Liputan6.com, Surabaya - Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam mengungkapkan, berdasarkan catatan sejarah, Pulau Madura menjadi salah satu kunci kemenangan dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim.
Menurutnya, angka golput di Pulau Madura tergolong kecil, karena pergerakan pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga tergolong sangat tinggi.
Advertisement
“Ya jika melihat pelaksanaan pemilu selama ini dan relasi kuasa madura sepertinya akan tetap menjadi kunci dan akan ada konfigurasi baru juga terkait distribusi dan dinamika suaranya,” ujarnya, Selasa (2/4/2024).
Surokim mengatakan, dukungan pemilih di Madura digerakkan oleh patron atau tokoh lokal. Karena itu, mobilitas pemilih di kantong-kantong suara cukup tinggi.
Kondisi itu, lanjut Surokim, harus dimanfaatkan kandidat untuk mendekati para tokoh lokal agar bisa meraih dukungan di Pilgub Jatim 2024 mendatang.
“Tentu banyak faktornya dan juga kompleks. Jika disederhanakan ada faktor kultural dan juga struktural. Faktor kultural seperti masih kuatnya peran patron tokoh lokal yang menjadi pemegang kantong-kantong suara,” ucapnya
Surokim menyebut, pengawasan di lapangan yang lemah juga menjadi penentu dari pergerakan pemilih. Karena itu, Paslon harus meraih dukungan tokoh lokal yang bisa menjadi kunci kemenangan.
“Faktor struktural seperti pengawasan pemilu kada diluar kabupaten masih lemah dan tidak penting karena tidak terkait langsung dengan kepentingan tokoh lokal,” ujarnya.
Surokim menegaskan bahwa peranan tokoh lokal akan menentukan dukungan tiga juta pemilih di Madura.
“Distribusi suara kerap anomali tergantung situasi sehingga sulit diprediksi oleh survei. Suara kadang bisa bulat dan tak terdistribusi normal sehingga secara jumlah bisa menjadi signifikan,” ucapnya.
Diketahui, sengitnya pertarungan Pilgub Jatim terekam dalam Pilgub Jatim 2008 dan 2014. Ketika itu, Madura merupakan wilayah kunci kemenangan Gus Ipul yang saat itu menjadi calon wakil gubernur Soekarwo.
Wilayah Sengketa
Pada Pilgub Jatim 2008, suara di Madura menjadi sengketa antara pasangan Soekarwo-Gus Ipul (KarSa) dan Khofifah-Moedjiono (Kaji).
Hasil putaran kedua Pilgub Jatim saat itu pasangan KarSa mendapatkan 50,20 persen suara. Unggul dari pasangan Kaji yang mendapatkan 48,80 persen suara.
Pasangan Kaji kemudian menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena menganggap terdapat kecurangan di Madura.
MK akhirnya memutuskan melakukan pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Hasilnya pasangan KarSa tetap menang. Karsa meraih total perolehan suara 50,11 persen suara unggul dari pasangan Kaji yang meraih 49,89 suara.
Pada Pilgub Jatim 2013, kemenangan KarSa kembali ditentukan di Madura. Di Bangkalan dan Sampang, pasangan ini menang telak dari pasangan Khofifah-Herman (Berkah) yang menempati urutan kedua. Sementara, di Sumenep dan Pamekasan kedua pasangan berselisih tak lebih dari satu persen.
Kekuatan pemilih madura juga terpotret pada Pilgub Jatim 2018, dimana Khofifah yang berpasangan dengan Emil Dardak menang mutlak di empat kabupaten madura dengan perolahan 1.192.257 suara, sedangkan lawannya, Saifullah Yusuf (Gus Ipul)- Puti Guntur Soekarno hanya memperoleh 760.786 suara.
Tentu kemangan Khofifah-Emil di Madura itu menjadi kunci keduanya berhasil dilatik di Istana Negara pada 13 Februari 2019 silam.
Advertisement