Liputan6.com, Jakarta - PT Remala Abadi Tbk (DATA) berencana mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) lewat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Pada aksi tersebut, perseroan akan menawarkan 275 juta lembar saham dengan nilai nominal Rp 50 per saham. Jumlah saham yang ditawarkan itu setara sebanyak-banyaknya 20 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO.
Advertisement
Harga penawaran dipatok pada kisaran Rp 188 sampai dengan Rp 208 per saham. Dengan demikian, Remala Abadi berpotensi mengantongi sebanyak-banyaknya Rp 57,2 miliar dari IPO.
Melansir prospektus IPO perseroan, Rabu (10/4/2024), sekitar Rp 19,98 miliar dana hasil IPO akan digunakan perseroan untuk mengambil alih saham PT Fiber Media Indonesia (FMI) sebanyak 850 lembar saham atau setara dengan 85 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh FMI.
Kemudian sebesar Rp 26,88 miliar akan digunakan untuk pembelian beberapa aset. Rinciannya, sebesar Rp 16,91 miliar untuk membeli DWDM (Dense Wavelength-Division Multiplexing). Lalu, sebesar Rp 6.22 miliar akan digunakan untuk pembelian tiang jaringan fiber optic.
Kemudian Rp 2,77 miliar dipakai untuk membeli kabel fiber optic, dan Rp 976,69 juta untuk membeli aset tanah dan ruko di Ciputat dan Cibinong. Sisanya akan digunakan perseroan untuk modal kerja seperti biaya pemasaran dan promosi.
Jadwal IPO PT Remala Abadi Tbk:
- Masa Penawaran Awal: 5 – 22 April 2024
- Tanggal Efektif: 26 April 2024
- Masa Penawaran Umum: 29 April – 3 Mei 2024
- Tanggal Penjatahan: 3 Mei 2024
- Tanggal Distribusi Saham Secara Elektronik: 6 Mei 2024
- Tanggal Pencatatan Pada Bursa Efek Indonesia (BEI): 7 Mei 2024
BEI Incar IPO Perusahaan Mercusuar Beraset di Atas Rp 3 Triliun
Sebelummya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengincar sejumlah perusahaan skala besar dengan aset di atas Rp 3 triliun untuk melantai di Bursa lewat penawaran umum perdana saham(initial public offering/IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengelompokkan perusahaan-perusahaan tersebut sebagai lighthouse company atau perusahaan mercusuar.
“Tahun ini kita targetkan 3 lighthouse. Itu minimal dari jumlah total (target) pencatatan efek dari 200 menjadi 250 pencatatan," kata Nyoman kepada wartawan, Kamis (15/2/2024).Nyoman menjelaskan, perusahaan-perusahaan yang masuk kategori lighthouse, selain memiliki aset di atas Rp 3 triliun, yakni memiliki free float atau porsi saham yang dimiliki publik setidaknya 15 persen. Bursa sendiri terbuka untuk mengakomodir kebutuhan pencatatan saham perusahaan mercusuar.
"Perusahaan yang kita anggap light house company, itu kita selalu targetkan... Pada prinsipnya, ke semua yang besar-besar (itu) kita approach. Pokoknya sepanjang tahun ini paling tidak yang kita kategorikan lighthouse itu bisa tercatat di antara (target) pencatatan efek 200-250 tadi," imbuh Nyoman.
Informasi saja, hingga 7 Februari 2024 telah tercatat 7 emiten baru yang listing di Bursa dengan dana dihimpun sebesar Rp 3 triliun. Sementara per 7 Februari 2024, terdapat 24 perusahaan berada di pipeline IPO Bursa.
Berdasarkan klasifikasi aset, perusahaan skala menengah dengan aset berkisar Rp 50- Rp 250 miliar mendominasi sebanyak 17 perusahaan. Kemudian 4 perusahaan skala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar. Sisanya, 3 perusahaan dengan aset skala kecil di bawah Rp 50 miliar.
Advertisement
BEI Ingatkan Emiten Baru untuk Sampaikan Prospek Perusahaan Usai IPO
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan emiten baru untuk menyampaikan research report atau riset mengenai prospek perusahaan usai tercatat di Bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, perusahaan diminta untuk melakukan dua kali penyampaian research report, yakni sebelum tercatat dan sesudah tercatat.
Sebelum tercatat, Bursa meminta calon perusahaan tercatat untuk menyampaikan research report pada saat proses permohonan pencatatan dan digunakan sebagai proses evaluasi Bursa serta tidak untuk dipublikasikan kepada pihak lain.
Setelah tercatat, Bursa meminta perusahaan menyampaikan research report sebanyak 2 kali setelah tercatat di Bursa, yaitu pada 6 bulan dan 12 bulan setelah tercatat.
"Jadi research report itu buat kita dulu yang pada saat evaluasi. Nah setelah itu dalam periode satu tahun, mereka paling tidak menerbitkan satu kali research report," kata Nyoman kepada wartawan di Gedung Bursa, Selasa (13/2/2024).
Evaluasi BEI
Adapun evaluasi yang dilakukan Bursa termasuk penilaian terhadap harga penawaran dalam rangka IPO. Meski hak untuk menentukan harga adalah hasil dari diskusi antara dan kesepakatan underwriter dan perusahaan, namun research report dapat menjadi acuan apakah calon perusahaan telah menentukan kisaran harga yang layak atau tidak.
"Tentu bursa tidak bisa memaksa para pihak itu menentukan harganya berapa. Tapi dengan range harga yang kami peroleh, (research report) itu menjadi basis buat kami berargumentasi," ujar Nyoman.
Bursa juga telah meminta secara tertulis kepada Anggota Bursa (AB) yang menjadi penjamin emisi dari calon perusahaan tercatat atau calon emiten. Catatan saja, ketentuan ini mulai berlaku kepada calon perusahaan tercatat yang menyampaikan dokumen permohonan pencatatan setelah 15 Agustus 2023.
"Adapun perusahaan tercatat yang diwajibkan atas ketentuan tersebut baru listing pada bulan Januari 2024. Dengan demikian belum terdapat Perusahaan Tercatat yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan research report tersebut," imbuh Nyoman.
Advertisement