Viral Jemaat Gereja Siapkan Makanan Buka Puasa untuk Pengungsi Banjir di Kudus

Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Tanjung Karang kepada umat Muslim yang berada di Kudus. Gereja tersebut menjadi salah satu posko pengungsian bagi sejumlah warga desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang menjadi korban banjir.

oleh Henry diperbarui 27 Mar 2024, 16:00 WIB
Dapur Umum untuk Pengungsi Banjir di Kudus.  (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial (medsos) baru-baru ini dikejutkan oleh aksi ibu-ibu non Muslim yang mempersiapkan sajian menu buka puasa bagi para korban banjir di Kudus, Jawa Tengah. Bulan Ramadhan sering dijadikan momen yang pas untuk saling berbagi kebaikan. Bukan hanya umat musllim, mereka yang non muslim juga tak ketinggalan berbagi kebaikan.

Hal itu dilakukan oleh Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Tanjung Karang kepada umat Muslim yang berada di Kudus. Informasi itu diketahui dari unggahan Instagram @cretivox pada 21 Maret 2024. Gereja itu menjadi salah satu posko pengungsian bagi sejumlah warga di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang menjadi korban banjir Kudus.

Pihak gereja telah memberikan berbagai bantuan dan fasilitas bagi para pengungsi yang beragama Muslim untuk dapat menjalankan ibadah puasanya. Hendra Wijaya selaku Pendeta GKMI menyatakan, bahwa ibu-ibu jemaat gereja dilibatkan untuk memasak hidangan buka puasa.

Sedangkan, untuk menjalani sahur telah disiapkan dapur dan bahan makanan. Aksi yang dilakukan para jemaat gereja di Kudus ini menjadi bentuk wujud toleransi umat Kristiani terhadap mereka yang beragama Muslim.

Unggahan tersebut langsung viral dan menyedot banyak perhatian warganet. Berbagai komentar yang sebagian besar pujian memenuhi unggahan seputar toleransi umat beragama itu.

"Kudus toleransinya gede banget, tahun lalu juga kudus banjir dan gereja dijadikan pengungsian buat korban banjir," komentar seorang warganet.

"Terimakasih ya semoga rezekinya dilipatgandakan," kata warganet lain.

"Dipecah belah sama politik, disatuin sama ramadhan dan musibah,” ujar warganet yang lain.

"Masyaallah terharu bgt.. indahnya toleransi semoga tuhan balas dengan kebaikan yg berlipat ganda.. aamiin,” tulis warganet lainnya.

 


Berburu Takjil

Jalur lalu lintas penghubung antara Kudus dengan Demak Jawa Tengah tergenag banjir. (Liputan6.com/ Arief Purnomo)

Di bulan Ramadhan ini ada berbagai momen unik yang kerap dilakukan warga untuk mempersiapkan berbuka puasa, salah satunya berburu takjil atau kudapan ringan yang biasa disantap sesaat setelah adzan magrib terdengar.  Ibadah puasa yang dijalankan oleh umat Islam ini, juga menjadi berkah bagi warga non muslim seperti yang dilakukan biarawati di Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Momen itu terekam kamera warga dan jadi sorotan di sosial media yang diunggah akun tiktok @sukabumicitycom. Kegiatan itu dilakukan oleh Ibu Komunitas Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS) Suster Sisilia. Ia mengatakan, berjualan takjil sudah dilakukan sejak hari ketiga Ramadhan.

"Kami kan ingin melayani bagi mereka yang berbuka puasa yang tidak sempat menyediakan sendiri,” kata Suster Sisilia, saat ditemui pada Sabtu, 23 Maret 2024, mengutip kanal Islami Liputan6.com.

Dia bersama suster lain berjualan di Jalan Rumah Sakit Kecamatan Cikole Kota Sukabumi, tepatnya berdekatan dengan RSUD R Syamsudin SH. Sisilia menuturkan, hal itu dilakukan sebagai kontribusi serta ungkapan toleransi bagia warga muslin yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan.


Biarawati Jualan Takjil

Biarawati di Kota Sukabumi jualan takjil saat Ramadan (Liputan6.com/Fira Syahrin).

"Intinya kami tidak mencari keuntungan tetapi menyediakan bagi siapa yang akan membeli dan itu juga harga tidak mahal tapi bisa dijangkau untuk mereka yang tak sempat membuat tapi mau buka puasa,” ujarnya.

Jajanan takjil yang dijual juga bermacam-macam seperti kolak pisang, kolang kaling, bubur sumsum, es buah, gorengan, dan odeng pelangi. Dengan harga mulai Rp5.000. "Produksinya dari siang. Pagi belanja lalu siang membuat, para suster ramai-ramai untuk menyediakan. Jadi kami siang juga tidak istirahat, ya mau melayani saja,” jelasnya.

Mereka berjualan mulai pukul 16.00 WIB sampai mendekati adzan magrib pukul 18.00 WIB. Pihaknya juga berencana akan membagikan takjil gratis saat memasuki pertengahan bulan Ramadan. Dia mengaku tak menyangka kegiatan berjualan saat Ramadan ini akan menjadi sorotan, sehingga banyak warga yang penasaran membeli.

"Inisiatif kami dari komunitas para suster. Terus gini loh, kalau nanti lewat kami kasih, kami berbagai, pertengahan itu akan membagi takjil juga utk tukang ojek, sopir angkot, nanti mendekati buka puasa dengan karyawan yang muslim," terangnya.

"Oh iya mungkin penasaran, yang bukan muslim pun akhirnya pada beli. Tapi kami tetap menyediakan sesuai yang kita bisa jangkau 25, tidak pernah nambah," sambung dia.


Mempererat Tali Persaudaraan Antar Umat Beragama.

Sekitar pukul 16.00 WIB, warga mulai memadati 'pasar' yang hanya tersedia selama bulan Ramadan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menanggapi Fenomena perburuan takjil lintas agama atau non Islam (Nonis) yang mencuat akhir-akhir ini. Menurutnya, momen ini bisa mempererat tali persaudaraan antar umat beragama.

"Kalau masyarakat muslim beli takjil kebanyakan untuk konsumsi pribadi. Kalau masyarakat non muslim beli takjil selain untuk konsumsi pribadi, ada juga yang dibagikan kepada masyarakat yang menjalankan puasa,” katanya, Senin, 25 Maret 2024, dilansir dari kanal Surabaya Liputan6.com.

Guru Besar Ilmu Sosiologi tersebut mengungkapkan bahwa fenomena ini menjadi bentuk kerukunan antar umat beragama. Hal ini membuktikan bahwa meski Indonesia memiliki masyarakat yang beragam, tapi tali persatuan masih terikat dengan erat.

"Saya melihat fenomena ini sebagai bentuk tindakan yang rukun antar umat beragama," ungkapnya.  Prof Bagong menambahkan, fenomena ini merupakan tren yang baik. Fenomena ini mengandung pesan moral untuk saling menghormati meski memeluk agama yang berbeda.

"Saya rasa ini tren yang baik, supaya memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa meski berbeda agama tetap harus saling menghormati satu sama lain,” tutupnya.

 

Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya