Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengimbau perusahaan untuk menunaikan kewajibannya membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2024. Imbauan ini diberikan mengingat H-7 Idulfitri 2024 jatuh pada 4 April 2024 yang merupakan batas terakhir pembayaran THR keagamaan bagi pekerja/buruh.
"Besok merupakan hari terakhir pembayaran THR keagamaan oleh perusahaan. Oleh karenanya, kami kembali mengimbau dan mengingatkan komitmen teman-teman pengusaha terhadap pembayaran THR tahun ini," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Selasa (2/4/2024).
Advertisement
Menaker mengatakan, Kemnaker telah membuka Posko THR untuk melayani konsultasi dan pengaduan perhitungan THR. Posko ini dapat diakses secara fisik atau tatap muka, maupun secara online.
Untuk layanan secara online, masyarakat dapat menghubungi via poskothr.kemnaker.go.id, menghubungi call center 1500-630, atau whatsapp 08119521151.
Kemnaker juga telah meminta pemerintah daerah melalui Disnaker Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk membuka Posko THR yang terintegrasi dengan sistem poskothr.kemnaker.go.id.
"Jadi, Posko THR ini kami sediakan bagi semua pihak, baik teman-teman pengusaha maupun pekerja/buruh, sebagai tempat pelayanan konsultasi dan penegakan hukum THR keagamaan tahun 2024, di mana Posko ini mengintegrasikan Posko THR di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," ujarnya.
Adapun layanan konsultasi Posko THR Keagamaan tahun 2024 akan berakhir pada 3 April 2024. Sementara, layanan aduan atau penegakan hukum akan tetap memberikan layanan hingga pasca Idulfitri 2024.
"Sehingga kami harapkan teman-teman pengusaha dan pekerja/buruh untuk dapat mengoptimalkan keberadaan Posko THR terkait pembayaran THR Keagamaan tahun ini," pungkasnya.
Benarkah Pajak THR Naik Gara-Gara Skema TER? Ini Penjelasan DJP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 memakai skema tarif efektif rata-rata (TER) yang dianggap masyarakat menambah beban pajak terhadap tunjangan hari raya (THR).
Direktur Peraturan Perpajakan DJP Hestu Yoga, menjelaskan, penerapan skema TER merupakan tarif efektif bulanan yang lebih besar jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Ketentuan itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 beserta ketentuan turunannya yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168.
Menurutnya, bukan hal baru bagi wajib pajak yang menerima THR dengan potongan pajak menjadi lebih besar dibanding sebelumnya. Namun, melalui skema ini jumlah potongan PPh 21 dalam setahun akan tetap sama, artinya tidak menambah beban pajak baru kepada wajib pajak.
Ia menegaskan, skema TER tidak akan memberatkan wajib pajak yang menerima THR, karena potongan pajak pada Desember menjadi lebih rendah tidak sebesar saat menerima THR.
"Dari prinsip keadilan pajak, ketika terima penghasilannya gede, ya bayar pajaknya gede. Ini supaya tidak mengganggu pada saat Desember," kata Yoga dalam media briefing update pelaporan SPT, di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Penerapan TER
Kata Yoga, Ditjen Pajak tentunya telah melakukan berbagai simulasi mengenai penerapan TER terhadap penerimaan THR. Intinya, skema tersebut tidak memberatkan wajib pajak.
"Daripada nanti penghasilannya hanya gaji saja di Desember nanti bayar pajaknya besar. Simulasi kami bahkan ada yang menghasilkan pemotongannya setengah dari gajinya, karena kurang bayarnya, bahkan ada yang sudah tipis banget," kata Yoga.
Senada dengan Yoga, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menyebut penerapan skema TER terhadap penerimaan pajak karyawan tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Justru skema ini mempermudah penghitungan PPh 21 periode Janauri hingga November.
"Tidak ada pemeriksaan dalam TER. Kalaupun ada kelebihan, itu langsung dikembalikan oleh pemotong pajak atau pemeberi kerja. Jadi, status SPT tetap nihil, sehingga tidak ada pemeriksaan," pungkasnya.
Advertisement
DJP Sebut Tarif TER Diterapkan untuk Permudah Penghitungan PPh 21
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 memakai skema tarif efektif rata-rata (TER) tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak terkait pada bulan diterimanya tunjangan hari raya (THR).
Adapun tarif TER itu berlaku untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari-November. Pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun memakai tarif umum PPh Pasal 17 dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari-November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama. Demikian seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/3/2024).
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menuturkan, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan yang kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER.
“Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” kata Dwi.
Perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023.
Metode Penghitungan
Bila metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, pada pengaturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.
Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur (termasuk uang lembur); bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja; serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.
Sebagai contoh, seorang pegawai tetap belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, penghitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1 persen.
Advertisement