Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengungkapkan pihaknya mampu mengurangi tingkat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) selama 2023. Penurunan itu disebutnya signifikan dari tahun ke tahun.
"Kita bisa menekan luas karhutla yang signifikan dari tahun ke tahun," kata Siti Nurbaya saat menghadiri Program Pesona Kampus Hijau di Kampus IPB Dramaga Bogor, Rabu (27/3/2024).
Advertisement
Siti Nurbaya menyebutkan luas karhutla yang melanda Indonesia pada tahun 2023 mencapai 1,16 juta hektar.
Angka ini, kata dia, menurun dibandingkan luas karhutla tahun 2019, yakni 1,64 juta hektar dan gambut 494 ribu Ha atau 30%. Padahal menurut BMKG, tahun 2023 intensitas El Nino pada level yang lebih kuat bila dibandingkan dengan El Nino pada tahun 2019.
"Dalam rentang waktu selama hampir satu dekade ini luas karhutla menurun 37% hingga 94% per tahun," bebernya.
Ada beberapa faktor yang membuat kasus kebakaran hutan dan lahan menurun, diantaranya pemerintah bersama masyarakat mengubah paradigma penanganan karhutla dengan lebih mengedepankan upaya-upaya pencegahan.
"Pencegahan permanen merupakan pendekatan terbaik. Disini harus diintegrasikan upaya tata kelola serta partisipasi publik," kata dia.
Selain itu, penegakan hukum yang lebih tegas kepada para pelaku pembakaran, untuk memberikan efek jera. Sanksi ini berlaku untuk semua pelanggar termasuk korporasi.
"Kita sama perusahaan galak juga. Ketahuan ada hotspot, Dirjen Gakkum langsung melayangkan surat. Dari hotspot sudah diperingati tapi terus terjadi firespot, diambil aja (diciduk)," terangnya.
Tempat Personel di Lokasi Rawan Karhutla
Kemudian, menempatkan personel di lokasi rawan kebakaran dan meningkatkan patroli. Selanjutnya, melakukan monitoring real time dinamika permukaan air di lahan gambut. Sistem ini untuk mencegah terjadinya degradasi lahan, kebakaran lahan dan kerusakan lahan gambut.
"KLHK punya 11 ribu sistem monitoring. BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) juga punya ditempatkan di 300 titik, tapi khusus memonitoring lahan dikelola masyarakat. Karena KLHK agak kejam menerapkannya, jadi titiknya mesti banyak di lahan yang dikelola perusahaan, supaya adil," paparnya. (Achmad Sudarno)
Advertisement