Pakar PBB: Haiti Butuh hingga 5.000 Polisi untuk Atasi Bencana Kekerasan Geng Kriminal Bersenjata

Juli lalu, pakar PBB mengatakan Haiti membutuhkan antara 1.000 dan 2.000 polisi internasional yang terlatih untuk menangani geng-geng kriminal bersenjata. Saat ini, dia mengatakan situasinya jauh lebih buruk, sehingga dibutuhkan dua kali lipat dari jumlah tersebut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Mar 2024, 10:17 WIB
Geng dengan aksi kekerasan telah berbuat sangat keji, dengan rincian aksi seperti pemerkosaan dan pembunuhan brutal yang terjadi di ibu kota negara yang sedang bermasalah itu. (Richard PIERRIN/AFP)

Liputan6.com, Port-au-Prince - Haiti membutuhkan antara 4.000 dan 5.000 polisi internasional untuk membantu mengatasi bencana kekerasan geng-geng kriminal bersenjata yang menargetkan individu-individu penting dan rumah sakit, sekolah, bank, serta lembaga penting lainnya. Hal tersebut disampaikan pakar hak asasi manusia PBB pada hari Kamis (29/3/2024).

Juli lalu, William O’Neill mengatakan Haiti membutuhkan antara 1.000 dan 2.000 polisi internasional yang terlatih untuk menangani geng-geng kriminal bersenjata. Saat ini, dia mengatakan situasinya jauh lebih buruk, sehingga dibutuhkan dua kali lipat dari jumlah tersebut dan diperlukan lebih banyak lagi untuk membantu Kepolisian Nasional Haiti mendapatkan kembali kendali keamanan dan mengekang pelanggaran hak asasi manusia.

O'Neill berbicara pada konferensi pers peluncuran laporan Kantor Hak Asasi Manusia PBB yang dia bantu produksi, yang menyerukan tindakan segera untuk mengatasi situasi "bencana" di Haiti di mana korupsi, impunitas, dan tata kelola yang buruk ditambah dengan meningkatnya kekerasan geng kriminal bersenjata telah mengikis supremasi hukum dan membuat lembaga-lembaga negara hampir runtuh. Demikian seperti dilansir AP, Minggu (31/3).

Laporan, yang mencakup periode lima bulan yang berakhir pada Februari, mengatakan geng-geng kriminal bersenjata terus merekrut dan menganiaya anak laki-laki dan perempuan, dan beberapa anak dibunuh karena mencoba melarikan diri.

Geng-geng kriminal bersenjata disebut terus menggunakan kekerasan seksual untuk menganiaya, menghukum, dan mengendalikan orang, kata laporan itu, mengutip perempuan yang diperkosa selama serangan geng - dalam banyak kasus setelah melihat suami mereka dibunuh di depan mata.

Pada tahun 2023, menurut laporan O'Neill, jumlah orang yang terbunuh dan terluka akibat kekerasan geng kriminal bersenjata meningkat secara signifikan – dengan 4.451 orang terbunuh dan 1.668 orang terluka. Hingga 22 Maret tahun ini, jumlahnya melonjak menjadi 1.554 orang tewas dan 826 orang luka-luka.

Akibat meningkatnya kekerasan geng kriminal bersenjata, kelompok yang menamai diri mereka "brigade pertahanan diri", sebut laporan O'Neill, telah mengambil tindakan sendiri.

"Setidaknya 528 kasus hukuman mati tanpa pengadilan dilaporkan pada tahun 2023 dan 59 kasus lainnya pada tahun 2024," ungkap laporan tersebut.


Penempatan Pasukan Keamanan Internasional di Haiti Mendesak

Seorang pria menambahkan puing-puing untuk dibakar di barikade ban yang terbakar yang dipasang oleh pengunjuk rasa selama demonstrasi menuntut Perdana Menteri Haiti Ariel Henry mundur dan menyerukan kualitas hidup yang lebih baik, di Port-au-Prince, Haiti, Senin (29/8/2022). (AP Photo/Odelyn Joseph)

Laporan hak asasi manusia yang sama menegaskan kembali perlunya pengerahan misi keamanan multinasional untuk membantu polisi Haiti menghentikan kekerasan dan memulihkan supremasi hukum. Dan mereka mendesak kontrol yang lebih ketat di tingkat nasional dan internasional untuk membendung perdagangan senjata dan amunisi ke geng-geng dan pihak-pihak lain – yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (AS).

O'Neill lebih lanjut mengatakan bahwa penargetan yang "mengkhawatirkan" terhadap lembaga-lembaga dan individu-individu penting dimulai dalam empat atau lima minggu terakhir – dengan 18 serangan yang tercatat terhadap rumah sakit, serangan ke sejumlah rumah sakit, dan institusi akademik dibakar pada Rabu (27/3) malam. Geng-geng kriminal juga membakar dua penjara besar di Haiti.

Selain itu, katanya, geng-geng tersebut telah melakukan dua upaya untuk mengambil kendali Istana Nasional dan mereka menargetkan pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan orang-orang yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap kelanjutan penguasaan mereka.

Elemen baru lainnya yang didokumentasikan oleh tim hak asasi manusia PBB di Haiti, ungkap O'Neill, adalah penggunaan anak-anak tidak hanya sebagai pembawa pesan, pengintai, budak seks dan juru masak, namun remaja muda kini terlibat dalam aktivitas garis depan dan penyerangan dalam jumlah yang tidak terlihat sebelumnya.

Penutupan bandara dan jalan raya juga menyebabkan sekitar 1,4 juta warga Haiti di ambang kelaparan. Jumlah orang yang meninggalkan rumah mereka telah meningkat dari 50.000 pada Juli lalu menurut Organisasi Migrasi Internasional PBB menjadi setidaknya 362.000.

"Menurut saya dalam tiga hingga empat minggu terakhir, kita mungkin mendekati 400.000 atau bahkan lebih," kata utusan PBB itu.

O’Neill menuturkan membangun kembali keamanan adalah kuncinya dan menempatkan pasukan keamanan internasional di Haiti sangatlah penting dan mendesak.


Lebih Cepat Lebih Baik

Warga melarikan diri dari kekerasan geng di ibu kota Haiti (Richard Pierrin/ AFP)

Mendirikan dan mengaktifkan dewan transisi kepresidenan secara resmi juga merupakan hal yang "krusial" dan "sangat penting", sebut O’Neill, seraya menyatakan harapan bahwa hal ini bisa terwujud minggu depan. Salah satu alasannya adalah karena Presiden Kenya William Ruto mengatakan dia tidak akan mengerahkan polisi untuk memimpin operasi keamanan multinasional sampai Haiti memiliki pemimpin yang sah.

O’Neill menggarisbawahi bahwa operasi polisi internasional juga sangat membutuhkan dana.

Haiti meminta pasukan internasional untuk memerangi geng kriminal bersenjata pada Oktober 2022 dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengajukannya pada Juli lalu.

"Kami masih menunggu dan kehilangan yang terjadi setiap hari berarti semakin banyak orang meninggal, semakin banyak perempuan dan anak perempuan yang diperkosa, dan semakin banyak orang meninggalkan rumah mereka," tutur O’Neill. "Jadi, lebih cepat lebih baik."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya