Liputan6.com, Jakarta - Mendambakan Lailatul Qadar adalah bentuk kerinduan spiritual yang mendalam bagi umat Muslim.
Keistimewaan malam ini disebutkan dalam Al-Quran, bahwa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Lailatul Qadar diyakini sebagai malam di mana semua doa-doa dikabulkan oleh Allah SWT.
Peristiwa Lailatul Qadar merupakan momen penting dalam sejarah Islam yang memperkuat keyakinan umat Islam terhadap kebenaran agama mereka.
Dalam mencari Lailatul Qadar, umat Muslim biasanya meningkatkan ibadah mereka dengan melakukan qiyamul lail (sholat malam) dan berdzikir secara lebih intensif.
Semangat untuk menemukan malam yang penuh berkah ini memberikan dorongan bagi umat Islam untuk meningkatkan ketekunan dalam ibadah dan meningkatkan kesadaran spiritual mereka.
Mendambakan lailatul qadar juga mencerminkan keinginan untuk mendapatkan keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Dalam suasana malam yang penuh dengan keberkahan ini, umat Muslim berharap untuk mendapatkan ampunan atas dosa-dosa mereka serta mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah SWT.
Bagaimana Muslim ini tak mendambakan dan merindukannya, ibaratnya kerja satu malam, digaji senilai 83 tahun lebih 4 bulan? Diyakini doa di malam ini sangat potensial untuk dikabulkan.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Banyak Pendapat tentang Datangnya Lailatul Qadar
Tapi kebanyakan orang ingin sesuatu yang bersifat instan. Kalau bisa dipermudah mengapa mesti dipersulit.
Mengutip Hidayatuna.com, menurut Ibnu Hajar, ada lebih dari empat puluh (40) pendapat tentang kapan terjadinya lailatul qadar. Jumlah yang tidak sedikit untuk melakukan tarjih.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa lailatul qadr hanya terjadi saat Al-Quran turun pertama kali. Sekali itu saja. Setelah itu tidak ada lagi.
Ada yang mengatakan bahwa lailatul qadar terjadi sepanjang tahun, tidak hanya di bulan Ramadhan saja.
Pendapat lainnya menyebut tanggal-tanggal tertentu, seperti tanggal 17 Ramadhan (dan ini yang menjadi dasar kenapa peringatan Nuzul Quran diperingati setiap 17 Ramadhan), 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.
Bahkan ada pendapat yang menyebut tanggal-tanggal genap seperti 18, 20, 24 Ramadhan dan seterusnya.Mayoritas ulama lebih men-tarjih pendapat yang menyatakan bahwa lailatul qadar akan tetap terjadi pada bulan Ramadhan setiap tahun (bukan hanya sekali saat al-Quran turun pertama kali saja), dan ia akan terjadi pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, terutama di malam-malam ganjil.
Ada pendapat yang sangat populer di kalangan ulama bahwa lailatul qadr terjadi pada malam 27 Ramadhan.
Karena itu, biasanya di malam ini, di berbagai negara Arab, masyarakat berbondong-bondong meramaikan masjid untuk melaksanakan shalat tarawih berjamah dengan harapan bisa mendapatkan lailatul qadar.
Advertisement
Benarkah Lailatul Qadar Terjadi pada Malam 27 Ramadhan?
Yang unik, ada sebuah riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Abbas RA . Ia memilih pendapat yang mengatakan lailatul qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan dengan alasan yang unik.
Ia menyatakan bahwa Allah menjadikan jumlah kata dalam surat al-Qadr sama dengan jumlah malam bulan Ramadhan, yaitu 30.
Kata yang ke 27 dalam surat al-Qadr persis tiba pada kata: هي yang berarti: “dia-nya”. Ini menjadi isyarat bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke 27.
Di samping itu, kata ليلة القدر berjumlah 9 huruf. Ia diulang sebanyak tiga kali dalam surat ini. Maka, 9×3 = 27. Ini semakin menguatkan pendapat bahwa lailatul qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan.
Semoga tidak ada yang ‘lancang’ mengatakan bahwa Ibnu Abbas sedang melakukan ‘cocoklogi.’
Memang, Sayyid Abdullah bin Shiddiq al-Ghumari, seorang ulama terkenal dari Maroko, meragukan penisbahan pendapat ini kepada Ibnu Abbas.
Terlepas dari kualitas riwayat-riwayat tersebut, sesungguhnya penentuan tanggal kapan lailatul qadr bertentangan dengan hikmah dirahasiakannya hal ini oleh Rasulullah SAw.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani dari Abdullah bin Unais ia berkata, “Ya Rasulullah, beritahu padaku pada malam keberapa engkau mencari lailatul qadr?”
Rasullah menjawab:
لَوْلاَ أَنْ يَتْرُكَ النَّاسُ الصَّلاَةَ إِلاَّ تِلْكَ اللَّيْلَةَ لَأَخْبَرْتُكَ
Artinya:
“Kalaulah tidak karena khawatir manusia akan meninggalkan shlat, kecuali pada malam itu saja, pasti akan kuberitahukan padamu.”
Betapa Dirahasiakannya Malam Istimewa Ini
Kalau demikian, bagaimana kita memahami berbagai riwayat yang menyebutkan tanggal terjadinya lailatul qadar secara spesifik?
Imam Thahir bin ‘Asyur punya jawaban cerdas:
إن ما ورد في ذلك من الأخبار محتمل لأن يكون أراد به تعيينها في خصوص السنة التي أخبر عنها
Artinya:
“Boleh jadi yang dimaksud oleh hadits atau atsar tentang ini adalah tanggal terjadinya lailatul qadr pada tahun ketika hadits atau atsar tersebut disampaikan.”
Artinya, mungkin saja lailatul qadr pada tahun itu terjadi pada malam ke-27, 25, 23 dan sebagainya, karena memang menurut mayoritas ulama, lailatul qadr selalu berganti pada setiap tahun.
Jadi kalau pada Ramadhan tahun 1444 H, lailatul qadar terjadi pada malam ke-27, misalnya, maka boleh jadi pada tahun berikutnya (tahun ini) terjadi pada malam ke-25, dan seterusnya.
Bagaimana Tandanya?
Beberapa pendapat memang menyebutkan ada tanda-tanda tertentu yang bisa dilihat oleh orang yang diberikan kesempatan bertemu dengan malam mulia itu.
Di antaranya ia akan melihat pepohonan sujud, melihat cahaya yang sangat terang dan menyinari tempat-tempat yang gelap, mendengar salam dari malaikat, air asin terasa tawar dan lain sebagainya.
Tapi pendapat ini dibantah oleh Imam Thabari, Syaikhul Mufassirin. Ia mengatakan:
إخفاء ليلة القدر دليل على كذب من زعم أنه يظهر في تلك الليلة للعيون ما لا يظهر في سائر السنة، إذ لو كان ذلك حقّا لم يخف على كل من قام ليالي السنة فضلا عن ليالي رمضان
Artinya:
“Dirahasiakannya lailatul qadar menjadi bukti kebohongan orang-orang yang mengklaim bahwa pada malam itu akan tampak sesuatu yang tidak biasa.
Karena, kalau hal itu benar, pasti tanda-tanda itu akan dilihat oleh setiap orang yang melakukan qiyam di setiap malam sepanjang tahun, terutama mereka yang melakukan qiyam di seluruh malam-malam Ramadhan.”
Bantahan Imam Thabari ini dibantah lagi oleh Imam Ibnu al-Munayyir, salah seorang pensyarah Shahih Bukhari.
Ia tidak setuju jika orang yang berpendapat bahwa ada tanda-tanda yang bisa dilihat oleh orang yang bertemu lailatul qadar disebut sebagai pembohong.
Karena boleh jadi, mendapatkan malam mulia ini memang sebuah karamah yang diberikan Allah kepada orang-orang tertentu saja.
Tapi ia menegaskan, ini tidak berarti bahwa orang yang tidak melihat tanda-tanda tersebut tidak mendapatkan lailatul qadr.
Karena boleh jadi ada orang yang melakukan qiyam pada malam lailatul qadr tapi ia tidak melihat tanda sama sekali, karena ia fokus pada ibadah. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul
Advertisement