Nikaragua Seret Jerman ke Mahkamah Internasional, Tuntut Stop Bantuan Militer ke Israel

Data Stockholm International Peace Research Institute menyebutkan Jerman merupakan pemasok senjata terbesar kedua ke Israel.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 09 Apr 2024, 09:04 WIB
Warga mendoakan jenazah orang yang tewas dalam pemboman Israel yang dibawa dari Rumah Sakit Shifa sebelum menguburkan mereka di kuburan massal di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (22/11/2023). Puluhan jenazah orang tak dikenal dimakamkan di kuburan massal di Khan Yunis. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Liputan6.com, Managua - Nikaragua pada hari Senin (8/4/2024) meminta Mahkamah Internasional menghentikan bantuan militer Jerman ke Israel, dengan alasan dukungan Berlin memungkinkan terjadinya tindakan genosida dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional di Jalur Gaza.

Kasus di Mahkamah Internasional ini menargetkan Jerman, yang berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute merupakan pemasok senjata terbesar kedua ke Israel setelah Amerika Serikat (AS), namun secara tidak langsung juga ditujukan pada kampanye militer Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama enam bulan dan telah menyebabkan lebih dari 33.000 warga Palestina di sana tewas.

Tuduhan Nikaragua merupakan upaya hukum terbaru yang dilakukan negara yang memiliki hubungan bersejarah dengan rakyat Palestina untuk menghentikan serangan Israel, setelah Afrika Selatan menuduh Israel melakukan genosida di Mahkamah Internasional pada akhir tahun lalu. Upaya ini juga terjadi di tengah meningkatnya seruan kepada sekutu Israel untuk berhenti memasok senjata ke negara tersebut – dan ketika beberapa pendukungnya, termasuk Jerman, semakin kritis terhadap perang Hamas Vs Israel.

Duta Besar Nikaragua untuk Belanda Carlos Jose Arguello Gomez menuturkan kepada panel yang beranggotakan 16 hakim bahwa Jerman gagal memenuhi kewajibannya untuk mencegah genosida atau memastikan penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional.

Jerman sendiri akan menyampaikan argumennya pada hari Selasa (9/4). Ketua tim hukumnya, Tania von Uslar-Gleichen, menyebut tuduhan Nikaragua sangat bias. Dia membantah bahwa Berlin melanggar hukum internasional.

Israel dengan tegas menyangkal bahwa serangannya merupakan tindakan genosida dan mengatakan langkah tersebut dilakukan untuk membela diri setelah kelompok militan pimpinan Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober. Penasihat hukum Israel, Tal Becker, menyatakan kepada hakim di pengadilan awal tahun ini dalam kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan bahwa Israel sedang berperang dalam perang yang tidak dimulai dan tidak diinginkannya.

Pengadilan kemungkinan akan membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menyampaikan keputusan awalnya dan kasus yang diajukan Nikaragua kemungkinan akan berlarut-larut selama bertahun-tahun.


Terima Kasih Nikaragua

Seorang wanita Palestina bersama seorang anak berdiri di depan puing-puing rumah yang hancur akibat pengeboman Israel di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 6 Maret 2024. (Foto oleh AFP)

Tidak hanya meminta pengadilan untuk memerintahkan Jerman agar segera menangguhkan bantuannya kepada Israel, khususnya bantuan militer termasuk peralatan militer, Nikaragua juga menginginkan pengadilan memerintahkan Jerman untuk melanjutkan pendanaan ke badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Puluhan pengunjuk rasa pro-Palestina yang mengibarkan bendera berdemonstrasi di luar Mahkamah Internasional di Den Haag pada Senin.

Sliman Abu Amara, seorang warga negara Belanda keturunan Palestina, berterima kasih kepada Nikaragua karena telah menuntut Jerman ke pengadilan. Dia mencatat, "Ironinya adalah bahwa Jerman sebenarnya berada di balik seluruh konvensi internasional tentang pencegahan genosida."

Pada hari Jumat, (5/4) badan hak asasi manusia PBB juga meminta negara-negara berhenti menjual atau mengirimkan senjata ke Israel. AS dan Jerman menentang resolusi tersebut.

Jerman selama beberapa dekade telah menjadi pendukung setia Israel. Beberapa hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Kanselir Olaf Scholz menyatakan, "Sejarah kami sendiri, tanggung jawab kami yang timbul dari Holocaust, menjadikan tugas kami terus-menerus untuk membela keamanan negara Israel."

Namun, Jerman dilaporkan secara bertahap mengubah sikapnya seiring dengan melonjaknya jumlah korban sipil di Jalur Gaza. Selain semakin kritis terhadap situasi kemanusiaan di Jalur Gaza, mereka pun menentang serangan darat Israel ke Rafah.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya