Penjelasan BRIN Usai Adanya Temuan Sehelai Rambut Harimau Jawa, Benarkah Sudah Punah?

Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan Harimau Jawa Panthera tigris sondaica sejak 1980-an dan harimau Bali P Tigris Balica telah punah berdasarkan assesment pada 2008 yang dilakukan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 25 Mar 2024, 15:10 WIB
Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan Harimau Jawa Panthera tigris sondaica sejak 1980-an dan harimau Bali P Tigris Balica telah punah berdasarkan assesment pada 2008 yang dilakukan. (Foto: Gabel, petugas Taman Nasional Ujung Kulon/Liputan6.com/Yandhi Deslatama)

Liputan6.com, Jakarta - Daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan Harimau Jawa Panthera tigris sondaica sejak 1980-an dan harimau Bali P Tigris Balica telah punah berdasarkan assesment pada 2008 yang dilakukan.

Penampakan terakhir Harimau Jawa sendiri terkonfirmasi di Meru Betiri Taman Nasional, Jawa Timur pada 1976 lalu. Sementara saat ini, hanya Harimau Sumatera P Tigris Sumatrae yang masih tersisa di Indonesia.

Namun kini, setelah 43 tahun harapan baru muncul. Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wirdateti.

Dia mengungkap, adanya temuan sehelai rambut Harimau Jawa di pagar pembatas antara kebun rakyat dengan jalan desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat.

"Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada malam hari 19 Agustus 2019. Ripi adalah seorang penduduk lokal yang berdomisili di desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat," ujar Teti, sapaan akrabnya dikutip Liputan6.com dari laman resmi BRIN www.brin.go.id, Senin (25/3/2024).

Dia menjelaskan, dari serangkaian analisis DNA komprehensif yang telah dilakukan, disimpulkan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan adalah species Panthera Tigris Sondaica atau Harimau Jawa.

Termasuk, kata dia, dalam kelompok yang sama dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada 1930.

"Keyakinan tersebut diperkuat oleh prosedur ilmiah lainnya yang telah dilakukan. Selain menemukan rambut, dari lokasi tersebut juga ditemukan bekas cakaran mirip harimau yang semakin menguatkan Teti untuk melakukan observasi lanjutan," papar Teti.

 


Lakukan Studi Perbandingan Sampel

Seekor anak Harimau Benggala yang baru lahir di Jawa Timur Park II pada Maret 2016 silam (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Menurut Teti, identifikasi awal yang dilakukan bersama tim adalah melakukan studi perbandingan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan dengan spesimen Harimau Jawa koleksi MZB.

Kemudian, lanjut dia, beberapa subspesies sampel harimau lain yaitu Harimau Bengal, Amur dan Sumatra, serta Macan Tutul Jawa yang digunakan sebagai kontrol.

"Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 % dengan Harimau Sumatera, dan 96,87 dengan Harimau Benggala. Sedangkan spesimen Harimau Jawa koleksi MZB memiliki 98,23 kemiripan dengan Harimau Sumatera," kata Teti.

Sementara itu, lanjut dia, hasil studi pohon filogenetik menunjukkan sampel rambut Harimau Sukabumi dan spesimen harimau koleksi MZB berada dalam kelompok yang sama, namun terpisah dari kelompok subspesies harimau lain. Selanjutnya, Macan Tutul Jawa berdasarkan sampel yang diperoleh dari spesimen MZB.

Untuk memperkuat observasinya, Teti bersama tim juga melakukan wawancara mendalam dengan Ripi Yanuar Fajar yang melihat harimau tersebut. Wawancara dilakukan saat survei pada 15-19 Juni 2022 pada lokasi ditemukannya sampel rambut.

 


Analisis Genetik DNA

Foto harimau Jawa yang diambil pada tahun 1938 di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. (Foto: Istimewa/Wikipedia)

Teti menjelaskan, analisis genetik DNA memiliki tingkat sensitifitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan konservasi dan mengklarifikasi ketidakpastian taksonomi. Berikutnya, kata dia, merekonstruksi filogeografi dan demografi untuk menyelidiki nenek moyang genetik subspesies.

Teti juga menambahkan, ekstraksi DNA total yang dilakukan menggunakan Dneasy Blood & Tissue Kit sesuai protokol. Protokol tersebut telah dimodifikasi dengan menambahkan proteinase karena tingginya kandungan protein pada rambut.

"Amplifikasi PCR seluruh sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer khusus untuk harimau. Selanjutnya, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan menggunakan BioEdit dan diserahkan ke GenBank," ucap dia.

"Urutan komplemen antara primer forward dan reverse diedit menggunakan Chromas Pro. Semua urutan nukelotida dugaan Harimau Jawa dibandingkan dengan data sekuen Genbank National Center for Biotechnology Information (NCBI). Penyelarasan DNA dilakukan menggunakan Clustal X dan data dianalisis menggunakan MEGA," jelas Teti.

Harimau Jawa merupakan hewan endemik Pulau Jawa dan tersebar luas di hutan dataran rendah, semak belukar, dan perkebunan. Sayangnya, sejak hewan ini diburu karena dianggap hewan penganggu dan habitatnya diubah menjadi lahan pertanian dan infrastruktur, keberadaanya semakin hilang.

Lalu apakah harimau jawa masih ada di alam liar? Teti menjawab kondisi tersebut masih perlu dikonfirmasi dengan studi genetik dan lapangan lebih lanjut.

Hari harimau sedunia diperingati setiap 29 Juli (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya