Liputan6.com, Jakarta Selain Badarawuhi di Desa Penari dan Siksa Kubur, ada satu lagi film Indonesia yang layak tonton pada libur Lebaran 2024, yakni Kereta karya sineas Eddy Prasetya produksi KlikFilm Production.
Dibintangi Bio One dan Aghniny Haque, film ini membingkai perjalanan mudik Maudy (Aqhniny Haque), seminggu setelah ibunya, Asti (Sulistyo Kusumawati) meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Advertisement
Dalam perjalanan itu ia bertemu Hansi (Bio One), penulis yang tengah menulis surat untuk cinta pertamanya, Alya (Hasya Mahara). Isinya permintaan maaf atas kesalahan di masa SMA, kala nekat kabur ke Jakarta.
Kisah sederhana yang sebagian besar berisi percakapan Hansi dan Maudy di gerbong kelas ekonomi ini kian intens seiring laju kereta api. Berikut resensi film Kereta yang bisa ditonton di platform streaming KlikFilm.
Maudy, Hanski, dan Kereta
Dalam percakapan terungkap sejumlah pengakuan. Hansi menyesal karena menyalahkan Alya untuk sebuah masalah di masa lalu. Kini, Alya akan menikah dengan laki-laki lain.
Maudy merasa berjarak dengan ibunya. Ia merasa kehadirannya tak diinginkan Asti. Semua pilihan hidup Maudy dari jurusan kuliah hingga keputusan bekerja di mini-market selalu diungkit.
Asti merasa jurusan yang dipilih putrinya tak punya prospek cerah. Lama-lama Maudy mati rasa. Saat Asti meninggal akibat kecelakaan, ia ogah melayat untuk melihat ibunya kali terakhir.
Hingga suatu saat, polisi memberi tahu Maudy bahwa ibunya mengemudi di bawah pengaruh alkohol. Ia terperenyak dan kini balik bertanya: Asti murni korban kecelakaan atau sengaja mengakhiri hidup?
Advertisement
Percakapan Intens
Kereta menampilkan percakapan intens untuk menggali penokohan, latar belakang, dan bagaimana dua karakter utama merespons kemelut hidup. Makin ke tengah film, makin tampak siapa mereka sebenarnya.
Aghniny Haque tampil konsisten. Sejak awal, menciptakan jarak terhadap satu-satunya orang tua yang dimikinya, yakni ibu. Jarak, perspektif, sikap atau pendiriannya perlahan bergeser seiring pertemuannya dengan Hansi.
Tidak Membosankan
Hansi sendiri digambarkan pemuda kikuk. Komunikasinya berantakan dan terkesan canggung. Agak aneh melihat pria macam ini punya profesi sebagai penulis.
Sekitar 50 persen film ini terjadi di dalam gerbong kereta api. Meski begitu, Kereta tak lantas terasa membosankan karena klu demi klu ditebar Eddy Prasetya lewat dialog.
Advertisement
Benang Merah 2 Tokoh Utama
Lewat dialog ini pula, penonton mengenal para tokoh dan menyaksikan bagaimana mereka “bertarung” di babak akhir. Kereta bicara tentang bagaimana manusia berproses menelan pil pahit.
Benang merah dua tokoh utamanya, bahkan dua tokoh pendukung lain adalah: menghadapi kenyataan yang tidak ideal. Mereka lantas melakukan penerimaan diri dengan cara yang dianggap pas.
Rentang Emosi Negatif
Kereta menyuguhkan performa Aghniny Haque yang dalam dengan rentang emosi yang dianggap publik negatif: Marah, kecewa, menyesal, dan “lambat” melakukan penerimaan diri.
Kata lambat kami beri tanda kutip karena pada dasarnya tak ada yang salah dengan proses lambat. Setiap orang berproses dengan cara dan kecepatan masing-masing. Tak bisa dipukul rata. Semua indah.
Advertisement
Maaf dan Orang Tua
Usai menonton Kereta, perspektif kita pada kata maaf dan orang tua tak akan sama lagi. Setiap kebersamaan ada akhirnya. Setiap kesalahan menyimpan penyesalaannya masing-masing. Berdamai dengan diri sendiri sebelum berdamai dengan orang lain adalah kunci.
Dengan plot yang relatif lurus dan durasi ringkas, Kereta mengalir tanpa basa-basi. Topik maaf dan penyesalan pun terasa relevan hingga kini. Bagi yang suka plot-twist, Kereta akan memuaskan. Jika jeli pada situasi di dalam gerbong, Anda akan mulai curiga jangan-jangan...
Pemain: Aghniny Haque, Bio One, Hasya Mahara, Sulistyo Kusumawati
Produser: Agung Haryanto, Mala Shinta
Sutradara: Eddy Prasetya
Penulis: Panca Lotus, Han Ismail
Produksi: KlikFilm Production
Durasi: 69 menit