Liputan6.com, Jakarta Alasan seseorang melakukan self harm atau menyakiti diri sendiri untuk melampiaskan sesuatu. Namun, hal tersebut bukanlah cara yang baik dilakukan.
“Tidak bisa menyakiti orang lain, tidak bisa merusak barang, jadinya melakukan internalisasi. Internalisasi salah satunya adalah dengan melakukan upaya-upaya self harm,” kata psikolog Samanta Elsener dalam Talk Show Siaran Sehat di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, pada 26 Maret 2024.
Advertisement
Self harm dilakukan dengan harapan agar merasa lega dan mengosongkan tabung emosinya. Namun, perilaku ini tidak baik untuk dilakukan karena self harm akan membuat diri terluka dan rasa lega yang didapatkan hanya bersifat sementara.
“Perilaku self harm tidak baik dilakukan karena bagaimanapun juga self harm itu akan membuat diri terluka dan rasa melegakan emosinya itu hanya bersifat sementara,” kata Samanta.
Menurutnya, tidak jarang orang-orang yang melakukan self harm biasanya menjadi merasa ingin melakukan lagi perilaku tersebut. Jadi, penting untuk melakukan upaya pencegahan dan memberikan edukasi tentang bahaya dari perilaku self harm.
“Tidak jarang orang-orang yang melakukan self harm biasanya jadi merasa adiksi terhadap perilaku ini terus. Ini perlu dilakukan upaya untuk memberi edukasi mengenai hal ini,” jelas Samanta.
Mengutip dari UNICEF, menyakiti diri sendiri biasanya dimulai sebagai cara untuk meringankan tekanan yang menumpuk akibat pikiran dan perasaan yang menekan.
Meskipun hal ini dapat memberikan kelegaan sementara pada anak atau remaja dari rasa sakit emosional yang mereka rasakan, segera setelah itu, perasaan bersalah dan malu mungkin akan muncul, yang dapat melanjutkan siklus tersebut.
Mengingat bahaya dari self harm, maka perlu untuk mendapatkan dukungan dan bantuan yang tepat secepat mungkin.
Mencegah Self Harm dengan Memberikan Edukasi Bagaimana Memproses Emosi
Samanta mengatakan upaya untuk mencegah self harm dapat dilakukan dengan memberi edukasi tentang bagaimana mengelola emosi yang tepat, melalui pendekatan yang sesuai. Pendekatan yang dilakukan oleh Samanta biasanya menggunakan terapi seni.
"Biasanya yang efektif kalau aku pendekatannya itu dengan menggunakan terapi seni," tuturnya.
"Ada beberapa arahan yang aku berikan ke klien untuk bisa memproses emosinya dengan lebih tepat dalam sesi yang terapetik dan mengupayakan supaya dia bisa mengekspresikan emosinya," kata Samanta.
Mengekspresikan emosi yang dilakuka secara verbal dengan kondisi yang tepat bisa membuat seseorang memahami bagaimana kondisi emosinya, apakah sedang marah atau sedih.
Advertisement
Melakukan Upaya Regulasi Emosi yang Tepat
Dengan melakukan upaya regulasi emosi yang tepat, seseorang bisa memahami posisi seperti apa rasa emosinya dan diharapkan bisa merasakan perasaan yang lega.
"Coba latih untuk belajar mengekspresikan perasaan seperti menangis. Kalau marah, ada perilaku yang perlu diajarkan bagaimana cara marah yang benar. Apabila merasa cemas, bagaimana caranya agar menenangkan diri. Hal-hal seperti ini perlu dipelajari dalam sesi terapi," kata Samanta.
Orang-orang yang melakukan self harm, sering kali mengalami perubahan mood swing yang terlalu cepat, yang mengakibatkan sulit bagi mereka untuk mengelola emosinya sendiri.
"Biasanya orang-orang dengan self harm ini sering kali mengalami mood swing juga, jadi perubahan mood nya terlalu cepat, sehingga hal ini menyebabkan kesulitan bagaimana untuk regulasi emosinya sendiri."
Self Harm Pada Remaja
Samanta mengatakan bahwa perilaku self harm cenderung lebih banyak dilakukan oleh remaja. Bisa jadi hal ini terdorong dari konten di media sosial, dari obrolan teman-temannya, atau sekadar iseng, yang berakhir menjadi kebiasaan yang tidak baik.
"Remaja itu banyak sekali yang melakukan self harm. Sebetulnya karena itu memang fase usianya dan akan ada masa dimana mereka coba-coba melakukan self harm ini," kata Samanta.
Menurut Samanta, jika perilaku self harm dilakukan dari masa remaja, maka mereka telah terbiasa melakukan kebiasaan buruk sehingga merasa bahwa hal itu adalah cara yang paling efektif untuk memproses emosi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi kepada mereka tentang cara regulasi emosi yang lebih baik dan lebih sehat
"Perlu mempelajari dan mendapatkan pemahaman lagi tentang betapa efektifnya jika bisa mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat," katanya.
Advertisement