Liputan6.com, Jakarta - Aurora adalah fenomena alam yang menghasilkan pancaran cahaya berwarna-warni dan terlihat menari-nari di langit malam. Aurora terjadi akibat adanya interaksi antara medan magnet planet dengan partikel bermuatan yang dipancarkan matahari.
Namun rupanya, bumi bukan satu-satunya planet yang memiliki aurora. Ada beberapa planet di Bima Sakti yang juga memiliki aurora di atmosfernya. Dikutip dari laman Space pada Senin (15/04/2024), berikut planet yang memiliki aurora menakjubkan.
1. Aurora Utraviolet dan Sinar X di Jupiter
Planet Jupiter juga memiliki aurora yang menakjubkan. Menariknya, planet terbesar di Bima Sakti ini tidak hanya memiliki satu jenis aurora, melainkan dua aurora sekaligus.
Baca Juga
Advertisement
Para astronom menggunakan Teleskop Antariksa Hubble milik NASA/ESA untuk mempelajari aurora di kutub planet terbesar tata surya ini. Program pengamatan ini juga didukung oleh pengukuran yang dilakukan oleh pesawat antariksa Juno milik NASA, ketika menempuh perjalanan untuk mencapai Jupiter.
Gambar aurora di atas merupakan komposit dari dua pengamatan berbeda oleh Hubble. Gambar ini diambil selama serangkaian pemotretan oleh pencitra spectrograph dalam spektrum cahaya ultraviolet.
Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengamatan oleh pesawat antariksa Juno ketika memasuki orbit di sekitar Jupiter. Aurora Jupiter sangat dramatis dan merupakan aurora paling aktif yang pernah diamati.
Tidak hanya berukuran besar, aurora Jupiter juga ratusan kali lebih energik daripada aurora di bumi. Tidak seperti aurora di Bumi, aurora di Jupiter terjadi secara permanen.
Aurora paling intens di bumi disebabkan oleh badai Matahari, ketika partikel bermuatan menghujani atmosfer bagian atas, dan menyebabkan gas di atmosfer bersinar merah, hijau dan ungu. Mamun, Jupiter memiliki sumber tambahan untuk auroranya.
Medan magnet yang kuat dari raksasa gas mengambil partikel-partikel bermuatan di sekitarnya, bukan hanya partikel bermuatan dari angin matahari saja. Namun juga partikel-partikel lain yang dilemparkan ke luar angkasa oleh Io, satelit alami Jupiter, yang diketahui memiliki gunung-gunung berapi besar dalam jumlah yang banyak.
Para astronom juga menemukan aurora sinar x di kutub Utara dan Selatan Jupiter. Aururo di kutup ini berperilaku independen dan tidak terkait satu sama lain.
melalui penelitian terbaru menggunakan Observatorium Sinar-X Chandra milik NASA dan Observatorium XMM-Newton milik ESA, para ahli berhasil membuat peta emisi sinar-X Jupiter. Bahkan, para ahli mengidentifikasi titik panas sinar-X di setiap kutub.
Setiap titik panas ini dapat menutupi area yang setara dengan sekitar setengah permukaan bumi. Tim peneliti menemukan bahwa kedua titik panas memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
Emisi sinar-X di kutub Selatan Jupiter secara konsisten berdenyut setiap 11 menit. Sedangkan sinar-X yang terlihat di kutub Utara tidak menentu sebab kecerahannya meningkat dan menurun, sehingga tampaknya tidak bergantung pada emisi dari kutub Selatan.
Aurora sinar-X belum pernah terdeteksi dari raksasa-raksasa gas tata surya kita lainnya, termasuk Saturnus. Aurora Jupiter juga tidak seperti bumi yang saling mencerminkan satu sama lain karena medan magnetnya mirip.
Untuk memahami bagaimana Jupiter dapat menghasilkan aurora sinar-X, para peneliti berencana untuk mengkombinasikan data sinar-X, antara data dari Chandra dan XMM-Newton dengan informasi dari misi pesawat antariksa Juno milik NASA. Jika dapat menghubungkan aktivitas sinar-X dengan perubahan fisik yang diamati secara bersamaan dengan Juno, para ilmuwan kemungkinan dapat menentukan proses yang menghasilkan aurora Jupiter dan mengasosiasikannya dengan aurora sinar-X di planet-planet lain.
Aurora Utraviolet Saturnus
2. Aurora Utraviolet Saturnus
Teleskop Antariksa Hubble kembali memperlihatkan aurora di kutub planet Saturnus. Selama periode waktu tujuh bulan pada 2017, teleskop berbasis antariksa ini menggunakan Space Telescope Imaging Spectrograph untuk mempelajari aurora Saturnus sebelum dan sesudah titik balik terendah atau tertinggi matahari di belahan utara planet.
Waktu tersebut menjadi saat terbaik untuk melihat aurora Saturnus. Berbeda dengan aurora di bumi yang berbasis oksigen dan nitrogen, dan dapat dilihat dalam spektrum cahaya tampak.
Aurora di Saturnus berbasis hidrogen dan hanya dapat dilihat dalam spektrum ultraviolet. Keragaman aurora Saturnus dipengaruhi oleh angin matahari dan rotasi cepat Saturnus yang hanya berlangsung 11 jam.
Kutub Utara menampilkan dua peristiwa puncak aurora yang berbeda dalam kecerahan, saat fajar dan tepat sebelum tengah malam. Puncak aurora terakhir secara khusus terjadi karena interaksi angin matahari dengan magnetosfer pada titik balik terendah/tertinggi matahari di Saturnus.
3. Aurora Mars
Pesawat antariksa MAVEN milik NASA menemukan sebuah tipe baru aurora Mars. menariknya aura di Mars terjadi di sebagian besar sisi siang hari planet merah tersebut, sehingga yang sangat sulit untuk dilihat.
Pada umumnya elektron yang menyebabkan fenomena alam ini. Namun kadang-kadang proton juga dapat menimbulkan efek serupa, meskipun lebih jarang terjadi.
Tim ilmuwan misi MAVEN saat ini telah meneliti bahwa efek aurora Mars yang disebabkan oleh proton. Serupa dengan aurora yang biasanya disebabkan oleh elektron di bumi.
Hal ini terutama terjadi ketika matahari mengeluarkan denyut proton yang sangat kuat, yakni atom-atom hidrogen yang dilepaskan dari elektron tunggal oleh panas yang intens. Matahari mengeluarkan proton dengan kecepatan hingga lebih dari 3 juta kilometer per jam dalam aliran tidak menentu yang disebut angin matahari.
Tim ilmuwan juga mempelajari atmosfer Mars menggunakan Imaging UltraViolet Spectrograph (IUVS). Mereka mengamati bahwa sinar ultraviolet yang berasal dari gas hidrogen di bagian atas atmosfer Mars akan secara misterius menjadi terang selama beberapa jam.
Mereka kemudian memperhatikan bahwa peristiwa bagian atas atmosfer menjadi terang juga terjadi ketika instrumen MAVEN lainnya, Solar Wind Ion Analyzer (SWIA), mengukur peningkatan proton angin matahari.
Advertisement
Aurora Utraviolet di Uranus
4. Aurora Utraviolet di Uranus
Sejak Voyager 2 mengirim kembali gambar-gambar spektakuler Uranus pada 1980-an, para ilmuwan telah terpikat oleh peristiwa aurora di planet-planet lain. Aurora di Jupiter dan Saturnus telah dipelajari dengan baik, tetapi tidak banyak yang diketahui tentang aurora di planet es raksasa Uranus.
Pada 2011, teleskop antariksa Hubble milik NASA/ESA menjadi teleskop pertama yang mengambil gambar aurora Uranus. Pada 2012, para ilmuwan melakukan pengamatan kedua terhadap aurora di Saturnus menggunakan kemampuan panjang gelombang ultraviolet dari Space Telescope Imaging Spectrograph (STIS) yang terpasang di Hubble.
Tim ilmuwan melacak guncangan yang disebabkan oleh dua semburan kuat angin matahari di Uranus. Kemudian menggunakan Hubble untuk menangkap efeknya terhadap aurora Uranus.
Para ahli menemukan peristiwa aurora paling intens yang pernah terlihat di planet ini. Dengan mengamati aurora dari waktu ke waktu, mereka secara langsung mengumpulkan bukti pertama bahwa daerah yang berkilau dengan kuat ini berotasi bersama planet.
Mereka juga menemukan kembali kutub-kutub magnet Uranus yang telah lama hilang tak lama setelah ditemukan oleh Voyager 2 pada 1986. Hal ini terjadikarena ketidakpastian dalam pengukuran dan tidak adanya fitur khusus di permukaan planet.
Uranus memiliki magnetosfer aneh yang tidak beraturan. Medan magnet biasanya selaras dengan rotasi planet.
Namun medan magnet Uranus berlaku sebaliknya, sumbu magnet dimiringkan hampir 60 derajat dari poros rotasi planet. Tak hanya itu, hal ini juga diimbangi oleh pusat planet hingga sepertiga radius planet.
(Tifani)