Liputan6.com, Jakarta - Ulama asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim merupakan sosok seorang santri tulen, yang berlatar belakang pendidikan non-formal dan non-gelar. Akan tetapi, Gus Baha, demikian dia akrab disapa, diakui cerdas dan bahkan kerap diundang ke universitas-universitas terkemuka sebagai pemateri atau pembicara.
Gus Baha diberi keistimewaan untuk menjadi sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Advertisement
Selain itu, ia juga menjadi Pengasuh pondok pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3iA). Dua amanah yang sangat mentereng dan luar biasa, namun dibalik itu semua, ia pernah dibuat menangis, gegara penjual ayam kampung.
Meski hanya membahas soal penjual ayam kampung, kita bisa memetik ilmu yang disampaikan oleh santri kinasih Syaikhona KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen ini. Seperti diketahui sosok Gus Baha dikenal sebagai seorang ulama yang kharismatik dan penuh dengan kedalaman ilmu, dikenal akan pesannya yang disampaikan dengan kesederhanaan.
Bahasa yang digunakan oleh Gus Baha tidaklah rumit, namun sarat akan nilai-nilai kehidupan yang mendalam. Ia mampu menjelaskan konsep-konsep agama dengan cara yang mudah dipahami oleh semua kalangan, menjadikannya sangat dihormati dan dicintai oleh masyarakat luas.
Simak Video Pilihan Ini:
Momen Gus Baha Menangis
Kesederhanaan dalam penyampaiannya tidak hanya terbatas pada bahasa, tetapi juga tercermin dalam gaya hidupnya sehari-hari. Gus Baha hidup dengan hemat dan rendah hati, menjadikan kesederhanaan sebagai filosofi hidupnya.
Ia tidak tergoda oleh kemewahan dunia, melainkan lebih memilih untuk mengedepankan nilai-nilai spiritual yang lebih dalam, seperti ketulusan, kerendahan hati, dan keikhlasan dalam berbuat.
Pesannya yang sederhana namun dalam, serta gaya hidup yang rendah hati, Gus Baha mampu mempengaruhi banyak orang untuk mengikuti jejaknya dalam mencari kedamaian dan keberkahan dalam hidup. Kesederhanaan bukanlah sekadar gaya hidup baginya, tetapi lebih sebagai jalan menuju kebahagiaan dan keberkahan yang sejati dalam kehidupan ini.
Salah satunya saat dirinya berkisah, sampai menangis gara-gara ia ke pasar bertemu dengan penjual ayam kampung, begini kisahnya.
Mengutip arrahim.id, dalam salah satu video Gus Baha’, berkisah tentang pengalaman yang ia alami pada tanggal 2 Syawal (saat masih suasana lebaran seperti itu). Ia pagi-pagi pergi ke pasar Kragan bersama dua putrinya, yakni Tasbiha dan Mil’a dan disana Gus Baha menemui penjual ayam kampung.
Kemudian Gus Baha menangis, “Ya Allah, jika orang tidak menjadi kiai, tanggal 2 Syawal sudah cari uang.”
Kemudian Gus Baha’ membeli ayam tersebut sebanyak dua ratus ribu rupiah. Lalu putri Gus Baha’ bertanya, “mau untuk apa ayam sebanyak itu ?”. Gus Baha menjawab: “ya.. untuk dijadikan pelajaran. Dijadikan pelajaran bahwa tanggal 2 Syawal orang-orang sudah mencari uang.”
Mendapati pelajaran dari penjual ayam, bagi Gus Baha’ sebagai kiai, perayaan hari raya itu jangan lama-lama karena banyak menghambat pasar. Oleh karena itu, tradisi di Narukan tempat tinggal Gus Baha, hari raya itu hanya pada hari pertama dan malam hari ke dua syawal. Setelah itu bubar.
Advertisement
Gus Baha Belajar Banyak dari KH Maimoen Zubair
“Awas. Besok pagi jangan sowan lagi,” canda Gus Baha’.
Jadi setiap hari raya, tetangga semua sowan ke Gus Baha’ ketika setelah sholat ‘Id dan malam ke dua Syawal. Setelah itu mereka sungkan kecuali bagi mereka yang tinggal di Malaysia.
“Hari raya harus satu hari! Besok yang kerja, kerja. Aneh-aneh! Hari raya kok lama,” katanya.
Posisi kiai di waktu lebaran memang enak karena di waktu lebaran orang-orang berdatangan untuk sowan. Namun bagaimana, kalau bukan kiai ?!. Mengganggu rezeki banyak orang. Hal ini didasarkan pengalaman Gus Baha’ tadi, yakni sudah ada orang yang jualan ayam pada tanggal 2 syawal.
Menyikapi hal ini, Gus Baha berpendapat bahwa seharusnya para kiai berpikir, bukan malah bangga tamunya datang terus menerus selama sebulan. Gus Baha, yang menurut banyak orang termasuk kiai besar dan tentunya tamu sangat banyak, merasa tidak nyaman jika tamu yang ada tamu yang terus menerus berdatangan.
Menurutnya banyak acara-acara tidak penting seperti foto-foto, story kok di dewa-dewakan. Gus Baha tidak cocok dengan kebiasaan semacam itu.
“Ibadah terbaik adalah bekerja,” begitu kata Nabi Muhammad SAW.
Orang biar tetap kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan, itu ibadah yang paling utama kata nabi. Menerima tamu memang baik namun bekerja mencari nafkah jauh lebih baik.
Gus Baha mengetahui pengamalan ‘sebaik-sebaik ibadah’ ini dari Mbah Moen. Mbah Maimoen meski begitu besar kekuasaan dan pengaruhnya, ketika makan di rumahnya, yang beliau makan adalah uang hasil jualannya. Gus Baha’ sendiri sering menemani beliau makan. Mbah Moen biasa makan lauk pecel. Pecel yang dijual pada santri-santrinya itu. Betapa sederhananya beliau.
Begitupula dengan bapak Gus Baha, yakni Kiai Ahmad Nur Salim. Meskipun begitu besarnya tokoh Kiai Nur Salim, ketika di rumah makan sebagaimana orang biasa.
Di terakhir video pengajiannya, Gus Baha menjelaskan pentingnya mengakui semua kekuasaan dan kekayaan milik Allah. Bukan malah merasa memiliki dan lalai kepada Sang Pemberi.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul