Liputan6.com, Milan - Mobil listrik kini disebut-sebut sebagai solusi kendaraan ramah lingkungan untuk mengurangi emisi gas buang. Namun, dampak produksi dari pembuatan mobil listrik masih jauh dari kata ramah lingkungan, dan ini bisa dilihat dari bobot baterai yang mencapai ratusan hingga ribuan kilogram.
CEO Stellantis Carlos Tavares dalam agenda Freedom of Mobility Forum pada Rabu (3/4/2024) mengungkapkan bahwa industri otomotif harus mengurangi bobot baterai kendaraan listrik sebesar 50 persen untuk membuat elektrifikasi bermakna bagi lingkungan, dan itu membutuhkan waktu satu dekade kedepan, seperti disitat dari Reuters.
Advertisement
Bobot kendaraan listrik yang didominasi oleh massa baterai yang berat membuat kendaraan listrik tidak efisien. Bobot ini menunjukkan dampak produksi mobil listrik pada lingkungan yang masih tinggi.
Sejalan dengan hal itu, Tavares konsisten pada pendiriannya dan kali ini mengungkapkan keprihatinannya.
"Dari sudut pandang lingkungan, saya rasa hal itu (bobot baterai yang berat) tidak masuk akal," kata Tavares.
Tavares mengatakan bahwa paket baterai untuk kendaraan listrik dengan jarak tempuh yang layak, atau sejauh 400 km kini membutuhkan rata-rata sekitar 500 kilogram bahan baku tambahan jika dibandingkan dengan mobil konvensional.
Dirinya mengatakan industri otomotif harus mencapai terobosan dengan memacu perkembangan ilmu pengetahuan baru kedepannya dalam hal kepadatan daya sel baterai.
"Saya pikir hal tersebut sedang dalam proses. Saya pikir dalam dekade berikutnya kita akan mampu mengurangi bobot paket baterai sebesar 50 persen, sehingga mengurangi penggunaan bahan mentah tambahan sebesar 50 persen pada kendaraan konvensional," katanya.
Mobil Hidrogen Juga Bukan Solusi Umum
Freedom of Mobility Forum Stellantis adalah gelaran yang dibentuk oleh produsen otomotif tersebut setelah memutuskan untuk meninggalkan kelompok lobi otomotif Eropa ACEA pada akhir tahun 2022.
Forum ini dirancang untuk mendorong diskusi dengan para pemangku kepentingan dan tren mobilitas serta implikasinya terhadap pemanasan global.
Dalam forum tersebut, Tavares juga mengatakan bahwa dia tidak melihat hidrogen sebagai teknologi alternatif yang layak untuk mobilitas massal saat ini karena biayanya yang sangat tinggi, bahkan dengan asumsi bahwa energi yang digunakan untuk memproduksi hidrogen adalah energi yang bersih.
"Saya khawatir untuk saat ini, keterjangkauan akan menjadi penghalang utama bagi hidrogen," kata Tavares.
"Dalam waktu dekat, ini akan menjadi solusi bagi armada perusahaan besar. Namun tentu saja tidak bagi masyarakat pada umum," tambahnya.
Advertisement
Aktivis Lingkungan Kritik Inefisiensi Mobil Listrik di New York Auto Show 2024
Minggu lalu, aktivis lingkungan Extinction Rebellion diamankan setelah melakukan unjuk rasa dengan menerobos pameran otomotif New York International Auto Show 2024, dan menyerukan slogan 'tidak ada kendaraan listrik di sebuah planet mati".
Di hadapan banyak orang yang menyaksikan peluncuran Ford F-150 Lightning pada Sabtu (30/4/2024), sekelompok aktivis lingkungan hidup mengguyurkan minyak di atas mobil listrik jenis pikap tersebut.
Disitat Carscoops, kelompok tersebut menyatakan bahwa mereka tidak memprotes para penggemar otomotif, melainkan industri kendaraan listrik.
"Sebagian besar emisi otomotif, baik selama produksi maupun penggunaan, bukan disebabkan oleh orang-orang yang ingin mengemudi, namun oleh mereka yang tidak punya pilihan selain mengemudi," kata Mark Graham, aktivis Extinction Rebellion dalam aksi tersebut.
Kelompok tersebut mengklaim bahwa kendaraan listrik tidak mengatasi permasalahan mendasar dalam industri transportasi. Usaha ini hanya menggantikan satu alat transportasi yang 'boros' dengan alat transportasi lainnya.
Extinction Rebellion mengklaim dalam setiap produksi kendaraan listrik masih membutuhkan sejumlah besar sumber daya alam yang menyumbang 11 persen emisi CO2 global.
Kelompok ini bahkan juga mengklaim bahwa kendaraan listrik lebih banyak menghasilkan karbon daripada kendaraan tradisional.
Faktanya, hal ini memang benar adanya jika menghitung dampak emisi produksi kendaraan. Adopsi sumber daya alam baja ringan saat ini memang masih bergerak lambat di industri otomotif.
Namun, kendaraan listrik jauh lebih unggul dalam hal emisi jangka panjang jika dibandingkan kendaraan pembakaran internal.
Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
Advertisement