Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, penyaluran tunjangan hari raya (THR) telah mencapai Rp 22,57 triliun per 26 Maret 2024 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pusat dan daerah, TNI/Polri, serta para pensiunan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, merincikan, Kemenkeu telah menyalurkan Rp 10,35 triliun dari APBN untuk ASN pusat, TNI/Polri atau 88,46 persen total ASN pusat.
Advertisement
Diketahui, Total pagu THR untuk segmen ASN Pusat, TNI, dan POLRI pada APBN mencapai Rp18 triliun.
Sementara, realisasi pembayaran THR untuk pensiun telah mencapai Rp 11,33 triliun atau 99,76 persen, yang disalurkan melalui PT Taspen dan PT Asabri.
"Realisasi pencairan THR per tgl 26 Maret 2024, adalah sebagai berikut, THR ASN Pusat, TNI, dan POLRI telah cair sebesar Rp 10.35 triliun atau 88,46 persen. Pencairan THR Pensiunan sebesar Rp 11,33 triliun atau 99,76 persen," kata Deni dalam keterangannya, Rabu (27/3/2024).
Sementara, realisasi pencairan THR untuk ASN Pemerintah Daerah baru mencapai Rp 892,8 miliar.
Diketahui, pencairan THR untuk PNS paling lambat sebelum lebaran, dan tercepat pada 10 hari sebelum lebaran.
Sebagai informasi, anggaran yang disiapkan Kementerian Keuangan untuk THR PNS tahun ini mencapai Rp 48,7 triliun.
KPK Peringatkan PNS dan Penyelenggara Negara Dilarang Memungut THR
Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomalongo, mengingatkan kepada pegawai negara dan penyelenggara negara untuk tidak memungut Tunjangan Hari Raya (THR) Idulfitri ke pihak manapun, baik dalam bentuk uang ataupun hadiah.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Imbauan KPK Nomor 1636/GTF.00.02/01/03/2024 tentang Imbauan terkait Surat Edaran Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.
Nawawi menegaskan, pegawai negeri yang memungut THR termasuk dalam kategori korupsi, baik mengatasnamakan pribadi maupun institusi.
"Permintaan dana dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik secara individu maupun atas nama institusi merupakan perbuatan yang dilarang," ucap Ketua Sementara KPK Nawawi dalam keterangannya, Selasa (26/3/2024).
"Sebab, tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana," sambung dia.
Kepada para pimpinan kementerian, pemerintah daerah hingga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengimbau untuk tidak menggunakan fasilitas dinas guna kepentingan pribadi.
Advertisement
Menolak Gratifikasi
Oleh karena itu, Nawawi mengingatkan agar pihak penyelenggara negara menerbitkan imbauan secara internal untuk pegawai di lingkungan kerjanya agar menolak gratifikasiyang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya.
Nawawi juga mengingatkan kepada pimpinan asosiasi atau perusahaan akan hal serupa.
"Pimpinan asosiasi/perusahaan/masyarakat diharapkan juga melakukan langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau anggotanya tidak memberikan gratifikasi yang dianggap suap, uang pelicin atau suap dalam bentuk lainnya," kata Nawawi.
"Apabila terdapat permintaan gratifikasi, suap, atau pemerasan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, KPK mengimbau agar segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum atau pihak berwenang," tegas Nawawi.