Junta Militer Myanmar Kembali Alami Kekalahan Besar

Junta militer Myanmar dilaporkan menerapkan wajib militer untuk mencoba menutupi kekurangan pasukan setelah banyak yang tewas, menyerah, atau membelot.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Apr 2024, 09:06 WIB
Kebakaran pangkalan militer Myanmar sepanjang tepi Sungai Salween terlihat dari Kota Mae Sam Laep, Provinsi Mae Hong Son, Thailand, Selasa (27/4/2021). Terkait pertempuran di perbatasan ini, junta militer Myanmar masih bungkam. (Handout/KAWTHOOLEI TODAY/AFP)

Liputan6.com, Naypyidaw - Junta militer yang merebut kekuasaan di Myanmar tiga tahun lalu kembali mengalami kekalahan besar, kali ini di perbatasan timur dengan Thailand. Pasukan junta militer telah menderita serangan selama berminggu-minggu oleh pemberontak etnis Karen, yang bersekutu dengan pasukan anti-kudeta lainnya.

Pada Jumat, (5/4/2024), Persatuan Nasional Karen (KNU) mengumumkan mereka telah menerima penyerahan diri batalion yang bermarkas di Kota Thanganyinaung, sekitar 10 km di sebelah barat Myawaddy. Mereka mengunggah video para pejuangnya yang gembira memamerkan sejumlah besar senjata yang telah mereka rampas. Demikian seperti dilansir BBC, Minggu (7/4).

Selama akhir pekan, pasukan Karen dilaporkan juga telah bernegosiasi dengan batalion terakhir yang tersisa di Myawaddy, yang disebut sepakat pula menyerah.

Hal ini merupakan kemunduran serius bagi junta militer Myanmar, yang dalam beberapa bulan terakhir teah terusir dari wilayah di sepanjang perbatasan China di Negara Bagian Shan dan di Negara Bagian Rakhine, dekat perbatasan dengan Bangladesh.

Ribuan tentara tewas atau menyerah atau membelot ke pihak oposisi, sehingga memaksa junta militer melakukan wajib militer demi menutupi kerugian tersebut.

Fakta lain yang tidak kalah penting adalah sebagian besar perdagangan darat Myanmar dengan Thailand melewati Myawaddy.


Kudeta Mengubah Segalanya

Kebakaran pangkalan militer Myanmar sepanjang tepi Sungai Salween terlihat dari Kota Mae Sam Laep, Provinsi Mae Hong Son, Thailand, Selasa (27/4/2021). Pemberontak etnis Karen mengklaim berhasil merebut pos militer Myanmar di perbatasan Thailand. (Handout/KAWTHOOLEI TODAY/AFP)

KNU telah memperjuangkan pemerintahan mandiri bagi etnis Karen sejak kemerdekaan Myanmar pada tahun 1948. Namun, mereka mengalami serangkaian kekalahan dari pasukan pemerintah pada tahun 1990-an dan setelah tahun 2015 mereka menjadi bagian dari gencatan senjata nasional.

Kudeta tahun 2021 mengubah hal itu, dengan KNU mengumumkan bahwa penggulingan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah membatalkan gencatan senjata.

Karena letaknya yang relatif dekat dengan Yangon, kota terbesar di Myanmar, dan menawarkan rute terbaik menuju perbatasan Thailand, Negara Bagian Karen adalah tujuan favorit para pembangkang yang melarikan diri dari penindasan brutal militer terhadap protes setelah kudeta.

KNU telah membantu melatih banyak pejuang sukarelawan dari kota-kota, yang bergabung dengannya dalam serangan baru terhadap posisi militer. KNU juga berusaha mengoordinasikan operasinya dengan kelompok pemberontak besar lainnya seperti Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni di utara Negara Bagian Karen dan Tentara Kemerdekaan Kachin di ujung utara negara tersebut.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya