Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyindir keberhasilan Presisen Joko Widodo (Jokowi) dalam memimpin bangsa Indonesia. Hasto menilai kemajuan yang diraih bangsa ini ditempuh Presiden Jokowi melalui utang yang sangat besar.
Mulanya, Hasto bercerita terkait kekhilafan yang dilakukan PDIP karena mencalonkan putra bungsu Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wali Kota Solo.
Advertisement
Alasan keputusan tersebut dilandasi keberhasilan Presiden Jokowi. Namun, akhirnya saat ini PDIP sadar, di balik keberhasilan Kepala Negara itu menyimpan utang yang sangat besar.
"Setelah kami lihat lebih dalam, kemajuan ini ternyata dipicu oleh beban utang yang sangat besar. Utang kita, utang pemerintah itu hampir mencapai US$196 miliar. Ternyata utang swasta dan BUMN itu hampir mencapai US$220 miliar," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat diskusi secara daring, Sabtu (30/3/2024).
Menurut Hasto, jika kedua utang itu digabung, Indonesia ke depan berpotensi menghadapi masalah serius. Terlebih, kata Hasto, praktik nepotisme yang dijalankan Jokowi saat ini justru kian menguat.
Hasto bahkan mencontohkan pencalonan Sekretaris Presiden Jokowi, Devid Agus Yunanto, yang maju sebagai calon bupati Boyolali. Hal itu, kata Hasto, akan merebut suara dari basis PDIP.
"Misalnya Sekretaris Pak Jokowi, Devid, dicalonkan sebagai calon bupati di Boyolali. Itu kan akan merebut basis dari PDI Perjuangan yang selama ini membesar," kata Hasto.
10 Tahun Jokowi Berkuasa, Utang Pemerintah Mencapai Rp8.041 Triliun
Selama 10 tahun terakhir periode 2014-2023 utang Pemerintah Pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Wakil Rektor II Universitas Paramadina, Handi Risza, menjelaskan pada awal kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama, utang yang diwariskan Presiden sebelumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebesar Rp2.608 triliun. Namun, menjelang akhir Pemerintahan Jokowi periode kedua kini utang mencapai Rp8.041 triliun.
Bahkan, jika digabung dengan utang BUMN, maka utang negara Indonesia bisa mencapai Rp10.000 triliun. Handi pun memprediksi akan terjadi peningkatan utang menjelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Jokowi di tahun 2024 ini.
"Bisa jadi diprediksi bisa membengkak. Bahkan kalau kita gabung dengan utang BUMN nilainya bisa di atas Rp10.000 triliun," ujar Handi.
Puncak kenaikan terjadi ketika pandemi covid-19, di mana Pemerintah memerlukan anggaran untuk penanganan dampak pandemi baik dari segi kesehatan hingga sosial.
"Puncaknya ketika kita terkena covid 2020-2021, pertumbuhan utang kita mencapai 27,02 persen, karena ada biaya yang kita tanggung. Selain itu juga pembiayaan untuk membiayai PEN, itu juga membuat utang kita cukup membengkak," kata Handi.
Namun pertumbuhan utang tersebut juga menunjukkan tren penurunan pada dua tahun terakhir periode 2022-2023. Tercatat tren pertumbuhan utang pada 2022 tercatat 7,7 persen dan tahun 2023 sebesar 3,96 persen. Sedangkan pada 2020 tembus 27,02 persen, dan tahun 2021 utang tumbuh 20,9 persen.
"Tapi dalam dua tahun terakhir sudah mengalami penyusutan, mungkin gara-gara menjelang pemilu angkanya dibuat lebih baik dulu, sehingga terkesan neracanya lebih baiklah turun nilainya," pungkasnya.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement