Liputan6.com, Jakarta Singapura menjadi "zona biru" terbaru di dunia atau tempat tempat dimana orang hidup lebih lama dan lebih sehat.
"Singapura memiliki angka harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan tertinggi di dunia. Jadi, apapun yang dilakukan Singapura, hal itu berhasil menghasilkan kehidupan terpanjang dan tersehat di planet ini," kata penulis buku berjudul “The Complete Blue Zones: Lessons From The Healthiest Places on Earth”, Dan Buettner sebagaimana yang dikutip dari CNBC, Senin (1/4/2024).
Advertisement
Zona biru didefinisikan sebagai tempat yang memiliki 10 kali lebih banyak orang berusia seratus tahun dibandingkan dengan Amerika Serikat per kapita.
Sementara itu, terdapat lima zona biru lainnya seperti Ikaria di Yunani, Okinawa yang terletak di Jepang, Nicoya di wilayah Kosta Rika, Sardinia di Italia, dan Loma Linda yang berada di Amerika Serikat. Singapura masuk dalam daftar baru Buettner, yang dijuluki "zona biru 2.0".
Zona biru yang asli muncul karena keadaan alam, zona biru 2.0 adalah buatan manusia.
"Zona biru alami menghilang karena mereka telah “terpengaruhi Amerika”," kata Buettner. "Mesin menggantikan aktivitas fisik dan teknologi memisahkan orang-orang dari bertatap muka"
Pada tahun 2004, Buettner bergabung dengan National Geographic dan National Institute of Aging untuk mencoba melakukan penelitian terhadap umur panjang. Tim ini mengidentifikasi bagian-bagian dunia di mana orang-orang hidup lebih lama secara terukur, kemudian untuk mencari tahu kenapa orang-orang di komunitas tersebut hidup lebih lama.
'Power 9' dan Maknanya
Buettner dan timnya berhasil menemukan "Power 9" - sebuah kumpulan faktor inti yang mewakili kebiasaan orang-orang yang paling sehat dan berumur panjang di dunia.
Kesembilan prinsip ini adalah:
- Bergerak dengan tenang dalam keseharian;
- Selalu memiliki tujuan;
- Menjaga rutinitas untuk menghilangkan stres;
- Berhenti makan ketika 80% kenyang;
- Makan lebih banyak makanan nabati;
- Mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang cukup dan teratur;
- Menjadi bagian dari sebuah komunitas;
- Menjaga orang-orang yang dicintai tetap dekat; dan
- Dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki kebiasaan yang sehat.
Singapura adalah “negara dimana umur panjang rakyatnya bersifat buatan” kata Buettner sebelumnya.
Advertisement
Jalan kaki, Bukan Naik Kendaraan
Ketika banyak orang di berbagai belahan dunia mengendarai mobil, hal yang berbeda terjadi di Singapura. Di sana, sebagian besar orang berjalan kaki - tetapi biasanya karena kebutuhan, bukan untuk berolahraga.
"Singapura, menurut saya, secara brilian mengenakan pajak pada mobil, mengenakan pajak pada bensin, mengenakan pajak melalui penggunaan jalan raya... dan kemudian berinvestasi besar-besaran dalam hal kemudahan berjalan kaki dan bersepeda serta transportasi umum," ujar Buettner.
"Itu bukan hanya kebetulan, itu adalah perencanaan yang sangat baik ... sebagai hasilnya, hampir semua masyarakat menjadi terbiasa untuk berjalan kaki" tambahnya.
Untuk membeli mobil di Singapura, seseorang harus mendapatkan izin untuk memiliki mobil. Izin yang sering disebut sebagai COE atau sertifikat hak milik biasanya dibandrol dengan lebih mahal daripada harga mobil itu sendiri.
Sebagai perbandingan, pada bulan Maret, harga yang tercantum untuk Toyota Camry Hybrid di Singapura adalah SGD 209.888 dolar Singapura atau sekitar Rp2.4 miliar. Di Amerika Serikat, mobil ini dijual dengan harga yang lebih murah, yaitu USD 28.855 atau sekitar Rp459 juta saja.
Mendekatkan Diri ke Orang yang Dicintai
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di zona biru cenderung memprioritaskan orang yang mereka cintai dan menjaga mereka tetap di dekatnya.
Hal ini terlihat dari kebijakan Singapura yang dikenal sebagai Proximity Housing Grant yang memberikan insentif finansial kepada orang-orang yang tinggal bersama, atau di dekat orang tua dan anak-anak mereka.
"Alih-alih menempatkan orang tua di panti jompo, seperti yang kami lakukan di Amerika Serikat, para lansia di sana - mereka tetap tinggal bersama keluarga. Lebih sering, mereka mendapatkan perawatan yang lebih baik dari keluarga, jadi ini semua mendukung harapan hidup para lansia," kata Buettner.
Advertisement
Tenggang Rasa Menjadi Kunci
Penelitian ini menemukan bahwa menjadi bagian dari komunitas berbasis agama dapat berkorelasi dengan harapan hidup yang lebih panjang.
"Semua kecuali lima dari 263 centenarian (orang yang hidup di atas usia 100 tahun) yang kami wawancarai adalah anggota komunitas berbasis agama," menurut Buettner. "Penelitian menunjukkan bahwa menghadiri layanan berbasis agama empat kali per bulan akan menambah 4-14 tahun harapan hidup."
Pew Research Center mencatat dalam studinya di tahun 2014 bahwa hampir 80% orang dewasa Singapura merupakan penganut agama. Selain itu, studi ini menempatkan negara kecil ini sebagai negara yang memiliki agama yang paling beragam di dunia.
Kesehatan Menjadi Suatu Hal yang Penting
Singapura berhasil membuat "makanan sehat lebih murah dan lebih mudah diakses daripada junk food," kata Buettner. Negara ini telah menciptakan insentif bagi perusahaan makanan untuk menyediakan pilihan yang lebih sehat.
Pilihan yang lebih sehat seperti beras merah dan biji-bijian dipromosikan oleh Dewan Promosi Kesehatan. Kementerian Kesehatan disana juga telah menciptakan sistem pelabelan yang menunjukkan kepada penduduk tentang warung-warung yang menyediakan pilihan yang lebih sehat.
Merokok menjadi dibuat "sulit, tidak menarik, dan mahal," kata Buettner. "Singapura melakukan pekerjaan yang baik dalam mencegah warganya dari merokok, salah satunya menggunakan gambar-gambar kanker mulut sebagai tampilan depan bungkus rokok. Mereka juga salah satu negara pertama yang mengenakan pajak rokok."
Warga disana juga menikmati perawatan kesehatan universal yang berarti penduduknya memiliki akses ke perawatan medis yang berkualitas, termasuk layanan kesehatan seperti pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif. Pemerintah telah bekerja untuk membuat kebijakan yang mensubsidi biaya perawatan kesehatan.
"Di Amerika, perawatan kesehatan sangat mahal dan tidak efisien karena mereka memprioritaskan keuntungan" kata Buettner.
"Agenda Lee Kuan Yew dan rekan-rekannya berbeda. Mereka mencoba untuk benar-benar memastikan orang-orang tetap sehat, daripada menghasilkan uang dari orang-orang." tambahnya, mengacu pada bapak pendiri Singapura yang merupakan perdana menteri pertama negara tersebut.
Advertisement
Penerapan Hukum Yang Ketat
Singapura dikenal memiliki hukum yang ketat. Larangan mengunyah permen karet atau denda yang cukup besar untuk makan di transportasi umum adalah contoh yang populer.
Namun, negara ini juga dikenal sangat ketat dalam hal senjata api dan obat-obatan terlarang. Pelanggaran terhadap keduanya dapat menyebabkan hukuman penjara, hukuman cambuk, hingga hukuman mati.
"Fakta bahwa senjata api ilegal di Singapura, itu adalah kebijakan yang sangat cerdas jika dilihat dari perspektif harapan hidup. Di Amerika Serikat, kami kehilangan sekitar 55.000 orang karena kematian akibat senjata api setiap tahunnya, Singapura kehilangan sekitar tiga orang," kata Buettner.
"Hukuman yang kejam dalam menangani narkoba - kita harus memperhatikan hal itu. Amerika Serikat kehilangan lebih dari 100.000 orang akibat kematian akibat narkoba tahun lalu sementara Singapura hanya kehilangan sekitar 20 orang" tambahnya.