Liputan6.com, Jakarta Eramet, perusahaan tambang metal dan mineral asal Perancis, menerapkan standar Initiative Responsible Mining Assurance (IRMA). Perusahaan menargetkan untuk melibatkan seluruh lokasi tambang dalam proses verifikasi independen IRMA pada tahun 2027, termasuk di Indonesia.
Chief Sustainability and External Affairs Officer Eramet Group Virginie de Chassey mengatakan, untuk menjalankan bisnis tambang yang bertanggung jawab itu bukan sebuah“tambahan biaya”, melainkan prioritas utama dan telah terintegrasi di seluruh operasional Eramet.
Advertisement
“Ada beberapa alasan mengapa kami memutuskan untuk mengadopsi IRMA. Pertama, IRMA menawarkan standar tingkat tinggi yang sejalan dengan tujuan kami. Selain itu, IRMA memiliki cakupan yang komprehensif, yang mencakup dimensi lingkungan, sosial, dan hak asasi manusia, yang sangat penting bagi kontribusi Eramet terhadap masyarakat,” ujar Virginie saat berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu, sebagaimana dilansir dari keterangan resmi Eramet Indonesia, Jumat (29/3/2024).
IRMA sendiri merupakan koalisi multi-stakeholder dengan lebih dari 50 anggota, termasuk perusahaan pertambangan, perusahaan pembeli produk tambang, organisasi buruh, LSM,komunitas sekitar operasi, dan perusahaan di bidang investasi dan keuangan.
Sebagai salah satu pemegang saham PT Weda Bay Nickel (WBN) di Halmahera Tengah, Maluku Utara, Eramet tengah mempersiapkan WBN untuk diaudit oleh auditor pihak ketiga IRMA pada aspek lingkungan, sosial, dan kemasyarakatan.
Audit di 2025
Sejalan dengan persyaratan IRMA, penilaian mandiri akan dilakukan terlebih dahulu. Audit eksternal dijadwalkan pada tahun 2025. Hingga saat ini, WBN merupakan satu-satunya tambang di Indonesia yang akan dinilai menggunakan standar IRMA.
“Weda Bay Nickel, sebuah tambang yang relatif baru, mulai beroperasi akhir tahun 2019, telah meraih kesuksesan luar biasa dengan menjadi produsen nikel terbesar di dunia dalam waktu yang sangat singkat. Kami percaya, pencapaian ini dibarengi dengan komitmen kuat terhadap praktik penambangan yang bertanggung jawab,” kata Virginie.
Secara global, Virginie mengatakan Eramet turut melakukan beberapa upaya berkelanjutan untuk menetapkan tolok ukur pengelolaan sumber daya mineral bumi yang bertanggung jawab. Hal ini dilaksanakan salah satunya dengan meluncurkan roadmap ESG yang disebut “Act forPositive Mining” yang berfungsi sebagai prinsip panduan untuk bisnis Eramet.
Advertisement
Roadmap
Virginie juga menambahkan bahwa roadmap tersebut tidak hanya dibangun untuk divisi atau tim lingkungan hidup saja, namun mencakup aspek pengembangan sosial dan keselamatan sertamenekankan pada dekarbonisasi dan mendorong ekonomi sirkular.
“Pada akhirnya, melalui roadmap tersebut, kami berkomitmen untuk mencapai 100 persen labelD&I untuk seluruh anak perusahaan Eramet, net positive impact untuk upaya keanekaragaman hayati, dan mengurangi 40 persen emisi karbon pada tahun 2035,” jelas Virginie.
Eramet percaya bahwa mengikuti standar IRMA pada akhirnya akan menghasilkan keuntungan finansial bagi penambang yang memegang teguh prinsip. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen akan bahan-bahan yang diperoleh secara etis, kepatuhan terhadap standar IRMA dapat memberikan keunggulan dalam persaingan.
“Indonesia merupakan salah satu fokus bisnis Eramet, dan sebagai negara yang erat kaitannya dengan industri nikel, menerapkan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dapat meningkatkan status Indonesia sebagai pemimpin global di sektor ini. Dengan menjadi juarap enambangan nikel yang bertanggung jawab, Indonesia berpeluang mendapatkan pengakuan dan pangsa pasar yang lebih besar, sehingga memperkuat posisinya di pasar global,” kataVirginie.