Liputan6.com, Jakarta - Kepala BKKBN, dokter Hasto, mengatakan orangtua bercerai bisa mengakibatkan anak tidak terurus dengan baik. Sehingga parentingnya menjadi tidak baik. Salah satu penyebab stunting juga karena anak tidak bahagia.
"Kalau anak tidak happy, makannya enggak bagus,” ungkap dokter Hasto dalam keterangannya.
Advertisement
Menurutnya, anak yang hidup dalam keluarga broken home memiliki ketahanan yang lemah. Karena salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Keluarga (Bangga) adalah ketenteraman. Jika perceraian tinggi, maka ketenteraman akan turun.
“Indeks Pembangunan Keluarga bisa turun kalau seandainya banyak perceraian. Itu dampak terhadap indeks ya, tetapi dampak bagi keluarga sendiri adalah broken home,” ujar dokter Hasto, seraya menyatakan keprihatinannya bahwa angka perceraian semakin meningkat.
Data yang dimiliki dokter Hasto menunjukkan belakangan ini lebih dari 500 ribu perceraian terjadi setiap tahun.
Usia Ideal Hamil Direntang 20 hingga 35 tahun.
Dokter Hasto juga membeberkan mengapa usia ideal perempuan untuk hamil direntang usia 20 hingga 35 tahun.
“Secara ilmiah, ibu hamil kalau sudah di atas 35 tahun disebut hamil risiko tinggi. Sehingga jabatannya itu naik jadi KRT (Kehamilan Risiko Tinggi). Jadi, di atas 35 tahun kalau hamil memang sudah masuk dalam risiko-risiko. Karena puncak kejayaan manusia itu usia 32 tahun,” terangnya.
Namun, menurut dokter Hasto yang juga dokter kandungan, jika hamil di atas usia 35 tahun, sebelum hamil sebaiknya calon ibu harus melakukan beberapa pemeriksaan kesehatan.
“Tips nya gini, sebelum hamil cek gula darah, cek tensi, cek Hipertiroid (hormon). Karena semakin tua biasanya gula darahnya naik. Dalam keadaan seperti itu kalau hamil berbahaya untuk ibu dan bayinya," jelas dokter Hasto.
Satu lagi, lanjut dokter Hasto seraya menyebut jantung. "Ada orang yang begitu 35 tahun jantungnya sudah agak nggak beres. Maka, kalau usia sudah 35 tahun, jantungnya harus dicek dulu sebelum hamil. Karena orang hamil beban jantung yang terberat di umur kehamilan 32 minggu. Jadi, kalau hamil 1 bulan, 2 bulan, masih enteng. Begitu hamil 32 minggu atau kira-kira tujuh bulan sesak nafas,” tegasnya.
Dalam paparannya itu, dokter Hasto menegaskan bahwa ia sama sekali tidak melarang orang hamil. "Maknanya, sadar bahwa Anda termasuk kelompok berisiko,” tambah dokter Hasto.
Advertisement
Peran Ayah
Dokter Hasto juga menuturkan tentang peran ayah pada penurunan stunting, dalam hal ini terkait dengan cuti suami.
“Suami cuti melahirkan itu salah satu yang juga mendukung (penurunan stunting)," ujar dokter Hasto seraya mengilustrasikan kegalauan yang mendera perempuan saat menjelang melahirkan.
"Bukan baru 1 cm sudah gelisah, sudah keluar lendir. Padahal bukaan 1 cm itu masih 14 jam lagi (melahirkan). Biasanya sudah bingung. Apalagi baru pertama melahirkan. Bahkan seminggu sebelum melahirkan sering bingung karena biasanya sudah pegal-pegal pinggangnya dan sudah ada lendirnya," urai dokter Hasto.
Untuk itu, dokter Hasto menilai layak suami diberikan cuti seminggu sebelum hari perkiraan lahir (HPL). Sehingga menjelang kelahiran, istri berada dalam kondisi tenang karena didampingi suami.
Ia menuturkan cuti suami saat istri melahirkan setidaknya selama tiga minggu, satu minggu sebelum HPL dan dua minggu setelahnya.
Kata dokter Hasto, setelah melahirkan sebaiknya suami bisa mendampingi istri sampai 10 hari. Apa dasar ilmiahnya 10 hari? Menurut dokter Hasto, puncak perempuan mengalami 'postpartum blues' atau stress, depresi, neurosa, cemas, psikosa setelah melahirkan pada hari ke-3 sampai ke-10.
Dokter Hasto menunjukkan gejala seorang ibu pasca persalinan yang mengalami stres berat. Dia bisa tersenyum sendiri, berbicara sendiri, menangis sendiri.
"Jadi, pada saat masa sulit, saat ibu stress hari 3-10, menyusuinya belum sukses, kadang payudaranya bengkak, nyeri, alangkah indahnya suami mendampingi."