Gus Baha Ungkap Komentar Rasulullah kepada Para Sahabatnya yang Mencibir Orang Kerja dan Tidak I'tikaf di Masjid

Ulama kharismatik asal Rembang yang merupakan santri Mbah Moen, KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menceritakan keutamaan bekerja. Menurutnya, bekerja juga bisa bernilai ibadah jika memiliki tujuan yang baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mar 2024, 09:30 WIB
KH. Ahmad Bahauddin / Gus Baha (Instagram)

Liputan6.com, Cilacap - Ulama kharismatik asal Rembang yang merupakan santri Mbah Moen, KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menceritakan keutamaan kerja. Menurutnya, bekerja juga bisa bernilai ibadah jika memiliki tujuan yang baik.

Rasulullah SAW selalu mengajarkan kebaikan-kebaikan kepada para sahabatnya dan umumnya kepada semua umat Islam.

Beliau pernah meluruskan anggapan keliru para sahabatnya kepada seseorang yang kala itu mereka berniat iktikaf di masjid.

Saat itu, para sahabat merasa bahwa yang akan ia lakukan lebih baik dari orang lain sampai-sampai mereka menyalahkan orang yang tidak i'tikaf di masjid dan hanya mementingkan duniawi.

Memang kebetulan saat mereka berada di teras masjid itu, lewat seseorang yang hendak berangkat bekerja, bukan untuk beribadah.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Bekerja Juga Perbuatan Baik

Gus Baha (SS: YT Short @khairazzaadittaqwa)

Gus Baha mengisahkan saat Rasulullah SAW sedang bersama para sahabatnya di Masjid. Kebetulan para sahabatnya itu hendak melaksanakan iktikaf di masjid.

“Suatu ketika Nabi itu ngobrol di teras masjid bersama dengan para sahabatnya yang hendak I’tikf di masjid,” kisah Gus Baha dikutip dari tayangan YouTube Pengajian Gus Baha, Selasa (26/03/2024)

Kisah ini menurut ulama ahli Qur’an ini terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.

Dalam kitab itu dikisahkan bahwa saat mereka berkumpul di masjid hendak beribadah, lewat seorang pemuda yang akan berangkat bekerja.

“Itu ada di kitab Ihya bab fadhilatul kasbi (keutamaan bekerja), lalu ada anak muda gagah membawa cangkul, entah hendak ke kebun kurma atau kemana, tapi tidak ke kebun padi karena di sana tidak ada padi,” terangnya.

Para sahabatpun menyalahkan pemuda tadi karena dianggap hanya mementingkan urusan dunia saja.

“Lalu kata para sahabat itu halla yakuunu jaladuhu fillah (orang seperti itu akan lebih baik jika gagahnya dipakai untuk iktikaf, kesalehannya dipakai iktikaf, kok malah untuk mengurusi dunia” kata Gus Baha.

Menanggapi hal tersebut, justru Rasulullah meluruskan anggapan keliru para sahabatnya. Rasulullah menilai bahwa bekerja itu sama baiknya dengan beribadah. Sebab boleh jadi ia sedang mencari nafkah untuk keluarganya atau anak istrinya. Padahal mencari nafkah ialah kewajiban setiap muslim

“Nabi bersabda, “kamu jangan berkata demikian, dia mungkin kerja untuk menafkahi ibunya dan itu baik atau mencarikan nafkahnya untuk anak istrinya itu juga baik, inilah kehebatan Rasulullah SAW,” pungkas Gus Baha.

 


Keutamaan Bekerja

Ilustrasi pekerja keras, bekerja keras. (Photo by Rajesh Ram on Unsplash)

Menukil Republika, berikut ini beberapa keutamaan bekerja.

1. Besarnya pahala memberi nafkah

Orang-orang yang bekerja dan menggunakan rezeki yang diperoleh dari hasil kerja kerasnya untuk memberikan nafkah pada keluarganya akan mendapatkan pahala yang besar. Bahkan rezeki yang digunakan untuk memberi nafkah pada keluarganya itu lebih besar pahalanya dibanding dengan rezekinya yang dikeluarkan untuk bersedekah pada orang lain. Sebagaimana dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar,” (HR. Muslim).

2. Orang yang bekerja sedang berjihad di jalan Allah

Orang yang bekerja agar bisa menafkahi keluarganya sehingga menjauhkan diri dan keluarganya dari kefakiran dan mencapai kesejahteraan sehingga bisa menjadi orang yang dermawan, sejatinya mereka tengah berjihad di jalan Allah SWT.

عن أبي هُريرةَ ؛ قالَ : بَيْنَا نحنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ _ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ _ ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ منَ الثَنِيَّةِ ، فَلَمَّا رَمَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا ، قُلْنَا : لَوْ أنَّ ذَا الشَّابَّ جَعَلَ نَشَاطَهُ وَشَبَابَهُ وقوَّتَهُ في سَبِيلِ اللَّهِ ، فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ _ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ _ ؛ فقالَ : ” ومَا سَبِيلُ اللَّهِ إلاَّ منْ قُتِلَ ؟ ، مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ ؛ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ ؛ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى مُكَاثِراً ؛ فَفِي سَبِيلِ الشَّيطَانِ ”

Dari abu Hurairah, ia berkata: Pada saat kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul di hadapan kami, seorang pemuda dari lembah. Ketika kami terfokus kepadanya, kami berkata, “Semoga pemuda itu menjadikan kerajinannya, kepemudaanya, dan kekuatannya di jalan Allah. Rasulullah mendengar ucapan kami, lalu beliau bersabda: Apakah yang dinilai syahid hanya orang yang wafat di medan perang? Barangsiapa yang bekerja untuk kedua orang tuanya maka dia di jalan Allah, barangsiapa yang bekerja untuk keluarganya maka ia di jalan Allah, barangsiapa bekerja hanya untuk memperbanyak harta maka dia di jalan syaithan. Sungguh mulianya orang yang bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya, jika ia mati dalam bekerja maka ia dinilai syahid

3. Terhindar dari neraka

Orang yang bekerja kemudian rezekinya digunakan untuk keperluan keluarganya, maka Insya Allah ia akan terhindar dari neraka.

مَنْ أَنْفَقَ عَلَى ابْنَتَيْنِ أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ذَوَاتَىْ قَرَابَةٍ يَحْتَسِبُ النَّفَقَةَ عَلَيْهِمَا حَتَّى يُغْنِيَهُمَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ يَكْفِيَهُمَا كَانَتَا لَهُ سِتْراً مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad)

 Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya