yang tepat, mereka pun melakukan percobaan kecil dengan menjatuhkan sedikit adonan kue ke dalam oven. Namun, siapa sangka, sedikit adonan yang terjatuh tadi justru bisa mengembang dan memiliki rasa yang renyah.
Hal inilah kemudian menjadi awal terciptanya kue kering. Sebelum bisa dinikmati oleh semua kalangan seperti saat ini, dulunya kue kering adalah makanan mewah yang hanya bisa disantap kaum bangsawan.
Pedagang Muslim
Hingga pada akhirnya, pedagang Muslim menyebarkan kue kering ke berbagai wilayah yang menjadi persinggahan selama berdagang, salah satunya Eropa. Sekitar abad ke-14, barulah kue kering mulai dinikmati berbagai kalangan di belahan dunia.
Seperti pada 1596 di Inggris, masyarakat kelas menengah menikmati kue kering berbentuk persegi kecil dengan kuning telur dan rempah. Sejak saat itu, kue kering semakin populer.
Selain itu, karena bentuknya yang kecil dan daya simpannya yang tinggi, membuat kudapan ini sering dijadikan sebagai bekal saat bepergian dalam waktu lama. Resep kukis menyebar dari satu tempat ke tempat lain.
Modifikasi bahan dan rasa tentu saja dengan cepat dilakukan. Penambahan bahan disesuaikan dengan sumber pangan di tempat tertentu.
Tradisi menyajikan kue kering baru muncul saat masa kolonial Belanda. Interaksi antara orang Belanda dengan masyarakat Indonesia pada abad 19 hingga 20 melahirkan penyerapan budaya Eropa ke dalam budaya Indonesia, salah satunya soal kuliner.
Sejak saat itu, sebagian masyarakat Indonesia mulai terpengaruh budaya kuliner Belanda dan mengalami perubahan selera. Keberadaan kue-kue kering di hari Lebaran juga dapat menunjukkan derajat sosial seseorang.
Saat itu, masyarakat Indonesia menengah ke atas sudah tak mau lagi menyajikan makanan-makanan tradisional yang terbuat dari sagu, tepung beras, tepung ketan, dan lain sebagainya.
Advertisement