Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, memastikan Indonesia tidak mengimpor bahan bakar minyak (BBM) asal Iran hingga saat ini. Menyusul, kekhawatiran masyarakat terkait potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) usai Iran terlibat konflik dengan Israel.
Tutuka menegaskan, pemerintah sendiri mengaku kesulitan untuk mendapatkan impor BBM asal Iran. Meski begitu, dia tidak mengungkap hambatan yang dialami pemerintah untuk mendatangkan impor BBM asal Iran.
Advertisement
"Tidak ada, walaupun kita jalin kerjasama dengan Iran. Tapi, tidak mudah untuk lakukan implementasi, kita sampai saat ini gak ada (impor BBM)," kata Tutuka dalam webinar Dampak Konflik Iran - Israel ke Ekonomi RI di Jakarta, Senin (15/4).
Dalam catatan Tutuka, impor BBM terbesar oleh Pertamina masih berasal Singapura di sepanjang 2023 lalu. Kemudian, diikuti Malaysia dan India.
"Untuk sumber utama crude dari Nigeria, Saudi Arabia, Angola, dan Gabon," jelas Tutuka.
Sementara itu, sumber utama impor LPG Indonesia pada tahun 2023 lalu hanya didominasi oleh dua negara kawasan. Yakni, Amerika Serikat (As) dan Timur Tengah.
Adapun produk utama BBM impor terbesar di oleh Pertamina ialah minyak bensin (90) mencapai 73,52 persen. Di susul, minyak bensin (92) sebanyak 19,44 persen.
Selanjutnya, minyak solar (CN 48) sebesar 3,91 persen, Avtur sebanyak 1,27 persen. Lalu, HOMC 92 sebanyak 0,99 persen, minyak bensin (98) sebanyak 0,50 persen, minyak solar Freeport sebanyak 0,36 persen, dan Avgas sebanyak 0,01 persen.
Iran Perang dengan Israel, Pasokan Minyak Dunia Bakal Terpengaruh?
Pergerakan harga minyak dunia cenderung naik pada perdagangan hari ini dan juga beberapa hari ke depan. Kenaikan harga minyak dunia ini didorong oleh sejumlah faktor salah satunya ketegangan yang terus meningkat antara Israel dan Iran.
Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer menjelaskan, belum ada tanda-tanda yang cukup kuat yang bisa mendorong harga minyak dunia melemah kedepannya. Fischer menyoroti beberapa faktor yang memberikan dukungan kuat terhadap kenaikan harga minyak.
"Salah satunya adalah ketegangan yang terus meningkat antara Israel dan Iran, yang menghadirkan potensi konflik yang dapat memicu perang di kawasan Timur Tengah. Iran, sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi pasar minyak global," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (15/4/2024).
Selain itu, ia juga menyoroti kenaikan nilai dolar AS yang cenderung naik. Dolar yang kuat biasanya membuat minyak menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga dapat memberikan tekanan tambahan terhadap harga minyak.
Prediksi dari Fischer menegaskan bahwa tren kenaikan harga minyak masih akan berlanjut, dengan sedikit tanda-tanda perubahan yang mengindikasikan penurunan. Konflik internal di Amerika Serikat, khususnya dengan Texas, juga menjadi faktor yang akan mempengaruhi harga minyak. Texas, sebagai produsen minyak terbesar di AS, memiliki potensi besar untuk memengaruhi pasokan global.
Pada perdagangan Jumat, Futures minyak mentah menunjukkan peningkatan pada jam perdagangan Eropa, mencapai USD87,45 per barel untuk penyerahan Mei, meningkat sebesar 2,86% dari sesi sebelumnya di New York Mercantile Exchange.
Advertisement
Analisis Teknis
Dalam analisis teknis, minyak mentah kemungkinan akan mendapat support pada level USD 84,55, sementara resistance terletak pada USD 87,60 per barel. Indeks Dolar AS Berjangka yang memantau kinerja Dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya juga naik sebesar 0,76%, diperdagangkan pada USD 105,86.
Dari analisis Fishcer, serta rangkuman harga minyak hari ini, terlihat bahwa harga minyak cenderung mengalami kenaikan. Faktor-faktor seperti potensi konflik geopolitik dan penguatan dolar AS menjadi pendorong utama di balik kenaikan ini.
Investor dan pelaku pasar perlu memperhatikan perkembangan situasi ini dengan cermat untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.