Aplikasi Terapi Wicara BIMU Karya Mahasiswa Telkom University Bantu Anak Penyandang Terlambat Bicara

Aplikasi ini berfungsi sebagai alat terapi wicara, alat bantu pembelajaran dan tumbuh kembang anak penyandang speech delay.

oleh Arie Nugraha diperbarui 28 Mar 2024, 20:00 WIB
Tim Saayun Salangkah Telkom University (Tel-U) yang membuat sebuah aplikasi BIMU: Aplikasi Terapi Wicara Sebagai Alat Bantu Pembelajaran dan Tumbuh Kembang Anak Penyandang Speech Delay. (sumber foto: Humas Tel-U)

Liputan6.com, Bandung - Sebuah aplikasi terapi wicara bernama BIMU (Bicara Itu Mudah) berhasil dirancang oleh mahasiswa Telkom University (Tel-U) yang tergabung dalam Tim Saayun Salangkah. Aplikasi ini berfungsi sebagai alat terapi wicara, alat bantu pembelajaran dan tumbuh kembang anak penyandang speech delay.

Menurut Ketua Tim Saayun Salangkah dari program studi S1 Desain Komunikasi Visual, Nabyla Kharisma Suhatman, aplikasi ini menggunakan metodi Picture Exchange Communication System (PECS) yang memanfaatkan Augmented Reality (AR) sebagai media interaktif untuk membuat anak fokus dalam proses belajar.

"Aplikasi BIMU juga dibuat dengan menggunakan media interaktif seperti penggunaan ilustrasi dan gambar-gambar yang memiliki animasi, feedback audio, fitur Augmented Reality (AR) sebagai cara untuk menggabungkan kondisi lingkungan sebenarnya dengan dunia virtual, kuis sebagai evaluasi pengenalan kosakata, serta mini game untuk membuat penyegaran kepada anak," ujar Nabyla dalam siaran medianya, Bandung, Selasa, 26 Maret 2024.

Nabyla mengatakan Tim Saayun Salangkah fokus pada pengembangan aplikasi dalam membantu proses pembelajaran dan tumbuh kembang anak penyandang autism yang mengalami gangguan speech delay.

Aplikasi ini akan membantu proses terapi wicara dan pembelajaran bagi anak-anak penyandang autism dalam belajar dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berbicara, khususnya pada murid SLB Autisma YPPA Bukittinggi.

Implementasi produk BIMU mulai berlangsung sejak dari 21 Desember 2023 hingga 18 Februari 2024. Beragam manfaat diharapkan dapat dirasakan oleh pengguna, aplikasi BIMU bisa membantu terapi menjadi lebih efektif, sebagai media penghubung antara guru dan orang tua, modul pembelajaran yang menarik, dan lain sebagainya.

"Harapan kami, setelah implementasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autisma YPPA Bukittinggi ini berhasil, aplikasi BIMU nantinya akan kami eskalasi agar tersedia di seluruh SLB dan rumah sakit yang ada di Indonesia. Sehingga manfaatnya bisa lebih luas," ucap dosen DKV Tel-U pembimbing selama social project, Rully Sumarlin.

Aplikasi ini juga sejalan Sustainable Development Goals (SDGs) poin nomor 4 yaitu Quality Education.

Tak hanya itu BIMU meraih prestasi Runner Up pada kategori Disability Quality of Life Improvement Solution pada ajang anugerah Innovillage 2023 yang berlangsung pada Sabtu (9/3/2024) di Auditorium Gedung Damar Tel-U.

 


Speech Delay

Dicuplik dari kanal Disabilitas, Liputan6, Speech delay, atau keterlambatan bicara, adalah kondisi dimana seorang anak belum mencapai kemampuan bicara yang sesuai dengan usianya.

Speech delay adalah salah satu ciri yang umum ditemukan pada anak autisme, namun perlu diingat bahwa hal ini juga bisa terjadi pada anak tanpa autisme.

Meskipun demikian, keterlambatan berbicara yang signifikan patut diwaspadai dan dikonsultasikan ke dokter untuk diagnosis yang tepat.

Pada anak autisme, keterlambatan berbicara biasanya disertai dengan masalah komunikasi lainnya.

Hal ini dapat berupa kurangnya kontak mata, pasivitas sosial dan emosional, tidak melakukan gestur atau menunjuk pada objek, atau fokus yang berlebihan pada objek tertentu.


Masalah Komunikasi pada Anak Non-autis

Bayi-bayi, dalam proses perkembangannya, belajar bahwa komunikasi adalah kunci untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Jauh sebelum mereka berbicara, mereka menggunakan kontak mata, menarik lengan, mengoceh, menunjuk, dan berinteraksi secara fisik atau wajah untuk menyampaikan maksud mereka.

Seiring waktu, anak-anak neurotypical (anak-anak tanpa autisme) akan belajar menggunakan bahasa lisan karena termotivasi oleh respons sosial dan meniru orang-orang di sekitar mereka.

Dilansir dari Verywell Health, faktor-faktor yang mendorong perkembangan bahasa pada anak neurotypical antara lain:

1. Motivasi dari respon sosial: Senyuman dan pelukan dari orang tua menjadi pendorong yang kuat bagi anak untuk terus berkomunikasi.

2. Kecenderungan meniru: Anak-anak neurotypical secara alami meniru tindakan orang-orang di sekitar mereka, termasuk cara berbicara.

3. Fokus pada interaksi sosial: Anak-anak neurotypical menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengamati orang daripada benda, dan senang bersosialisasi dengan orang lain.

4. Kebutuhan sosial: Anak-anak neurotypical mudah merasa bosan atau kesepian ketika ditinggalkan sendirian.

Faktor-faktor ini mendorong anak-anak neurotypical untuk belajar bahasa lisan dengan cepat dan efektif.

 


Masalah Komunikasi pada Anak dengan Autisme

Di sisi lain, anak-anak dengan autisme yang mengalami speech delay juga sering mengalami masalah komunikasi yang membuat hubungan sosial menjadi sulit.

Hal ini berlaku bagi semua tingkatan autisme, meskipun anak-anak dengan autisme fungsional tinggi mungkin lebih mudah bersosialisasi dibandingkan dengan yang lain yang membutuhkan dukungan lebih tinggi.

Berikut adalah beberapa contoh tantangan sosial yang dihadapi anak autisme:

1. Lebih termotivasi oleh minat sendiri: Anak autisme lebih fokus pada hal-hal yang mereka sukai dan kurang tertarik dengan interaksi sosial.

2. Jarang meniru: Mereka jarang meniru tindakan orang lain, sehingga sulit untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan sosial.

3. Lebih tertarik pada benda: Anak autisme lebih tertarik pada benda daripada pada orang, sehingga interaksi sosial menjadi terhambat.

4. Lebih suka menyendiri: Mereka merasa puas ketika dibiarkan sendirian untuk mengejar minat mereka sendiri.

5. Suka berulang: Anak autisme merasa nyaman dengan rutinitas dan senang melakukan hal yang sama berulang-ulang.

Karakteristik-karakteristik ini dapat menyebabkan berbagai tantangan sosial, seperti kesulitan memahami isyarat nonverbal, kurang minat untuk berinteraksi dengan orang lain dan kecemasan saat menghadapi perubahan rutinitas.

Tantangan-tantangan ini dapat membuat anak autisme sulit untuk menjalin hubungan sosial dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.

 


Beda Kondisi Speech Delay pada Anak dengan Autisme dan Non-Autisme

Meskipun sama-sama mengalami speech delay, terdapat perbedaan yang cukup mudah dikenali antara anak autis dan non-autis. Contohnya, "X" dan "Y", dua anak fiktif dengan keterlambatan berbicara signifikan:

X:

1. Tidak berbicara pada usia 2 tahun.

2. Membuat suara mengoceh dan menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi.

3. Menunjuk, menarik orang, dan berinteraksi dengan orang lain.

4. Menikmati bermain dengan orangtua dan saudara.

5. Merasa frustrasi ketika ditinggal tidur siang.

Y:

1. Memiliki beberapa kata, tetapi tidak menggunakannya untuk berkomunikasi.

2. Mengulang kata-kata berulang kali untuk diri sendiri.

3. Belum menemukan cara untuk menggunakan gestur, suara, atau kata-kata untuk meminta sesuatu.

4. Sulit untuk menarik perhatiannya.

Berdasarkan data di atas, kemungkinan penyebab speech delay pada X adalah adanya kehilangan pendengaran, gangguan apraksia (masalah dengan kontrol otot yang digunakan dalam berbicara) atau gangguan kognitif.

Sedangkan, terdapat kemungkinan tanda autisme pada Y karena dia menunjukkan sifat-sifat seperti kesulitan berkomunikasi, perilaku berulang serta kurangnya interaksi sosial.

 


Tanda Signifikan Autisme pada Anak Selain Speech Delay

Perkembangan berbicara pada anak-anak dengan autisme sangat beragam. Ada yang mulai berbicara lebih awal dari anak-anak normal, tapi ada pula yang bahkan tidak berbicara sama sekali.

Berdasarkan penelitian, rata-rata anak autisme baru mulai berbicara pada usia 36 bulan, dibandingkan dengan anak normal yang mulai berbicara pada usia 12-18 bulan.

Selain keterlambatan berbicara, berikut adalah beberapa tanda autisme lainnya yang perlu diperhatikan:

Usia 6-12 bulan:

1. Jarang atau tidak ada kontak mata

2. Tidak membalas senyuman

3. Terlihat pasif secara emosional

4. Terfokus pada objek

Usia 12 bulan:

1. Tidak merespon saat dipanggil

2. Tidak mengoceh

3. Tidak menggunakan gestur atau meniru

Usia 16 bulan:

1. Tidak menggunakan kata-kata tunggal

2. Tidak menunjuk atau menunjukkan objek

3. Tidak tertarik untuk berbagi pengalaman

Usia 24 bulan:

1. Tidak ada ungkapan dua kata

2. Tidak berbahasa sama sekali

Jika Anda menemukan beberapa tanda di atas pada anak Anda, segeralah konsultasikan dengan dokter atau ahli terapi untuk mendapatkan diagnosis dan intervensi yang tepat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya