Joe Biden Buka Puasa Bareng Sejumlah Pemimpin Muslim di AS dan Bahas Soal Gaza

Pada Ramadhan ini, Gedung Putih mengadakan acara buka puasa versi kecil sekaligus diskusi dengan para pemimpin Muslim dan Arab-Amerika di AS mengenai situasi di Gaza.

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 09 Apr 2024, 07:10 WIB
Ilustrasi Gedung Putih, Amerika Serikat. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, New York - Presiden Republik AS, Joe Biden, melakukan pertemuan dengan komunitas muslim dan Arab Amerika di Gedung Putih, pada hari Selasa 2 April 2024 lalu.

Pemimpin komunitas dan dokter yang baru-baru ini membantu pasien di dalam Gaza juga turut diundang, menurut dua orang yang mengetahui rencana Gedung Putih tersebut yang berbicara dengan syarat anonimintas sebelum pengumuman publik, seperti dikutip dari NPR, Selasa (9/4/2024).

Pertemuan itu digelar sebagai pengganti iftar atau makan malam buka puasa di bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri yang biasanya diadakan di Gedung Putih bersama para pemimpin Muslim, dan ini terjadi di tengah-tengah ketegangan politik yang sedang berlangsung mengingat adanya perang di Gaza.

Menurut orang-orang yang sudah mengetahui rencana tersebut, acara ini bertujuan untuk memungkinkan para tamu untuk memiliki percakapan "substansial" dengan presiden tentang situasi di Gaza. Wakil Presiden Kamala Harris dan penasehat keamanan nasional Jake Sullivan juga dilaporkan hadir. 

Biden terakhir kali bertemu dengan pemimpin Muslim dan Arab-Amerika di Gedung Putih pada akhir Oktober  2023.

Sejumlah sumber mengatakan Gedung Putih pada awalnya berencana untuk mengadakan buka puasa dan makan malam serta khidmat pada Selasa (2/4) malam, tetapi rencana berubah setelah sejumlah tamu Muslim mengatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman makan di Gedung Putih sementara puluhan warga Palestina berada di ambang kelaparan.

Namun, Gedung Putih masih merencanakan untuk mengadakan buka puasa bersama sekaligus makan malam pada Selasa untuk sekitar 12 staf Muslim, acara versi lebih kecil dari perayaan Ramadhan yang telah diselenggarakan sebelumnya.


Komitmen Memperingati Hari Libur Muslim

Bendera AS. (AFP PHOTO/Yuri GRIPAS)

Para pejabat Gedung Putih sepertinya mencoba menyeimbangkan tekanan yang ada dengan mengadakan acara yang mencerminkan suasana hati para komunitas Muslim karena situasi di Gaza.

Acara ini juga diharapkan dapat mengendalikan kemungkinan gangguan dan protes publik.

Pada konferensi pers Gedung Putih Senin 1 April, juru bicara pers Karine Jean-Pierre menyatakan tidak memiliki detail lebih lanjut mengenai rencana makan malam iftar pada hari Selasa (2/4), meskipun pekan sebelumnya mengatakan bahwa Gedung Putih masih berkomitmen untuk ikut serta merayakan dan memperingati hari-hari libur Muslim.

Selama berbulan-bulan, Gedung Putih telah berjuang dengan ketidakpuasan yang semakin meningkat dari sebagian pemilih Demokrat atas respons Presiden terhadap konflik di Timur Tengah.

Selama pemilihan pendahuluan di Michigan pada bulan Februari, ada upaya yang terorganisir untuk memberikan suara “tidak terikat” untuk menekan administrasi Biden agar menyuarakan gencatan senjata. Upaya yang serupa juga muncul dalam pemilihan pendahuluan di seluruh negeri yang menyusul.


Pemimpin Muslim dan Arab-Amerika yang Menolak Pertemuan

(Foto: Pixabay) Ilustrasi penduduk Amerika Serikat.

Bulan lalu, ketika pejabat senior administrasi melakukan perjalanan ke Chicago, lokasi konvensi Demokrat musim panas ini, salah satu pertemuan harus dibatalkan karena para pemimpin lokal menolak untuk duduk bersama staf Gedung Putih.

Beberapa pemimpin Muslim dan Arab-Amerika juga menolak undangan untuk bertemu dengan pejabat kampanye di Michigan pada bulan Januari. 

Komunitas Muslim dan Arab-Amerika masih memiliki perdebatan yang berkelanjutan mengenai manfaat keterlibatan Gedung Putih, setelah lebih dari 30.000 warga Palestina tewas di Gaza dan AS yang terus memasok senjata ke Israel tanpa syarat.

Beberapa pemimpin Muslim menegaskan bahwa berbicara dengan presiden dan timnya adalah cara terbaik untuk mendorong perubahan kebijakan luar negeri.

Menghadiri pertemuan sekaligus buka puasa bersama ini dapat menyebabkan tekanan besar dari komunitas Muslim, bahwa bertemu dengan pejabat administrasi tidak konsisten dengan solidaritas terhadap konflik di Gaza. Oleh karena itu, ada tekanan internal dari komunitas untuk menolak undangan tersebut.


Tradisi Perayaan Iftar di Gedung Putih

Ilustrasi Iftar (Foto: Dokumen/Le Meridien)

Perayaan iftar atau buka puasa bersama di Gedung Putih bermula sejak masa pemerintahan Hillary Clinton, meskipun tradisi tersebut telah terputus oleh mantan Presiden Donald Trump, yang tidak mengadakan perayaan iftar selama tahun pertamanya menjabat setelah mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang perjalanan dari tujuh negara mayoritas Muslim.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintahan Biden mengadakan perayaan Idul Fitri yang lebih besar untuk menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan.

Namun sayangnya, perayaan Idul Fitri tersebut tidak tampak pantas dilakukan tahun ini, menurut orang-orang yang mengetahui informasi rencana tersebut.

Gedung putih dikabarkan telah mendiskusikan bagaimana cara lain untuk memperingati hari-hari libur Muslim. 

Diskusi untuk mengadakan perayaan iftar kecil-kecilan di bulan Ramadhan kali ini, yang hanya dihadiri oleh diplomat asing dari negara-negara mayoritas Muslim telah dilakukan.

Perayaan tersebut akan mirip dengan cara Trump memperingati hari libur umat Muslim pada tahun 2018.

Infografis Sejumlah daerah memiliki tradisi 'bersih-bersih diri' dengan cara mandi menyambut Ramadan (dok. Liputan6.com/Tri Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya