Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mengeluarkan hasil audit kerugian negara yang sebenarnya dalam kasus dugaan korupsi Timah.
Sebab, menurut Trubus, narasi yang beredar di publik kerugian sebesar Rp271 Triliun bukan kerugian negara, tetapi merupakan kerugian lingkungan atau ekologis. Oleh karena itu, isu yang beredar dapat menyesatkan publik dalam kasus korupsi Timah tersebut.
Advertisement
"Jadi saya minta Kejaksaan untuk segera memetakan berapa kerugian sebenarnya karena bagaimana itu kerugian negara sampai sebesar itu. Hal itu agar menemukan angka pasti kerugian negara dan juga agar masyarakat paham soal kasus ini tidak menyesatkan publik," ujar Trubus di Jakarta melalui keterangan tertulis, Kamis (4/4/2024).
Tak hanya itu, Trubus juga meminta agar Kejaksaan Agung melibatkan unsur masyarakat dalam audit kerugian kasus dugaan korupsi timah. Hal itu agar adanya transparansi dan tidak ada yang ditutupi dalam kasus pertambangan di Indonesia.
"Dalam audit kasus Timah tersebut juga harus melibatkan publik hal itu untuk transparansi dalam mengungkap kasus pertambangan" ucap Trubus.
Dalam permasalahan Timah di Bangka Belitung (Babel) menjadi sorotan publik. Hal ini setelah terungkapnya kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melibatkan pengusaha nasional.
Imbasnya perekonomian Babe bisa terancam menurun. Padahal, timah merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Kepulauan Babel. Namun, dengan terungkapnya kasus tersebut membuat banyak tambang timah berhenti melakukan aktivitas menambang.
Kondisi ini diperkirakan akan memukul perekonomian Provinsi Babel, salah satu indikasinya dapat dilihat dari anjoknya nilai ekspor Bangka Belitung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nilai ekspor Bangka Belitung pada Januari 2024 hanya USD 29,79 juta, turun 82,52 persen dibandingkan ekspor Desember 2023 mencapai sebesar USD 210,28 juta.
Kasus Korupsi Timah Libatkan Suami Sandra Dewi Rugikan Negara Rp271 Triliun
Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI terus mengembangkan dugaan tindak pidana korupsi timah dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Terbaru, Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan suami Sandra Dewi sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi, kepada jurnalis di Jakarta, Rabu 27 Maret 2024.
Kuntadi lantas dicecar pertanyaan terkait berapa kerugian negara dalam kasus megakorupsi timah ini.
Usut punya usut, kasus dugaan korupsi yang menyeret suami Sandra Dewi itu ternyata menimbulkan kerugian yang cukup besar.
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mencatat kerugian ekologis yang disebabkan atas korupsi itu mencapai Rp271 triliun.
Angka itu berasal dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
"Berdasarkan keterangan ahli lingkungan sekaligus akademisi dari IPB Bambang Hero Saharjo, nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini yaitu senilai Rp271.069.688.018.700," ujar Kuntadi dalam keterangan tertulis, ditulis Kamis 28 Maret 2024.
Advertisement
Kasus Dugaan Korupsi Timah Sentuh Rp271 Triliun, Ini Rincian Penghitungannya
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sekitar 16 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022. 16 orang tersangka itu termasuk suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis (HM) dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim.
Mengutip Kanal News Liputan6.com, Sabtu (30/3/2024), angka korupsi diperkirakan hingga Rp 271 triliun yang didapatkan dari hitungan kerugian perekonomian negara. Sedangkan, kerugian keuangan negara masih dalam penghitungan penyidik bersama pihak terkait.
Kejagung menggandeng ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dalam rangka menghitung kerugian yang diakibatkan kerusakan alam hasil pembukaan tambang timah pada konferensi pers Senin, 19 Februari 2024.
"Hingga hari ini, total luas yang sudah dibuka adalah 170.363,064 hektare, yang terdiri dari luas galian di kawasan hutan 75.345,7512 hektare, luas galian nonkawasan hutan 95.017,313 hektare, dan luasan 170.363,064 hektare ternyata yang memiliki IUP itu hanya 88.900,462 hektare dan yang non-IUP itu 81.462,602 hektare," tutur Bambang kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan.
Bambang menuturkan, pihaknya menemukan area tambang yang sudah dibuka di sepanjang antara darat dan laut telah mencapai 1 juta hektare atau secara rinci yakni 915.854.652 hektare. Itu pun terbagi dua dengan di antaranya 349.653.574 hektare darat dan yang lautnya 566.201,08 hektare. Hal itu berdasarkan hitungan dari pantauan satelit petugas lapangan.
"Dari 349.653,574 hektare, ada yang berada di dalam kawasan hutan yaitu 123.012,010 hektare. Sampai pada kerugiannya berdasarkan permen LH No.7/2014 ini kan dibagi ya, dari kawasan hutan dan non," ujar Bambang.
"Di kawasan hutan, biaya kerugian lingkungan ekologis Rp157.832.395.501.025, kerugian ekonomi lingkungan Rp60.276.600.800.000, biaya pemulihan lingkungan itu Rp5.257.249.726.025. Totalnya saja kerugian kerusakan lingkungan hidup Rp223.366.246.027.050," ia menambahkan
Ia mengatakan, untuk kerugian nonkawasan hutan, kerugian lingkungan ekologis di angka Rp 25.870.838.897.075, kerugian ekonomi lingkungan Rp15.202.770.080.000, dan biaya pemulihan lingkungan Rp6.629.833.014.575. Sehingga, total kerugian kerusakan lingkungan hidup mencapai Rp47.703.441.991.650.
Bambang merinci kerugian kerusakan lingkungan Rp 271,06 triliun itu antara lain kerugian ekologis Rp 183,70 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 74,47 triliun dan biaya pemulihan lingkungannya Rp 12,15 triliun.
"Atau semuanya digabungkan maka kerugian ekologisnya Rp183.703.234.398.100, kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000, dan biaya pemulihan lingkungannya Rp12.157.082.740.060. Totalnya kerugian kerusakan tadi sebesar Rp271.069.688.018.700,” kata Bambang.
Kerugian Keuangan Negara Masih Dihitung
Adapun pengertian kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sendiri memang memiliki perbedaan, yang berasal dari cara ukur perhitungannya. Kerugian keuangan negara diukur dengan nilai uang yang dicurangi, sementara kerugian perekonomian negara diukur dari dampak terhambatnya perekonomian negara antara lain penurunan investasi, kerusakan infrastruktur, gangguan stabilitas ekonomi, hingga pengurangan pendapatan negara.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, keseluruhan dari kerugian yang ditimbulkan pun diukur. Sejauh ini, untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 baru menghitung kerugian perekonomian negara yang menyentuh Rp271 triliun.
Sedangkan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut masih dalam upaya penghitungan penyidik Kejagung bersama pihak terkait lainnya. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi menuturkan, pihaknya masih proses penghitungan untuk kerugian keuangan negara.
"Terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara kami masih dalam proses penghitungan," kata Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu, 27 Maret 2024.
Adapun Kejaksaaan Agung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta pihak terkait masih rumuskan formulasi penghitungan untuk kerugian keuangan negara.
"Formulasinya masih kami rumuskan dengan baik dan BPKP maupun dengan para ahli. Hasilnya seperti apa, yang jelas kalau dari sisi pendekatan ahli lingkungan beberapa saat yang lalu sudah kami sampaikan. Selebihnya masih dalam proses untuk perumusan formulasi penghitungannya," Kuntadi menambahkan.
Advertisement