Tim Hukum Prabowo-Gibran Minta Hakim Tolak Permohonan Kubu Anies-Muhaimin

Tim kuasa hukum capres-cawapres Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka meminta kepada Majelis Hakim Kontitusi untuk tidak melanjutkan perkara PHPU sebagaimana yang dimohonkan oleh pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.

oleh Tim News diperbarui 28 Mar 2024, 20:41 WIB
Otto Hasibuan. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum capres-cawapres Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka meminta kepada Majelis Hakim Kontitusi untuk tidak melanjutkan perkara PHPU sebagaimana yang dimohonkan oleh pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.

Permohonan itu disampaikan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Gibran dalam nota eksepsinya dalam sidang lanjutan PHPU di gedung MK. Otto juga menyebut eksepsinya miliknya agar dinyatakan mutlak.

"Dalam eksepsi, satu mengenai kompetensi absolut, menerima eksepsi kompetensi absolut dari pihak terkait," ucap Otto di ruang sidang, Kamis (28/3/2024).

"Dua, menyatakan MK tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo," sambung dia.

Adapun alasan Otto agar majelis hakim Konstitusi sehubungan dengan permohonan kubu 01 tidak sesuai dengan materi perkara yang digugat alias sapu jagat. Ia pun meminta hakim untuk menolak seluruh permohonan yang bersangkutan.

"Mengenai eksepsi cacat formil, satu menerima eksepsi dair pihak terkait untuk seluruhnya. Menyatakan permohonan pemohon cacat formil, ketiga menyatakan permohonan pemohon tidak diterima," pungkas dia.

"Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," sambung dia.

 


Otto Hasibuan Sebut Kubu AMIN Harusnya Sudah Paham soal PHPU

Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (28/3/2024). (Liputan6.com/Radityo Priyasmoro)

Sebelumnya, Otto Hasibuan menyebut seharusnya, kubu Anies-Imin sudah paham akan aturan-aturan perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Hanya saja dalam hal ini tim hukum pasangan Anies-Imin dianggap telah mencampur adukkan sengeketa pilpres dalam permohonannya.

Otto berujar bahwasanya bila memang telah terjadi kecurangan dalam konteks pemilu itu sendiri sudah selayaknya dibahas di luar forum PHPU.

"Apabila Pemohon mengendalikan mekanisme hukum yang berlaku dalam hal penyelesaian tahapan tersebut memakan waktu berbelit-belit atau bahkan bisa melampaui tahapan-tahapan selanjutnya dalam pemilihan itu sendiri seyogyanya dan sepatutnya hal ini dipermasalahkan dan dipersoalkan memohon dalam forum yang terpisah misalnya pengajuan dalam tingkat Mahkamah Agung atau ke MK bukan dalam tahap perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata Otto di ruang sidang MK, Kamis (28/3/2024).

Sejatinya, permasalahan PHPU telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Di Undang-Undang tersebut juga telah mengatur perihal sengeketa Pilpres.

Semestinya, kata Otto tim hukum Capres nomor urut 1 itu sudah faham betul.

"Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ini telah berlaku dan digunakan sejak tahun 2017 lebih-lebih ketentuannya telah digunakan sebagai basis hukum penyelenggara Pemilu tahun 2019. Artinya pemohon telah cukup memahami kondisi dan aturan serta kaidah yang termaktub," pungkas dia.

Otto pun mengaku heran karena setelah selesai semua tahapan Pemilu, Anies-Imin baru menggembor banyak dugaan kecurangan.

"Setelah selesai tahapan Pemilu dikalahkan justru mempersoalkan aturan-aturan tersebut saya katakan waktu tidak berpihak kepada pemohon," jelas dia.


Permohonan Kubu AMIN

Sebagaimana dalam petitum Tim Hukum dari Anies-Muhaimin (AMIN) Bambang Widjojanto menyampaikan petitum atau permohonan kepada hakim Konstitusi terkait sidang sengketa Pilpres 2024.

Pertama, dia meminta hakim Konstitusi dapat membatalkan keputusan KPU RI tenang penetapan hasil Pemilu 2024 yang sudah dibacakan pada 20 Maret yang lalu.

"Kami minta Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, yaitu menyatakan batal keputusan KPU tentang penetapan hasil Pemilu 2024," kata pria karib disapa BW ini saat sidang sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (27/3).

Selain itu, BW juga memohon agar para hakim Konstitusi mendiskualifikasi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka BW meminta hakim Konstitusi dapat memerintahkan untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) yang jujur, adil, netral dan tanpa intervensi presiden dan alat-alat negara seperti aparat penegak hukum.

"Memerintahkan kepada Presiden untuk bertindak netral dan tidak mobilisasi aparatur negara serta tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pasangan calon dalam pemungutan suara ulang," minta BW.

 


Kubu AMIN Minta Gibran Didiskualifikasi

Terakhir, BW meminta agar Gibran Rakabuming Raka dapat didiskualifikasi sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2024.

Alasannya, sebab tidak memenuhi syarat usia sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

"Kami harap Yang Mulia Hakim Konstitusi dapat mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Apabila berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," katanya.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com

Infografis KPU Siap Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya