Mendagri Sebut 240 ASN Terbukti Melanggar Netralitas Saat Pemilu 2024

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengungkapkan bahwa ada 240 aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas pada pelaksanaan Pemilu 2024.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 25 Mar 2024, 16:01 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2019). Rapat membahas pergeseran anggaran Kemendagri 2019 dan kebutuhan anggaran blangko e-KTP. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengungkapkan bahwa ada 240 aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas pada pelaksanaan Pemilu 2024.

Hal ini disampaikan Tito saat rapat kerja (raket) bersam Komisi II DPR RI dan penyelenggara Pemilu di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (25/3/2024).

"Ada 240 ASN terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi, kemudian 180 ASN telah ditindaklanjuti oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan penjatuhan sanksi," kata Tito dilansir dari Antara.

Menurut Tito, jumlah tersebut berdasarkan 450 laporan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN.

"Setidaknya ada 450 ASN yang dilaporkan ke Bawaslu, ke Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) melanggar netralitas," ucap dia.

Selain itu, kata dia, terdapat pula lima pejabat pemerintah yang dijatuhi sanksi berupa penggantian akibat terbukti melanggar aturan netralitas ASN pada Pemilu 2024.

"Ada beberapa pejabat juga yang terdapat bukti dari laporan-laporan yang ada, selain dilaporkan ke Bawaslu, inspektorat (Inspektorat Jenderal Kemendagri) juga melakukan pendalaman, dan ada bukti-bukti video dan lain-lain, ada lebih lima orang yang kemudian kita lakukan penggantian," paparnya.

Tito menyebut, kelimanya terbukti melanggar netralitas ASN karena mengarahkan dukungan kepada kandidat pasangan calon tertentu pada Pemilu 2024.

"Dikarenakan ada inisiatifnya sendiri untuk ke arah pasangan tertentu. Tidak spesifik satu pasangan, tetapi ada pasangan ini, pasangan ke sana, ada pasangan ke sini. Kita berikan sanksi juga dengan penggantian," terang Tito.


183 ASN Terbukti Tak Netral di Pemilu 2024, Makin Nekat dan Sistemik

Pegawai negeri sipil (PNS) melakukan aktivitas di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Balai Kota, Jakarta, Senin (9/5/2022). Pemprov DKI masih menerapkan kapasitas maksimal 75 persen terhadap para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di kantor usai Lebaran Idul Fitri 1443 H/2022 M. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerima kurang lebih 403 pelaporan mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar netralitas dalam Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 183 ASN atau sekitar 45,4 persen dari total terbukti melakukan pelanggaran netralitas dalam Pemilu 2024.

"Berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN, terdapat 403 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas. Sejumlah 183 ASN atau 45,4 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran netralitas," ujar Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto  dikutip dari Antara, Selasa (6/2/2024).

Kemudian, sebanyak 97 ASN atau 53 persen di antaranya sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2020 tercatat ada 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.

Sejumlah 1.597 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran. Lalu, 1.450 ASN atau 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.

Menurut Tasdik, dari perbandingan tersebut ada anomali data yang perlu diungkap lebih lanjut dari para penyelenggara pemilu. Hal ini tentunya dapat melalui dukungan organisasi masyarakat sipil pemerhati demokrasi dan khususnya Pemilu.

"Kasus-kasus pelanggaran yang fakta-faktanya semakin nekat secara sistemik, masif dan terstruktur, ternyata tidak berbanding lurus dengan laporan pelanggaran yang terjadi," katanya.

Tidak hanya itu, dia pun menjelaskan fakta-fakta pelanggaran yang berpotensi paling merusak dan nekat adalah bersumber dari penggunaan sumber daya birokrasi, yaitu berupa rekayasa regulasi, mobilisasi SDM, alokasi dukungan anggaran, bantuan program, fasilitasi sarana/prasarana, dan bentuk dukungan lainnya untuk memberikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya