Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, langkah-langkah antisipasi disiapkan untuk hadapi dampak ketegangan konflik Israel-Iran.
Ia menilai, dampak ketegangan konflik Israel-Iran akan terlihat pada pembukaan pasar keuangan pada Selasa, 16 April 2024. "Rambatan dampak (eskalasi konflik) kepada pasar finansial Indonesia baru akan terlihat saat pembukaan pasar besok pagi, Selasa, 16 April 2024.
Advertisement
Namun langkah-langkah antisipatif akan disiapkan untuk menjaga kepercayaan pasar atas dampak potensi semakin meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, serta kenaikan harga emas, sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya,” ujar Menko Airlangga seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (15/4/2024).
Konflik di Timur Tengah saat ini semakin memanas dengan serangan ratusan drone Iran ke Israel pada Minggu, 14 April 2024 sebagai bentuk balasan atas serangan Israel yang telah menghancurkan gedung Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024.
Selain memicu ketegangan regional hingga ke tingkat global, eskalasi konflik ini juga akan berdampak kepada perekonomian global serta akan meningkatkan risiko makroekonomi bagi perekonomian Indonesia.
Merespons situasi tersebut dan guna mengambil langkah-langkah antisipatif, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyelenggarakan rapat terbatas dengan seluruh unsur Kedeputian pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berikut dengan sejumlah Duta Besar pada Senin, 15 April 2024.
Menko Airlangga juga menyampaikan, konflik tersebut juga akan menimbulkan gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez yang akan berdampak langsung setidaknya pada kenaikan biaya kargo. Produk yang terganggu antara lain gandum, minyak, dan komponen alat-alat produksi dari Eropa.
Secara fundamental, perekonomian Indonesia relatif masih cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi masih terjaga di atas 5% dengan inflasi yang terkendali. Sampai dengan Februari 2024, neraca perdagangan Indonesia juga masih mengalami surplus, dan menopang Cadangan Devisa yang pada posisi terakhir di Maret 2024 tercatat masih kuat.
Mitigasi Dampak Eskalasi Global
"Pastinya Pemerintah tidak tinggal diam, kita akan siapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memastikan agar perekonomian nasional tidak terdampak lebih jauh. Tentunya tingkat kepercayaan pasar kepada kemampuan perekonomian nasional untuk merespons dampak eskalasi konflik mesti kita jaga,” tegas Menko Airlangga.
Pembahasan sejumlah respons kebijakan dalam rapat tersebut di antaranya terkait dengan respons dampak konflik di tingkat regional dan global, kinerja sektor perbankan dan pasar modal, pengendalian inflasi, serta rencana koordinasi bauran kebijakan fiskal dan moneter dengan otoritas terkait untuk strategi pengendalian nilai tukar dan pengelolaan defisit anggaran ke depan.
"Kita harapkan para pelaku pasar untuk tetap tenang dan tidak mengambil langkah spekulatif,” ujar dia.
Ia menuturkan, Pemerintah akan terus mencermati perkembangan global dan regional yang ada serta akan mengambil langkah-langkah yang kuat dan fokus dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Respons kebijakan yang terukur dari Pemerintah kita harapkan akan mampu memitigasi dengan baik dampak eskalasi konflik global saat ini,” kata Menko Airlangga.
Advertisement
Menko Airlangga Ramal Defisit Fiskal 2024 Tak Lebih dari 2,8%
Sebelumnya diberitakan, Indonesia akan berupaya mengelola defisit fiskal tahun 2024 agar tidak melebihi 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun defisit tersebut diperkirakan akan lebih besar dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,29 persen karena meningkatnya bantuan sosial dan subsidi pupuk.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, perkiraan terbaru defisit fiskal ini mendekati batas defisit anggaran tahunan yang diwajibkan secara hukum sebesar 3 persen dari PDB. Defisit ini juga jauh lebih besar dibandingkan defisit anggaran tahun lalu sebesar 1,65 persen terhadap PDB.
"Tidak akan jauh (dari 2,8 persen). Maksimumnya adalah 2,8 persen, namun hasilnya mungkin 2,6 persen hingga 2,7 persen," kata Airlangga dalam sebuah wawancara, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (5/4/2024).
Sebab, belanja Pemerintah tahun ini sudah dan akan meningkat untuk program-program yang berkaitan dengan pangan dan sektor pertanian, termasuk subsidi pupuk, ungkap Airlannga, tanpa merinci.
Sebagai catatan, alokasi awal bantuan sosial Indonesia tahun ini berjumlah Rp. 496 triliun, naik 4,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencakup program-program seperti bantuan beras dan uang tunai untuk membantu masyarakat kurang mampu mengatasi harga pangan yang tinggi.
Harga pangan meningkat karena musim kemarau tahun lalu lebih lama dari biasanya akibat pola cuaca El Nino.
Pemerintah juga telah meningkatkan lebih dari separuh alokasi subsidi untuk menutupi 9,5 juta metrik ton pupuk, yang akan menambah pengeluaran pemerintah sekitar Rp. 50 triliun. Langkah ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan.
Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Terus Lemah, Beban Fiskal AS Berat dan China Krisis Properti
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kondisi terkini perekonomian global yang disinyalir akan terus melemah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Asumsi itu berasal dari proyeksi ekonomi global terbaru versi Bank Dunia (World Bank).
"World Bank perkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat dari sebelumnya 3 persen di 2022, menjadi hanya 2,6 persen pada 2023 YoY, dan kembali menurun jadi 2,4 persen pada 2024 ini," terang Sri Mulyani dalam sesi konferensi pers hasil rapat I tahun 2024 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
"Jadi situasi ekonomi menurut Bank Dunia 2023 lebih lemah dari 2022, tahun 2024 juga lebih lemah dari 2023," imbuh Sri Mulyani.
Di tengah kondisi tersebut, perkembangan ekonomi di tiap-tiap negara besar pada 2023 cenderung berbeda. Sri Mulyani menyinggung Amerika Serikat, yang disinyalir tetap tumbuh kuat meskipun mengalami tekanan fiskal.
"Ekonomi Amerika Serikat tumbuh kuat, tapi tekanan fiskal khususnya beban pembayaran bunga utang dan rasio utang menjadi risiko utama ke depan," ungkap Sang Bendahara Negara.
Advertisement
Eropa dan China
Sebaliknya, Eropa dan China diprediksi masih mengalami pelemahan. Khususnya China, akibat krisis di sektor properti hingga pemerintah daerahnya yang terlilit utang.
"Di Eropa ekonomi masih melemah. Di China juga masih melambat akibat krisis sektor properti," kata Sri Mulyani.
"Kemarin Pengadilan Hong Kong pastikan salah satu perusahaan properti terbesar China, Evergrande alami kebangkrutan. Juga utang dari tingkat pemerintah daerah atau provinsi. Ini menyebabkan ekonomi Tiongkok cenderung melambat," tuturnya.