Buka Bersama, Upaya Menjaga Asa Warga di Gerbang Penggusuran

Warga Pulau Rempang menggelar doa dan buka bersama. Acara itu sekaligus untuk melangitkan harapan atas masa depan mereka yang ada di gerbang pengusiran paksa demi perusahaan dari Cina.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 03 Apr 2024, 18:33 WIB
Salah satu warga Kampung Tua di Pulau Rempang menyalakan obor di pemakaman nenek moyang mereka, sekaligus sebagai pengingat bahwa warga sudah menghuni Rempang sejak Indonesia belum lahir. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Liputan6.com, Batam - Warga Pulau Rempang berkumpul dalam acara doa dan buka bersama di Pasir merah, Sembulang, Pulau Rempang. Acara ini untuk menunjukkan rasa syukur bahwa sebagian warga sudah menikmati ketenangan kembali yang selama ini menghilang. 

Sejak pemerintah menetapkan Pulau Rempang dalam Proyek Strategis Nasional, keakraban warga seperti terusik. Warga terbelah dalam kelompok menerima dan menolak relokasi.

Salah seorang tokoh di Pulau Sembulang menyampaikan kondisi Rempang saat ini aman. Ada kekompakan pada mereka yang bertahan.

"Mereka yang bertahan bisa dibagi dua. Menolak relokasi dan mereka yang menerima relokasi tapi masih menunggu," katanya.

Pembelahan masyarakat itu sangat jelas, mereka yang sudah terdaftar dan masih tinggal di Pulau Rempang sudah tidak lagi bergabung berkumpul bersama warga lain.

"Seakan-akan terkucil. Padahal memang mereka tak mau lagi berbaur dengan masyarakat," tambahnya.

Berdasarkan penelusuran liputan6.com, warga yang bersedia direlokasi ada 84 KK. Sedangkan di Pulau Sembulang  sekitar 40 kk.

Iswadi atau Bah Long berharap mendung masa depan warga Rempang segera hilang.  Status PSN dihilangkan untuk masyrakat Rempang, karena Rempang punya sejarah sendiri.

"Kebersamaan dan bertahannya warga di pulau Rempang saat ini cukup membanggakan. Alhamdulillah saat ini kami masih tinggal di kampung ini," kata Iswadi usai mengikuti doa dan buka bersama di Kampung Pasir Merah, Pulau Rempang.

Menurutnya peristiwa yang terjadi, hingga ia dan 35 warga lain dipenjara adalah perjuangan mempertahankan kampung halaman yang merupakan bagian dari sejarah Melayu.

"Kampung ini merupakan warisan leluhur. Tak bisa dihilangkan begitu saja dengan intimidasi. Baik atau buruk, inilah bagian sejarah Melayu," kata Iswandi.oleh sejarah apapun peradaban apapun kami bikin sejarah sendiri," kata Iswandi.

 


Merasa Diadu Domba

Suku Darat di Pulau Rempang, Batam. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Siti Hawa (71) atau akrab disapa Nek Hawa menyesalkan kerenggangan sesama warga khusunya di Pasir panjang, Rempang. Ia tak bisa menyalahkan warga yang berbeda sikap, namun pemerintah yang mengakibatkan pembelahan.

"Kami warga yang bertahan merasa dikhianati, sementara banyak orang luar yang peduli dan membela kampung kita disini tanpa dibayar," kata Nek Hawa.

Hasmania (49) berharap warga Rempang akan solid menolak direlokasi sampai kapanpun.

"Saya dengar kabar bahwa BP Batam akan terus melanjutkan pembangunan Rempang, sikap kami tetap menolak," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya