Liputan6.com, Jakarta - Anggota Tim Hukum Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan mengingatkan penyelenggaraan pemilu ulang tidak bisa sembarangan dilakukan. Sebab dapat berdampak pada kenegaraan.
Hal itu disampaikan oleh Otto menjawab PHPU yang diajukan tim hukum kubu Anies-Muhaimin. Mereka meminta agar penyelenggaraan Pemilu 2024 diulang sekaligus mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka.
Advertisement
Mulanya, Otto Hasibuan mengatakan permohonan yang diajukan oleh tim hukum Anies-Imin dianggap tidak tepat karena membawa seluruh lembaga yang dianggap terlibat dalam kecurangan Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara MK hanya memiliki waktu selama 14 hari kerja mengadili perkara sengketa pemilu. Padahal menurut dia kubu 01 masih dapat melaporkan dugaan kecurangan pemilu sebelum-sebelumnya.
"Padahal, jauh sebelum hari ini, peraturan perundang-undangan telah memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk memprosesnya melalui badan atau lembaga dimaksud," ungkap Otto dalam nota jawaban PHPUnya yang dibacakan di MK, Kamis (28/3/2024).
Otto menegaskan, MK hanya memiliki waktu selama 14 kerja untuk mengadili sengketa Pemilu 2024. Bukan tanpa alasan MK hanya memiliki tenggat waktu tersebut.
Krisis Ketatanegaraan
Sebab sudah ada agenda ketatanegaraan yang telah disusun sedemikian rupa. Alhasil apabila permohonan Anies-Muhaimin yang meminta pemilu diulang akan sangat berdampak pada agenda kenegaraan.
"Bilamana rangkaian pemilu ini berkesudahan, misalnya dengan permintaan diskualifikasi, pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan lain yang mengarah kepada krisis ketatanegaraan di Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata dia.
Otto mengatakan, apabila kemudian pemohon mendalilkan bahwa mekanisme hukum yang berlaku dalam hal penyelesaian tiap tahapan tersebut memakan waktu berbelit-belit atau bahkan bisa melampaui tahapan-tahapan selanjutnya dalam pemilu itu sendiri.
"Seyogyanya, dan sepatutnya, hal ini dipermasalahkan dan dipersoalkan pemohon dalam forum yang terpisah, misalnya mengajukan judicial review baik kepada tingkat Mahkamah Agung atau ke MK, bukan dalam tahapan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden," tandas Otto.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement