Liputan6.com, Jakarta - Bitcoin sudah hampir 16 tahun diciptakan. Sampai saat ini masih ada dua pendapat yang saling bertolak belakang mengenai aset kripto ini. Perusahaan finansial dan pakar keuangan terpecah belah.
Di satu sisi perusahaan kelas kakap dan lembaga keuangan internasional telah menambahkan aset mereka ke kripto yang sudah jelas sangat tidak stabil ini. Namun di sisi lain banyak pakar keuangan dan veteran pasar keuangan yang masih tetap skeptis terhadap aset kripto.
Advertisement
Dave Ramsey termasuk dalam kubu yang kedua atau yang tidak percaya terhadap aset kripto seperti Bitcoin dan lainnya ini. Dikutip dari Yahoo Finance, Sabtu (6/4/2024), Dave Ramsey yang merupakan pembawa acara program radio sindikasi nasional The Ramsey Show ini mengatakan bahwa aset kripto adalah investasi yang berisiko dan bodoh.
Ia sering kali mengejek investor dan menyarankan audiensnya untuk menjauh dari segmen pasar ini.
oleh sebab itu pendengar The Ramsey Show merasa terkejut saat mendengar Ramsey memberikan nada yang lebih terukur dalam komentar baru-baru ini mengenai aset kripto.
Ia mengakui bahwa Bitcoin adalah mata uang. Hal ini saat dirinya menjawab pertanyaan Jason yang berasal dari Connecticut mengenai kenaikan harga Bitcoin yang sampai mencetak rekor tertinggi baru-baru ini.
Tidak seperti sebelum-sebelumnya, Ramsey tidak secara agresif menolak pertanyaan tentang aset kripto Bitcoin. Sebaliknya, dia memberikan nada yang lebih terukur.
“Bitcoin adalah sebuah mata uang,” kata Ramsey.
Namun, Ramsey menjelaskan lebih dalam, “Mata uang tidak memiliki nilai kecuali rekam jejaknya yang menunjukkan bahwa ada dua orang yang bersedia memperebutkannya,” katanya.
Sepakat dengan Warren Buffett
Ia pun membandingkan Bitcoin dengan aset utama lainnya seperti Yen Jepang. Namun, ia dengan cepat menunjukkan bahwa mata uang utama dunia didukung oleh kekuatan ekonomi negara penerbitnya dan memiliki rekam jejak yang lebih panjang.
“Dari semua mata uang, Bitcoin memiliki kepercayaan paling sedikit,” kata dia.
“Suatu hari nanti, hal itu mungkin akan meningkat dan menjadi sesuatu, tapi hal itu tidak akan terjadi.” tambah Ramsey.
Dia memperkirakan bahwa aset tersebut akan terus berfluktuasi dan dia tidak akan berinvestasi di dalamnya dengan alasan yang sama seperti dia tidak akan berinvestasi di dinar Irak.
Ramsey berpendapat bahwa Bitcoin bukanlah investasi karena tidak menghasilkan arus kas. “Saya tidak ingin investasi Bitcoin dilakukan pada seseorang yang benar-benar tidak saya sukai,” kata Ramsey.
Warren Buffett dan mitra bisnisnya, mendiang Charlie Munger, memiliki argumen serupa. “Bitcoin adalah token perjudian dan tidak memiliki nilai intrinsik apa pun,” Buffett pernah berkata.
Dengan mengingat hal ini, investor mungkin memiliki peluang lebih baik dalam kelas aset yang menghasilkan pendapatan nyata dibanding Bitcoin.
Advertisement
Bitcoin Terjun ke Level USD 65.000, Ini Gara-garanya
Sebelumnya, Bitcoin terkoreksi 5,64% ke level USD 65.503 atau setara Rp 1,03 Miliar (asumsi kurs Rp 15.920 per dolar AS) menurut data CoinMarketCap pada Rabu, 3 April 2024. Merespons penurunan harga Bitcoin ini, Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin menyebut ada beberapa faktor penyebab penurunan pasar kripto.
Fahmi mengatakan koreksi Bitcoin di periode ini didorong oleh aliran dana (netflow) ETF Bitcoin Spot pada tanggal 1 April lalu minus USD 85,7 juta atau setara Rp 1,3 triliun , yang mana menjadi netflow negatif pertama sejak netflow positif pada 25 Maret.
Fahmi mengatakan koreksi yang terjadi tidak lantas membuat Bitcoin menjadi kurang menarik atau dapat disimpulkan sebagai perubahan arah tren. Sebab Bitcoin masih menarik sebagai instrumen investasi, khususnya dengan dinamika ekonomi dunia yang masih berkutat dengan inflasi dan tantangan pertumbuhan.
Kondisi perekonomian internasional dan nasional masih dibayang-bayangi keberhasilan upaya menurunkan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang turut berpengaruh pada iklim investasi.
“Pasalnya, suku bunga tinggi 5% atau lebih The Fed yang telah berlangsung sejak akhir Maret 2023 atau telah menginjak periode satu tahun saat ini, masih belum mampu menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan,” ungkap Fahmi dalam siaran pers, Rabu (3/4/2024).
Domestik
Di tingkat domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini mengumumkan inflasi Ramadan tahun ini naik lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 0,52%. Ini menggambarkan baik kondisi ekonomi global dan nasional masih belum sepenuhnya lepas dari permasalahan inflasi.
Menurut Fahmi, situasi yang terjadi menggarisbawahi pentingnya diversifikasi investasi ke kelas aset gobal yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi ekonomi tradisional.
Bitcoin menjadi instrumen yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Oleh sebab itu saat ini banyak investor institusi di Amerika yang mulai mengadopsi Bitcoin dan menyarankan kliennya untuk mengalokasikan setidaknya 1% dari portofolio investasinya di Bitcoin,” pungkas Fahmi.
Advertisement