Liputan6.com, Jakarta - Suara dari luar angkasa mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah. Tetapi kenyataannya, para ilmuwan telah berhasil merekam berbagai macam suara dari luar angkasa selama beberapa dekade.
Suara-suara ini, yang berasal dari berbagai objek dan fenomena kosmik, memberikan wawasan baru tentang alam semesta. Berbeda dengan Bumi, ruang angkasa tidak memiliki medium untuk merambatkan gelombang suara.
Oleh karena itu, suara yang direkam di luar angkasa tidak terdengar seperti suara yang biasa kita dengar di Bumi. Suara-suara ini diubah menjadi gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh satelit dan pesawat ruang angkasa.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari laman Live Science pada Jumat (29/03/2024), berikut suara luar angkasa yang berhasil diterjemahkan para astronom.
1. Komet Tempel 1
Wahana luar angkasa milik NASA, Stardust, terbang melintasi awan debu komet Tempel 1 pada 14 Februari 2011. Awan debu ini membawa berbagai partikel debu dan bebatuan kecil, benda-benda tersebut menghujani pelindung Stardust.
Suara yang terdengar saat Stardust terbang melintasinya adalah gelombang suara dan listrik yang diukur oleh Dust Flux Monitor. Partikel yang menabrak Stardust ini diduga terbuat dari es dan debu.
Video berdurasi 26 detik tersebut adalah sebagian kecil dari 5.000 dentuman di Stardust yang sebenarnya terjadi sekitar 11 menit.
Gempa di Mars
2. Gempa di Mars
Wahana milik NASA di Mars, InSight, merekam gempa di permukaan Mars untuk pertama kalinya pada 2019 lalu. Gempa di Planet Merah ini terekam pada 6 April oleh alat Seismic Experiment for Interior Structure (SEIS).
Terkonfirmasi gempa, ilmuwan mengatakan getaran tersebut datang dari dalam Mars, bukan dari luar. Karena permukaan Mars sunyi, SEIS di InSight bisa mendeteksi getaran terkecil sekali pun.
Menurut NASA, bunyi semacam ini mungkin tak akan terdengar jika terjadi di Bumi. Meski begitu, fenomena ini masih belum cukup untuk mengisi data mengenai interior Mars yang mana bisa membongkar asal usul Bumi dan Bulan.
Berbeda dengan kejadian gempa Bumi, gempa di Mars tidak terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik. Gempa ini disebabkan oleh proses pendinginan dan kontraksi yang menyebabkan tekanan.
Tekanan yang terus menumpuk ini jadi cukup kuat untuk memecahkan lapisan di Mars, sehingga menyebabkan gempa.
Advertisement
Kemarahan Jupiter
3. Kemarahan Jupiter
Juno adalah wahana yang diluncurkan NASA ke Jupiter. Juno mencapai tempat tujuannya lima tahun setelah diluncurkan pada 2011.
Melewati medan magnet Jupiter, Juno sempat menangkap beberapa perubahan dari lingkungan padat angin matahari ke medan magnet planet terbesar di tata surya ini. Fenomena ini disebut bow shock, yaitu saat angin matahari berinteraksi dengan medan magnet suatu objek langit, dalam kasus ini, medan magnet Jupiter.
Untungnya, Juno sempat merekam fenomena bow shock ini dan diterjemahkan ke dalam suara yang menurut NASA. Hasilnya, kemerahan Jupiter setara dengan dentuman sonik (sonic boom) sebuah pesawat jet.
4. Suara dari Bumi
Van Allen Probe (VAP) merupakan wahana antariksa yang diluncurkan pada 2012. VAP bertujuan untuk mengerti dinamika gelombang plasma untuk meningkatkan prediksi cuaca luar angkasa sehingga bisa mencegah kerusakan di satelit dan sinyal telekomunikasi.
Dari 2012 hingga 2017, VAP sempat menangkap berbagai gelombang plasma yang mengitari Bumi. VAP menggunakan alat Electric and Magnetic Field Instrument Suite and Integrated Science (EMFISIS) untuk mengukur gelombang listrik dan magnet sekeliling Bumi.
Sensor EMFISIS merekam perubahan frekuensi di medan-medan tersebut. Lalu, para peneliti mengubah frekuensinya agar bisa terdengar telinga manusia.
5. Keluarnya Voyager 1 dari Tata Surya
Diluncurkan pada 1977 silam, Voyager 1 memiliki misi untuk meneliti luar angkasa di luar tata surya. Saat ini, Voyager 1 adalah objek buatan manusia yang paling jauh terbang di luar angkasa.
Pada 2012, diketahui Voyager 1 telah mencapai ruang antar bintang. Pada 2012 hingga 2013, pendeteksi gelombang plasma Voyager 1 mendeteksi getaran plasma antar bintang yang kuat.
Video tersebut menunjukkan gelombang plasma yang terdengar oleh Voyager 1. Dari peningkatan kepadatan gelombang, para ilmuwan menyimpulkan bahwa Voyager 1 telah memasuki ruang antar bintang sejak Agustus 2012.
Suara Lubang Hitam dari Galaksi Perseus
6. Suara Lubang Hitam dari Galaksi Perseus
Lubang hitam di pusat klaster galaksi Perseus selalu dikaitkan dengan keberadaan suara. Hal ini dikarenakan gelombang tekanan dari lubang hitam tersebut menyebabkan riak yang bisa diterjemahkan menjadi sebuah not, tetapi 57 oktaf di bawah kunci middle C.
Pada Mei 2022, NASA kembali merilis sonifikasi lubang hitam tersebut dengan not-not baru. Penemuan ini mematahkan konsep umum mengenai suara yang tak terdengar di luar angkasa.
Disimpulkan, klaster galaksi memiliki gas yang cukup untuk menjadi sarana yang menghantarkan suara. Gelombang suara dari klaster galaksi Perseus ini pertama diekstraksi dari pusat ke luar.
Sinyal tersebut kemudian dinaikkan 57 hingga 58 oktaf agar bisa terdengar manusia atau setara dengan 144 hingga 288 kuadriliun lebih tinggi dari frekuensi asli.
7. Tabrakan Dua Lubang Hitam
Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) di Hanford dan Livingston, Amerika Serikat, mengamati gelombang gravitasi yang berasal dari tubrukan antara dua lubang hitam pada 2015. Masing-masing lubang hitam memiliki massa 30 kali lebih berat dari Matahari.
Tubrukan ini memancarkan energi 50 kali lebih besar dari seluruh bintang. Menariknya, tabrakan lubang hutam raksasa ini hanya berlangsung sepersekian detik.
Saat kedua lubang hitam mendekat, frekuensi gelombang gravitasi meningkat, membuat suara bak kicauan burung. Di video tersebut, LIGO membagi suara menjadi dua bagian dan dimainkan dua kali.
Bagian pertama adalah frekuensi gelombang suara yang mengikuti gelombang gravitasi. Bagian kedua adalah frekuensi gelombang suara yang ditingkatkan agar bisa terdengar telinga manusia.
(Tifani)
Advertisement