Benjamin Netanyahu Sudah Tetapkan Tanggal Operasi Militer Israel di Rafah

Benjamin Netanyahu mengisyaratkan niatnya untuk melancarkan operasi militer di Rafah. Ia menyebut sudah ada tanggal pastinya.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 09 Apr 2024, 17:36 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Rafah - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Israel telah menetapkan tanggal rencana penyerangan kota Rafah, Gaza.

Pemerintahannya telah mengisyaratkan niatnya untuk melancarkan operasi militer di kota selatan, tempat lebih dari 1,5 juta warga Palestina berlindung, selama beberapa minggu.

Netanyahu mengatakan, serangan yang direncanakan itu diperlukan untuk menghilangkan batalion di sana, dikutip dari BBC, Selasa (9/4/2024).

Para pemimpin dunia telah mendesak Israel untuk tidak melanjutkan rencana tersebut selama berminggu-minggu.

Dalam intervensi bersama, para pemimpin Mesir, Prancis dan Yordania memperingatkan Israel bahwa serangan tersebut akan memiliki “konsekuensi berbahaya” dan “mengancam eskalasi regional”.

Pada Senin (8/4), pemimpin Israel mengatakan bahwa tanggal untuk memulai serangan Rafah telah disepakati secara internal namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Komentar Netanyahu muncul ketika pembicaraan antara Hamas dan Israel mengenai pertukaran sandera dan kesepakatan gencatan senjata berlanjut di Mesir.

Dia berkata: "Hari ini saya menerima laporan rinci tentang pembicaraan di Kairo, kami terus berupaya mencapai tujuan kami, yang pertama dan terutama adalah pembebasan semua sandera kami dan mencapai kemenangan penuh atas Hamas.

“Kemenangan ini memerlukan masuknya ke Rafah dan penghapusan batalion teroris di sana. Itu akan terjadi sudah ada tanggalnya.”

Pada saat yang sama, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyarankan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencapai kesepakatan mengenai sandera, enam bulan setelah perang dengan Hamas.


Israel Kurangi Jumlah Pasukannya di Gaza Selatan

Asap mengepul di Rafah setelah serangan udara Israel di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023. (SAID KHATIB/AFP)

Militer Israel mengatakan pada hari Minggu (7/4/2024), mereka mengurangi jumlah tentaranya dari Gaza Selatan dengan hanya menyisakan satu brigade di wilayah tersebut. Namun, mereka menekankan "kekuatan besar" akan tetap berada di Jalur Gaza.

"Ini adalah tahap lain dalam upaya perang," kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letkol Peter Lerner kepada BBC, seperti dilansir Senin (8/4).

Penarikan pasukan ini ditafsirkan sebagai tindakan taktis, bukan sebagai tanda bahwa perang mungkin akan segera berakhir.

Juga pada hari Minggu, Israel dan Hamas mengatakan mereka berdua telah mengirim delegasi ke Kairo, Mesir, untuk bergabung dalam perundingan gencatan senjata yang baru.

Enam bulan telah berlalu sejak Hamas menyerang komunitas perbatasan selatan Israel pada 7 Oktober 2023, yang diklaim menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.

Israel mengatakan bahwa dari 130 sandera yang masih berada di Jalur Gaza, setidaknya 34 orang tewas.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyatakan lebih dari 33.000 warga Palestina di Jalur Gaza telah tewas dalam serangan membabi buta Israel sejak saat itu, di mana sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

Jalur Gaza kini juga berada di ambang kelaparan. LSM Oxfam melaporkan bahwa 300.000 orang yang terjebak di wilayah Gaza Utara sejak Januari hidup dengan rata-rata 245 kalori sehari.


Perang Berlanjut

Kementerian kesehatan Gaza mengatakan bahwa serangan udara Israel di Rafah telah menewaskan 16 orang. (JACK GUEZ/AFP)

Letkol Lerner mengatakan pasukan akan dirotasi karena militer telah menyelesaikan misinya di Khan Younis. Kota ini telah dibombardir Israel selama berbulan-bulan. Sebagian besar kota dan sekitarnya hancur.

"Perang belum berakhir. Perang hanya bisa berakhir ketika mereka (sandera) pulang dan ketika Hamas sudah tiada," ujar Lerner.

"Ini adalah penurunan kekuatan, namun masih ada lebih banyak operasi yang perlu dilakukan. Rafah jelas merupakan benteng pertahanan. Kita perlu membongkar kemampuan Hamas di mana pun mereka berada."

Sementara itu, juru bicara Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Kirby mengatakan penurunan kekuatan Israel di Gaza Selatan merupakan "istirahat dan perbaikan" dan "belum tentu merupakan indikasi akan adanya operasi baru".

Namun, bertentangan dengan Kirby, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant justru menegaskan pasukannya meninggalkan Gaza Selatan untuk "mempersiapkan misi lanjutan mereka".

Dia mengatakan pencapaian mereka di Khan Younis sangat mengesankan dan menambahkan bahwa Hamas tidak lagi berfungsi sebagai organisasi militer di seluruh Jalur Gaza.

Israel telah lama memperingatkan rencana serangan darat ke Kota Rafah di Gaza Selatan, tempat lebih dari satu juta pengungsi Palestina berlindung.

Di lain sisi, tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata semakin meningkat dan AS – sekutu terdekat dan terkuat Israel – memperingatkan awal pekan ini bahwa dukungan mereka terhadap Israel dalam perang di Jalur Gaza bergantung pada langkah spesifik dan konkret untuk meningkatkan bantuan dan mencegah kematian warga sipil.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya