Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Republik Indonesia melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau Indonesian AID menyalurkan bantuan Rp6,5 miliar untuk mendukung Pemerintah Laos dalam Keketuaan ASEAN 2024, khususnya pada ASEAN Finance Process.
Program hibah tersebut ditujukan untuk memberikan bantuan teknis kepada para ofisial Kementerian Keuangan Laos dalam mempersiapkan agenda penyelenggaraan pertemuan ASEAN 2024, di antaranya melalui serangkaian kegiatan sharing session, peningkatan kapasitas, dan penyelenggaraan pertemuan.
Advertisement
“Dukungan ini tidak hanya menunjukkan komitmen kerja sama yang erat antara pemerintah Indonesia dan Laos, namun juga menekankan bagaimana pentingnya melanjutkan kemitraan,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan dalam Keketuaan ASEAN tahun lalu, Indonesia memiliki beberapa inisiatif yang masih perlu dilanjutkan dalam Keketuaan ASEAN 2024, khususnya inisiatif-inisiatif baru yang diusulkan oleh Indonesia di jalur keuangan seperti kolaborasi sektor keuangan dan kesehatan (ASEAN Joint Finance and Health Ministerial Meeting) dan Pembentukan Forum Perbendaharaan ASEAN (ASEAN Treasury Forum).
Selain itu, komitmen Indonesia di ASEAN Finance Process juga diwujudkan dengan membantu perumusan hal-hal substantif dan pengaturan logistik. Dalam pelaksanaan kegiatannya, LDKPI bekerja sama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, dalam Keketuaan ASEAN 2024 ini, Laos sebagai chairmanship bertanggung jawab dalam merumuskan agenda prioritas keketuaan 2024 dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melanjutkan agenda-agenda yang telah dimandatkan.
Dukungan Pemerintah Indonesia kepada Laos juga diharapkan agar kerja sama bidang keuangan ASEAN dapat menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang mendorong stabilitas dan integrasi keuangan di kawasan, serta memperkuat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan pascapandemi COVID-19, yaitu konektivitas, keberlanjutan, dan responsivitas dari ASEAN.
Indonesia Jadi Negara ASEAN Pertama yang Masuk OECD, Ini Deretan Keuntungannya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional untuk mencapai visi Indonesia emas 2045. Salah satu strategi kebijakan yang ditempuh adalah mendorong kerja sama internasional.
Sebagai mitra global, Indonesia secara aktif telah berperan dalam menentukan arah ekonomi global melalui keterlibatan dalam sejumlah fora internasional. Saat ini, Indonesia sendiri juga menjadi negara Asia Tenggara pertama dan ketiga di Asia yang mencapai status Open for Accession Discussion untuk menjadi anggota penuh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Melalui kerja sama di berbagai fora internasional, Indonesia juga memberikan arah pada kondisi global yg kondusif terutama untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan standar global, seperti di OECD, tentunya kita berharap kita dapat multiplier effect dalam bentuk kepercayaan internasional terhadap iklim investasi di Indonesia,” ungkap Airlangga Hartarto dalam acara Launching Indo-Pasific Strategic Intelligence (IPSI), dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (8/3/2024).
Keikutsertaan sebagai negara anggota OECD tersebut dinilai mampu memberikan implikasi yang masif bagi Indonesia. Menurut kajian yang dilakukan Pemerintah, dampaknya mampu meningkatkan PDB Indonesia hingga 0,94%, serta meningkatkan investasi negara OECD ke Indonesia hingga 0,37%, ditopang oleh tingginya permintaan ekspor dari anggota OECD yang mendorong arus investasi domestik.
Advertisement
IPEF
Selain berbagai fora internasional tersebut, Indonesia juga turut andil dalam menciptakan stabilitas kawasan, khususnya di Indo-Pasifik. Stabilitas dan keamanan kawasan tersebut memiliki peran yang penting bagi logistik dan ketersediaan komoditas negara di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan, untuk itu Indonesia juga telah turut berperan dalam Indo-Pacific Economic Framework (IPEF).
Sejumlah upaya lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif juga dilakukan Pemerintah dengan mengintensifkan industrialisasi pada beberapa sektor, mulai dari hilirisasi sumber daya alam hingga digital, pembangunan industri petrokimian dengan target sebesar 30 juta ton untuk olefin dan 5,6 juta ton untuk aromatik pada tahun 2035, penguatan industri otomotif, pengembangan rantai pasok semikonduktor, hingga perbaikan ekosistem logistik untuk menekan biaya logistik hingga 8% pada tahun 2045.
“Untuk pertumbuhan yang kuat dan inklusif, maka Indonesia harus terintegrasi pada rantai pasok kawasan dan global. Karena itu, keamanan dan stabilitas menjadi penting agar rantai pasok kita tidak terganggu,” pungkas Menko Airlangga.