Inovatif, Limbah Pohon Alpukat jadi Kemasan Makanan Ramah Lingkungan

Peneliti di Spanyol mengungkapkan bahwa gabungan material dari limbah pohon alpukat dan bio-polietilena memiliki sifat kuat tetapi mudah terurai secara alami.

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 04 Apr 2024, 21:25 WIB
Buah alpukat. (Foto: Freepik/Vectonauta)

Liputan6.com, Spanyol - Meskipun kemasan makanan dari plastik memang dirasa nyaman dan higienis, limbah plastik terus menjadi masalah besar bagi lingkungan. 

Para peneliti di Universitas Córdoba dan Universitas Girona di Spanyol beralih ke sisa limbah pohon alpukat yang mencakup cabang dan daun yang dibuang setiap tahunnya untuk membuat kemasan makanan berkelanjutan, seperti dilansir dari Advanced Science, Kamis (4/4/2023).

Sisa-sisa sampah tersebut merupakan sumber biomassa, suatu istilah yang diberikan untuk bahan berbasis tanaman yang tidak dikonsumsi sebagai makanan. Wilayah selatan Spanyol, Andalusia, kaya akan pohon buah, terutama alpukat. 

"Dibandingkan dengan produk sampingan alpukat lainnya, seperti daging buah dan biji, sisa limbah pohon alpukat memiliki kandungan selulosa yang tinggi, mirip dengan spesies pohon pertanian lainnya," jelas Eduardo Espinosa, profesor asisten di Insitut Kimia untuk Energi dan Lingkungan di Universitas Córdoba, dan salah satu pengembang temuan ini.

Selulosa, suatu jenis biopolimer yang ditemukan pada tanaman, dapat diproses menjadi serat untuk penguatan material sintesis, seperti polietilena, plastik murah tidak beracun yang dapat menjaga makanan tetap segar dan bebas kontaminasi.

Namun, polietilena biasanya berasal dari bahan bakar fosil dan tidak mudah terurai, membuatnya menjadi tidak berkelanjutan. 

Polietilena yang diproduksi dari bioetanol, bahan bakar yang berasal dari sumber nabati merupakan alternatif yang lebih baik.

Espinosa dan rekan-rekan penelitiannya bertujuan untuk membuat bahan kemasan makanan yang ramah lingkungan dengan sebagian menggantikan bio-polietilena dengan serat yang diekstraksi dari sisa limbah pohon alpukat. 


Menghasilkan Serat Lignoselulosa Sebagai Pengganti Polietilena

Ilustrasi Ilmuwan. (PublicDomainPictures/Pixabay)

Untuk menghasilkan serat lignoselulosa, mereka mengkonsentrasikan sisa pemangkasan pohon alpukat menjadi bubur dan memisahkan serat melalui proses fraksinasi yang mempertahankan sebagian lignin, komponen utama lainnya dari biomassa lignoselulosa.

"Ini mempertahankan sifat menarik karena kandungan lignin residual memungkinkan kita untuk memanfaatkan keunggulan serat selulosa bersama dengan reaktivita dan sifat yang diberikan oleh lignin," ujar Espinosa.

Para peneliti kemudian menyiapkan komposit dari bio-polietilena dan serat lignoselulosa menggunakan pencampur berkecepatan tinggi.

"Gesekan yang dihasilkan oleh rotasi melelehkan bioplastik dan mendispersikan serat dalam matriks, menciptakan material komposit," ungkap Espinosa. 

Namun, untuk memperkuat interaksi antara dua material tersebut yang secara alami tidak cocok karena memiliki struktur kimia yang berbeda, di mana polietilena bersifat hidrofobik (anti-air) sementara serat bersifat hidrofilik (penyuka air), dibutuhkan penggunaan senyawa tambahan (aditif). 

Sebuah senyawa yang disebut anhidrida maleat, aditif umum dalam pembuatan plastik, adalah kunci untuk meningkatkan kompatibilitas keduanya.


Kelebihan dari Biokomposit

Bunga pohon alpukat. Source: myavocadotrees.com

Espinosa menambahkan, "Ketika anhidrida maleat ditambahkan ke campuran, ia menempatkan dirinya di antara serat dan plastik, mengurangi tegangan antarmuka dan mengikat dua fase bersama-sama," Hal tersebut menghasilkan polietilena tergrafting anhidrida maleat.

Pada tingkat molekuler, interaksi ikatan yang diperbaiki timbul dari pembentukan ikatan-ikatan karbon-oksidasi antara molekul anhidrida maleat dan permukaan serat lignoselulosa. 

Anhidrida maleat juga meningkatkan kapasitas penahan beban komposit di antarmuka antara serat dan polimer, yang biasanya merupakan fase terlemah dari bahan komposit.

Biokomposit ini tidak hanya lebih mudah terdegradasai daripada bio polietilena tetapi juga lebih kuat, sebagian karena peran anhidrida maleat dan sebagian karena kekuatan intrinsik serat alami. 

Espinosa kembali menjelaskan, "Serat alami memiliki sifat mekanik yang kuat, ketika serat-serat ini digabung dengan matriks termoplastik seperti bio-polietilena, mereka tersebar dan terbenam dalam matriks plastik, membantu transfer beban ketika bahan tersebut terkena tekanan mekanik."

"Memanfaatkan limbah pertanian untuk produksi biokomposit menambah nilai dari apa yang sebaliknya akan dianggap sebagai limbah, mempromosikan ekonomi berkelanjutan dan pemanfaatan sumber daya lokal," tambahnya.

 


Tentu Ada Tantangannya

Buah alpukat (Foto: Unsplash.com/Gil Ndjouwou)

Espinosa juga menunjukkan bahwa studi mereka berfokus pada peningkatan sifat mekanik, khususnya kekuatan tarik, dari bio-polietilena. Namun, dalam kenyataannya, kemasan makanan mengalami berbagai jenis tekanan mekanik, salah satunya tekanan lentur.

"Selain itu, sifat mekanik diukur pada suhu 25°C dan kelembaban relatif 50%, yang mungkin tidak selalu mencerminkan kondisi yang dialami oleh bahan-bahan ini selama periode penyimpanan makanan," katanya.

Ketika Espinosa ditanya apakah bahan kemasan makanan yang terbuat sepenuhnya dari serat lignoselulosa akan praktis, ia menjawab, "Membuat kemasan makanan sepenuhnya dari serat lignoselulosa menimbulkan tantangan."

 "Kemasan makanan menuntut berbagai sifat, terutama kekuatan mekanik dan sifat penghalang," lanjutnya. "Karena serat selulosa sangat higroskopis (menyerap kelembaban dari udara), perlakuan kimia pada serat-serat ini atau dengan bahan lain diperlukan untuk mengembangkan bahan kemasan makanan dengan kandungan serat lignoselulosa yang tinggi."

Di masa depan, para peneliti berencana untuk menyelidiki dampak lingkungan dari proses mereka dan menilai kelayakan ekonominya. Mereka juga perlu melakukan studi umur simpan produk makanan tertentu menggunakan bahan kemasan yang dibuat dari limbah alpukat.

"Cukup menarik untuk menguji serat-serat sebagai bahan baku yang mungkin untuk pengembangan format kemasan makanan lainnya," kata Espinosa. "Ini termasuk film (lapisan tipis) makanan dan lapisan lain yang dapat dimakan untuk buah."

Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya