KWI: Pemilu 2014 Kesempatan Perbaiki Bangsa

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengimbau umat Kristiani untuk berpartisipasi secara positif menyambut Pemilu 2014.

oleh Rochmanuddin diperbarui 09 Apr 2013, 14:06 WIB
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengimbau umat Kristiani untuk berpartisipasi secara positif menyambut Pemilu 2014. Mereka menilai Pemilu merupakan satu kesempatan untuk membenahi bangsa ke depan.

Karena itu KWI mengimbau umatnya memberikan perhatian pada Pemilu, berpartisipasi aktif, dan kritis mengikuti serta mengawasi setiap tahapanya. Hal ini sebagai wujud panggilan dan tanggungjawab umat beriman. Sehingga nantinya Pemilu 2014 berjalan jujur, adil, dan berkualitas.

"Umat Kristiani harus menjadikan pemilu sebagai kesempatan dan momentum mengevaluasi penyelenggara negara sebagai upaya memperbaiki situasi dan masa depan bangsa ini," ujar Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam KWI Romo Suprapto dalam siaran persnya di kantor KWI, Jakarta, Selasa (9/4/2013).

KWI juga mengimbau umat Kristiani tidak terlibat politik uang, tapi aktif memeranginya. Mereka juga mengimbau agar umat Kristiani tidak terlibat kampanye bernuansa SARA yang hanya menimbulkan konflik dan mencederai demokrasi.

"Umat Kristiani harus menjadi pemilih yang cerdas dan berupaya aktif mengenali dan mencari informasi para caleg yang akan dipilih. Sehingga tidak salah memilih politisi atau caleg busuk," ujar Romo Suprapto.

KWI juga mengimbau kepada partai politik untuk menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan penuh tanggungjawab sebagai wadah penyaluran aspirasi rakyat. "Karena itu umat Kristiani diharapkan menghindari praktek politik transaksional dan politik yang tidak bermoral."

Diharapkan pula umat Kristiani turut mendorong dan mendukung lembaga penyelenggara pemilu agar menjalankan tugas dengan baik, jujur, transparan, dan bertanggungjawab.

Romo Suprapto juga menyampaikan, pemilu menjadi sarana strategis untuk menyampaikan aspirasi politik dan pengisian jabatan oleh rakyat secara langsung langsung terhadap penyelenggara negara. Melalui pemilu, rakyat bisa membangun dan wujudkan suatu lembaga negara yang representatif, akuntable, dan berlegitimasi secara damai.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe menambahkan, tahun ini yang disebut-sebut sebagai tahun politik, tentu menghasilkan berbagai ketegangan. Ia melihat sekarang ini ada kecenderungan rakyat apatis.

"Kalau sampai 60 persen golput ini tanda yang mengkhawatirkan, apatisme bisa timbulkan bahaya besar. Kita sangat menyadari. Umat Kristen terlibat dalam politik yang berbeda-beda. Masih adakah negarawan di Indonesia, saya pikir negatif, atau mungkin belum muncul. Namun terlepas dari itu, kita harus andil untuk memilih," tegas Andreas.

Ketua Umum PGLII Nus Reimas berpendapat, perihal ini merupakan komitmen yang telah lama dibentuk dan juga melibatkan seluruh lembaga. Salah satu wujud kebersamaan adalah, adanya kelompok kerja politik yang mencoba mengaji ulang, bahwa kehadiran kita sebagai warga negara sangat dibutuhkan.

"Ini mulai disosialisasikan di gereja-gereja. Kita tidak boleh lagi pasif dan masa bodoh. Kita perlu mendoakan seluruh proses pemilu, mendoakan supaya caleg-caleg yang terpilih benar-benar bertanggungjawab, semua berjalan dengan jujur dan adil. Melalui doa dan partisipasi kita langsung menjadi tanggung jawab. Ini merupakan langkah awal. Secara reguler kita akan adakan pertemuan," tandasnya.(Ais)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya