Liputan6.com, Jakarta - Tuberkulosis atau TB bisa terjadi pada siapa saja termasuk ibu hamil. Menurut, Ketua Koalisi Organisasi Profesi untuk Tuberkulosis (KOPI TB) Profesor Erlina Burhan, tuberkulosis pada ibu hamil bisa berpengaruh buruk pada janin jika tak segera ditangani.
“Ibu hamil yang sakit TB tapi tidak diobati maka berisiko untuk bayinya. Yang paling banyak adalah BBLR, berat bayi lahir rendah. Jadi pada saat lahir, berat badan bayinya rendah,” kata Erlina dalam temu media secara daring bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Senin (25/3/2024).
Advertisement
BBLR, lanjut Erlina, berpengaruh pada tumbuh kembang bayi dan kondisi kesehatannya setelah dilahirkan.
“Bayi BBLR akan memungkinkan mudah sakit, mudah terinfeksi,” kata dokter spesialis paru.
Kuman tuberkulosis sendiri dapat menular pada janin lewat plasenta atau tali pusat, ini dapat terjadi jika kuman berada di darah.
“Nah kalau terjadi di darah kan TB-nya diseminata, TB yang terjadi seluruh peredaran darah, dan ini jarang sekali. Jadi, jarang sekali TB ini menular melalui tali pusat atau plasenta.”
Dalam Jurnal Gizi Klinik Indonesia disebut bahwa BBLR memiliki kaitan dengan kondisi stunting. Dan menurut Erlina, stunting turut berkontribusi dalam kasus tuberkulosis.
“Anak-anak stunting kemungkinan tuberkulosisnya akan banyak karena stunting kan gizinya kurang,” ujar Erlina.
Anak Stunting Adalah Kelompok Rentan TB
Erlina menjelaskan, pasien-pasien TB yang belum ditemukan dan belum diobati dapat menyebarkan kuman TB lewat bersin, batuk, bahkan saat bicara jika kumannya banyak.
Penyebaran ini tidak terlihat dan tidak disadari, apalagi jika para pasien TB yang belum terdeteksi ada di tempat umum seperti terminal, transportasi umum, dan pusat perbelanjaan.
“Itu kita bisa menghirup kuman TB, tapi kita tidak usah terlalu parno (paranoid) juga, 70 persen orang (yang terpapar) tidak sakit TB orang-orang itu. Tapi 30 persen kemudian terinfeksi TB,” jelas dokter spesialis paru itu.
Dari 30 orang yang terinfeksi TB, 5 sampai 10 persen langsung sakit TB setelah dua minggu. Kelompok yang bisa sakit TB setelah terinfeksi salah satunya adalah anak-anak di bawah lima tahun (balita).
“Kenapa? Sistem imunnya belum berkembang sempurna.”
Advertisement
Jaga Sistem Imun
Selain balita, kelompok lain yang mudah sakit TB setelah terinfeksi adalah orang dengan HIV/AIDS.
Pasalnya, orang dengan penyakit ini memiliki sistem imun yang sangat rendah, kata Erlina.
“Ada hubungan orang sakit TB karena sistem imun, tapi kalau orang-orang sehat, sistem imunnya bagus, walaupun banyak kuman masuk itu sistem imunnya bisa mengendalikan si kuman. Kumannya dipenjara sama sistem imun, enggak bisa bergerak, enggak bisa ngapa-ngapain, enggak bisa menimbulkan sakit.”
Meski begitu, kuman tersebut tetap ada dalam tubuh dan suatu saat jika sistem imun turun maka kuman bisa berkembang biak dan memicu sakit TB.
“Jadi kata kuncinya adalah, jaga sistem imun,” ujar Erlina.
Daftar Orang yang Rentan Sakit TB
Sebelumnya, Erlina telah merinci siapa saja yang menjadi populasi berisiko sakit TB setelah terinfeksi, yakni:
- Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
- Orang yang tinggal serumah dengan pasien TB.
- Anak usia di bawah 5 tahun.
- Anak usia 5-14 tahun.
- Remaja dan dewasa usia di atas 15 tahun.
- Warga binaan pemasyarakatan (WBP).
- Petugas kesehatan.
- Penghuni sekolah berasrama.
- Penghuni barak militer.
- Pengguna narkoba suntik.
- Orang dengan kekebalan tubuh rendah seperti pasien kanker, pasien cuci darah, cangkok organ, dan lain-lain.
Advertisement