Liputan6.com, Jakarta - Kerugian ekonomi di kawasan Asia Pasifik akibat bencana alam melonjak hingga USD 65 miliar atau Rp 1 kuadriliun pada 2023.
Kerugian itu terutama disebabkan oleh banjir di Tiongkok dan kekeringan di India, menurut perusahaan asuransi Aon dalam laporannya baru-baru ini.
Advertisement
Melansir CNBC International, Kamis (4/4/2024) dari total kerugian di Asia Pasifik, hanya 9%, atau USD 6 miliar (Rp 95,4 triliun) yang ditanggung oleh asuransi, jauh di bawah rata-rata abad ke-21 sebesar USD 15 miliar atau sekitar Rp 238,5 triliun.
Laporan Aon menunjukkan, bencana banjir masih menjadi ancaman yang paling merugikan di Asia-Pasifik selama empat tahun berturut-turut, menyumbang lebih dari 64% total kerugian pada 2023. Kerugian akibat banjir tahunan telah melebihi USD 30 miliar atau Rp 477,1 triliun sejak 2010.
Tiongkok mengalami kerugian terberat di Asia-Pasifik dengan kerugian terkait banjir sebesar USD 32,2 miliar atau Rp. 512 triliun, atau lebih dari setengah total kerugian di wilayah tersebut, kata Aon.
Hong Kong, Korea Selatan, India dan Pakistan juga mengalami banjir besar dan curah hujan tertinggi sepanjang tahun. Banjir di Asia Selatan khususnya, mengakibatkan hampir 2.900 kematian.
Gelombang Panas: Titik Buta dalam Industri Asuransi
Laporan tersebut juga menyoroti peningkatan suhu dan gelombang panas yang tidak terduga, khususnya kondisi kekeringan di Tiongkok dan India.
Aon mencatat bahwa meskipun gelombang panas merupakan salah satu "risiko yang paling mematikan, namun risiko-risiko ini biasanya hanya menjadi titik buta dalam industri asuransi.'
Kerusakan dari Gempa Bumi
Perusahaan asuransi tersebut juga mengatakan gempa bumi besar berkontribusi pada meningkatnya kerusakan, menyusul gempa bumi di Provinsi Herat, Afghanistan pada Oktober 2023 dan Provinsi Gansu di Tiongkok pada Desember 2023, yang masing-masing merenggut hampir 1.500 nyawa dan merusak lebih dari 200.000 rumah.
"Dengan iklim yang mendorong terjadinya rekor cuaca ekstrem baru, dunia usaha semakin perlu mengukur dan mengatasi dampak langsung dan tidak langsung dari risiko iklim," kata George Attard, CEO Solusi Reasuransi Aon di kawasan Asia Pasifik.
Advertisement
Berdampak Langsung pada Rantai Pasokan
Meskipun perubahan iklim biasanya tidak termasuk dalam sepuluh risiko terbesar bagi dunia usaha, ia mengatakan bahwa hal ini berdampak langsung pada empat bidang utama: gangguan bisnis, pergeseran tren pasar, gangguan rantai pasokan, dan perubahan peraturan.
Secara global, bencana alam menyebabkan kerugian ekonomi sekitar USD 380 miliar pada tahun 2023, meningkat 22% dari rata-rata abad ke-21, menurut laporan Aon.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh gempa bumi dan badai konvektif yang parah di AS dan Eropa.
Tertinggi dalam Sejarah, AS Alami Kerugian Rp 883,4 Triliun Akibat Bencana pada 2023
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) telah mengalami kerugian yang tertinggi dalam sejarah akibat bencana alam, dengan kebakaran hutan dan badai yang menimbulkan kerusakan dari Hawaii hingga Florida.
Mengutip CNBC International, Selasa (12/9/2023) sebuah laporan yang dirilis oleh pemerintah federal mengungkapkan bahwa AS telah dilanda 23 bencana selama tahun 2023, yang merupakan jumlah tertinggi sejak National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mulai melakukan pencatatan pada tahun 1980.
Rekor sebelumnya terjadi pada tahun 2020 dengan 22 bencana terpisah yang masing-masing menyebabkan kerugian miliaran dolar atau lebih.
Ke-23 bencana tahun ini telah menyebabkan kerugian lebih dari USD 57,6 miliar atau setara Rp. 883,4 triliun dan menewaskan sedikitnya 253 orang, menurut laporan NOAA.
Seperti diketahui, pada Agustus 2023 kebakaran hutan paling mematikan dalam lebih dari satu abad melanda Maui Barat, Hawaii, menewaskan sedikitnya 115 orang dan menyebabkan kerugian yang diperkirakan mencapai USD 6 miliar.
Hanya beberapa minggu kemudian, Badai Idalia menghantam pantai Big Bend Florida, badai terkuat yang melanda wilayah tersebut dalam 125 tahun.
NOAA mencatat, jumlah bencana cuaca di AS dengan kerugian miliaran dolar telah meningkat sejak tahun 1980.
Rata-rata, terdapat 8 bencana serupa setiap tahun dari tahun 1980-2022. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata terjadi 18 bencana serupa setiap tahunnya.
Bencana yang terus terjadi pun menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah Badan Manajemen Darurat Federal mempunyai cukup dana untuk memberikan respons yang memadai.
Advertisement