Program Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir, BSI Sudah Siap

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menghentikan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan pada Minggu (31/3/2024).

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 02 Apr 2024, 12:45 WIB
Pekerja melayani nasabah di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Pada 27 Januari 2021, BSI telah mendapatkan persetujuan dari OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan akibat dampak pandemi COVID-19.

"BSI pasti mendukung untuk itu (pencabutan restrukturisasi kredit COVID-19). Kita juga sudah siap, karena sekarang perekonomian juga sudah mulai kembali dan tidak seperti saat pandemi COVID-19," kata Wakil Direktur Utama BSI, Bob T. Ananta kepada wartawan usai acara buka puasa bersama di Jakarta, dikutip Selasa (2/4/2024).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menghentikan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan pada Minggu (31/3) lalu.

OJK menjelaskan, berakhirnya kebijakan stimulus itu seiring kondisi perbankan nasional yang kini sudah memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian, dan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, serta manajemen risiko yang baik.

Bob melanjutnya, BSI sendiri telah mengantisipasi pemberhrntian kebijakan restrukturisasi kredit OJK.

"Pencadangan kami itu juga cukup. Kami punya cash coverage ratio-nya sekitar hampir mendekati 200 persen, yaitu sekitar 190-an persen. Insya Allah, (pencadangan) cukup," kata Bob.

BSI mencatat, cash coverage ratio (NPF Coverage) perseroan berada di angka 194,35 persen.

Selain itu, Bob juga memastikan bahwa perseroan masih melanjutkan restrukturisasi kredit meski kebijakan stimulus telah dicabut, sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya dengan para debitur.

"Waktu COVID-19, ada perjanjian restrukturisasi yang misalnya berlakunya proses recovery-nya 5 atau 7 tahun. Saat kebijakan dicabut, ini kan masih berlanjut," jelasnya.


Program Restrukturisasi Kredit Bank Imbas Pandemi Covid-19 Resmi Berakhir

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.

Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.


Kondisi Perbankan Indonesia

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.

Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya